30.2

34 3 0
                                    

2 hari yang lalu.

"Halo, Hed. Kita ketemu finally."

Oh, Hedya ingat.

Gadis bejat.

"Kenapa? Kaget ketemu gue lagi?"

Hedye manatap bengis orang yang ada di hadapannya ini. "Kaget. Saking kagetnya gue hampir muntah pas ngeliat elu."

Orang itu menampilkan senyum miringnya. "Dan gue berani bilang kalo gue bakal suruh lu bersihin langsung muntahan lu."

"Make it simple. What do you want from me?" tanya Hedya to the point.

Bukannya menjawab, orang itu malah menampilkan senyum liciknya.

"KALIA!" bentaknya.

Wendy, alias Kalia, menampilkan kembali senyum miringnya. "Take it slow, Hed. Gue cuma mau lu pergi jauh-jauh dari Sean."

"Kalo gue gak mau? Lagian Sean itu pacar gue. Gue sayang dia, dia sayang gue."

Hati Wendy memanas mendengar penuturan Hedya. Seharusnya Sean itu miliknya. "Gue udah tunangan sama Sean."

Hanya satu kalimat pendek. Tapi mampu membuat Hedya kicep sebentar. "Terus?" tanya Hedya dengan senyuman. "Apa masalahnya buat gue?"

"Lu gak tau kan gue tunangan sama dia?"

Hedya menggeleng. "Engga. Tapi gue yakin Sean juga gak mau tunangan sama lu. Karena dia sayangnya sama gue."

"Serius? Yaampun. Lu kayaknya belum tau satu hal."

Hedya menaikkan alisnya tak mengerti. "Apa?"

"Gue itu Wendy."

Apa?

"Gue, Wendy."

Wendy? Wendy. Wendy. Wendy.

ASTAGA. WENDY.

Cinta pertama Sean.

Kedua matanya langsung membulat dan melotot pada Wendy. "Ya. Gue Wendy. Cinta pertama Sean."

Hedya mengeluarkan smirk-nya. "Lalu? Kenapa?" tanyanya. Dalam hati, ia sudah kesal. Kenapa cinta pertama Sean harus muncul lagi padahal sudah meninggal.

Meninggal? Ah iya! Waktu itu dia bahkan mengikuti Noel dan Sean mengunjungi makam Wendy. Tapi kenapa Wendy bisa ada disini sekarang?

"Lu bukannya udah mati?" tanyanya langsung.

Wendy dengan tenang mendekati Hedya dengan satu tangan dimasukkan kedalam saku celananya. Anna dan Manda hanya memperhatikan anak dari bos papanya itu. Ada rasa untuk berhenti. Tapi mereka juga tidak bisa menghentikan Wendy. Karena pada dasarnya, mereka tidak bisa berkutik dihadapan Wendy.

"Jadi lu udah diceritain? Baguslah. Jadi gue gak usah cerita lagi." Wendy menarik bangku dan duduk di hadapan Hedya. "Karena lu udah tau, jadi gue harap lu bisa pergi dari sisi Sean tanpa gue harus bersikap kasar."

"Kalo gue gak mau?"

"Apa?"

Hedya menarik nafas dan menghembuskannya. "Iya. Kalo gue gak mau? Yang penting itu adalah sekarang. Bukan masa lalu. Dan gue adalah orang yang dia sayang sekarang. Dan elu adalah masa lalu dia."

Cukup sudah. Hedya tidak bisa diajak baik-baik. Wendy mengeluarkan cutter dari dalam saku jaketnya. "Lu mau tangan lu lepas dari iketan kan? Boleh. Nih. Silahkan lepas sendiri. Tapi begitu lu lepas, gue berani jamin elu gak bakal bisa balik kayak biasa. Gue bakal terus ngeganggu elu. Termasuk oma lu, kakak lu, Nevan, dan pacarnya, Yuri."

SEVENTEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang