Hedya POV.
Sejak malam itu, aku membisu. Sudah tiga hari sejak kejadian malam itu. Aku jadi berubah. Aku juga bolos sekolah. Jarang bicara dan lebih sering melamun. Bahkan disaat aku lagi nonton kartun kesukaanku saja, kartun itu seperti tidak menarik lagi.
"Dek."
Aku menoleh dan mendapati Kak Nevan sedang menatapku. Dia duduk disampingku dan mengambil alih remote tv, mengganti ke channel sport yang aku tidak suka. Biasanya, aku pasti akan marah. Tapi kali ini, aku tidak marah sama sekali. Aku hanya menatap kakakku itu dengan lamat-lamat.
Kak Nevan yang merasa diliatin, langsung menoleh dengan satu alis yang terangkat. "Eh? Lu ngapain ngeliatin gue? Gue tau kok gue ganteng."
Aku mendecih dan terkekeh. "Pede kali kau, Kak."
"Gaya lu sok pake aksen."
"Aksen apa hayo?"
"Gatau ah. Lupa gue." Melihatnya yang tidak bisa membalasku, cukup menjadi hiburan untukku.
"Kak."
"Hm?"
"Kak."
"Hm?"
"Kak."
"Apa sih?"
Dia mulai kesal kawan-kawan. Lihat, dia membalasnya mulai kesal, tapi tetap pandangannya tidak kearahku. Tetap ke tv. Aku terkekeh dan tetap memanggilnya.
"Kak."
"Manggil sekali lagi, gue gibeng lu ye." Melihat wajah kesalnya membuatku tertawa terbahak-bahak. Bahkan aku sendiri bingung kenapa itu bisa membuatku tertawa. Kak Nevan saja sampai melihatiku dan menyentuh keningku dengan telapak tangannya. "Lu gak panas. Dek, lu kenapa?"
"Hahaha. Gue gapapa kali, Kak. Lebay lu ah. Tapi sumpah, Kak. Muka lu kalo kayak tadi, jelek banget. Ama pantat semut aja bagusan pantat semut."
"Lah emang lu pernah liat pantat semut?"
"Engga."
Lihat-lihat. Dia mulai marah. Tangannya sudah terangkat seperti ingin menjitakku. "Bagus ye lu ade gue. Kalo gak luh, udah gue apain kali."
"Kak. Bosen nih. Jalan nyok."
"Ogah."
"Dih gitu. Kakak macem apa lu."
"Bodo amat. Jalan aja sih ama Sean. Udah punya pacar juga. Suruh dia aja kek ngapain gitu. Ngelawak kek, ngajak jalan kek."
Aku mendecak dan menampar bahunya pelan. "Dia pacar gue, bukan badut atau orang yang bisa dipanggil kalo gue lagi bosen. Dia juga butuh waktu sendiri kali, Kak."
"Idih idih idih. Ugugugugu. Adikku inyi utah becar ya," ledeknya sambil mencubit kedua pipiku.
Ku pukul tangannya berkali-kali supaya ia melepaskan cubitannya, "Lepashh gakkhh luhhh. Guehh bihlangin Omahh nih."
Kak Nevan melepas cubitannya dan terkekeh. "Tapi serius deh, Dek. Cowok itu seneng kalo merasa mereka dibutuhin. Seneng pas ceweknya cerita apapun, berbagi sama dia, terbuka sama dia, bahkan kalo lu minta bantuan aja ke dia, dia bakal berusaha semaksimal mUKngkin buat bantuin lu."
Aku hanya bisa tersenyum miris. Aku sadar, seharusnya aku cerita sama Sean. Semuanya. Aku juga ingin terbuka sama dia. Tapi aku gak bisa. Ini semua gak segampang membalikkan telapak tangan. Bahkan Yovan saja tidak tau masalah keluarganya dulu waktu mereka pacaran.
Ting!
Ada pesan baru di hapeku.
From: Restricted Number
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN
Teen FictionSemua berawal dari taruhan yang Sean dan Farel buat terhadap Hedya Noretta, manajer ekskul basket Sean yang baru. Dan seperti kisah kebanyakan di luar sana, Sean dan Hedya jadi saling suka dan pacaran. Dan usaha Sean mendekati Hedya, dimulai dari wi...