Sean berlatih begitu giat, karena sebentar lagi akan ada Zero to One Cup. Pertandingan antar sekolah yang diadakan setiap tahun oleh sekolahnya. Dan hanya ada waktu kurang dari 2 minggu sebelum ia bertanding.
Dan sialnya, pertama kali tanding, ia harus melawan Farel. Musuh bebuyutannya.
Setelah pertandingan terakhir, Sean dan Farel tidak bertanding lagi. Dan kini, mereka berdua akan bertanding lagi, dengan membawa nama sekolah masing-masing.
"Yan!" Sean menoleh keasal suara.
Tau kalau itu Brian, Sean berlari kecil menghampiri temannya itu. Disamping Brian, tentu saja ada Ion. Hanya saja sekarang ada tambahan, yaitu Noel.
"Gimana? Udah dapet info?"
"Belum. Si Magentong belum mau buka mulut," ceplos Ion.
Sean mengernyit bingung. Siapa Magentong?
"Magentong?"
Ion mengangguk. "Manda gentong."
Sean berdecak dan menatap Brian yang dibalas kedua bahu yang diangkat. Biarin aje. Sesuka dia. Seakan itulah yang Brian katakan.
"Bahkan dia gak gendut, Yon. Langsiung loh dia," ujar Noel.
Ion menyipit, "lu suka sama Manda ye?"
"Yakali."
"Heh. Udeh. Jadi belum ada info nih?"
Ketiganya menggeleng kompak. "Gue udah coba suruh agen bokap sih buat nyelidikin."
"Agen bokep?"
Kesal, Brian menoyor kepala Ion dengam agak kencang. "Agen bokap gue, goblog."
"Lu goblog?"
Rasanya Sean ingin menelan Ion hidup-hidup sekarang. "Biarin aje deh, Bri. Cape gue. Temen siapa kali."
"Terus? Belum ada kabar?"
Brian menggeleng. "Belum. Karena mereka juga berpencar. Antara mencari nama asli Wendy atau nama yang sekarang ia pakai."
"Yauda. Makasih udah mau bantuin. Kita tunggu lagi aja. Thanks, bro," ujarnya menepuk bahu Brian.
"Yailah. Kayak sama siapa aje."
"Sean!"
Ia menoleh dan mendapati ada Hedya di pintu masuk. Segera ia berbalik, "jangan sampe Hedya tau. Duluan."
Sean tersenyum, mengacak rambut Hedya dan menggandeng tangannya ke parkiran.
Hari ini, Sean sudah setuju untuk pulang ke rumahnya. Setelah tiga hari tidak pulang, kedua orangtuanya dan adiknya juga memaklumi. Tapi tetap saja mereka membujuk Sean untuk pulang.
Dengan tangan Hedya di tangannya, Sean melangkah masuk ke dalam rumahnya. Tangan Hedya yang lain menenteng kantung plastik berisi ice mango pesanan Marsha tadi. Pas jalan pulang, mereka mampir ke kios ice mango dulu karena Marsha menitip pada Hedya. Adik laknat Sean itu. "Yan."
"Hm?"
"Senyum kek. Judes amat kali mukanye," katanya dengan kedua tangan yang menarik kedua ujung bibir Sean ke atas, membentuk sebuah senyuman.
Sean terkekeh kecil, mengacak rambut Hedya.
Cup!
Heyda terkejut mendapatkan kecupan kilat di ujung bibirnya dari orang yang sednag berdiri, menyengir, di depannya ini. "Sembarangan aje ye. Malu tau."
"Bodo. Ayo masuk."
"Hm."
Mereka berdua langsung menuju ke ruang keluarga, dimana disana sudah duduk Omanya, kedua orangtuanya dan juga adiknya, Marsha.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN
Teen FictionSemua berawal dari taruhan yang Sean dan Farel buat terhadap Hedya Noretta, manajer ekskul basket Sean yang baru. Dan seperti kisah kebanyakan di luar sana, Sean dan Hedya jadi saling suka dan pacaran. Dan usaha Sean mendekati Hedya, dimulai dari wi...