20

63 3 0
                                    

"Ya sabar lah. Lu tiap hari nanyain gue mulu. Gue kan kelas beda sama dia."

" ... "

"Bodo ah. Gue udah bilang. Tenang aja."

" ... "

"Yayaya. Udah, gue dipanggil Mama turun. Iya iya."

Setelahnya, hape itu dibanting ke atas kasurnya.

"Ini semua akan berakhir cepat atau lambat. Iya," ujarnya dengan smirk di wajahnya.

##

Sean sedang uring-uringan di karpet ruang tamu Hedya. Kenapa? Karena Hedya yang sedari tadi sibuk menatap layar laptop dan buku. Tangannya pun sibuk mencatat hal-hal penting. Bukan tidak ada tujuan Hedya seperti ini. Besok adalah ulangan Sejarah, dan yang parahnya, sekali ulangan langsung tiga bab. Sedangkan yang gurunya baru terangkan hanya satu bab. Sisa dua babnya lagi disuruh belajar lewat powerpoint yang Pak Yana sudah siapkan yang tadi di forward dari email ketua kelas ke anak-anak kelasnya.

Dan mau tau berapa halaman ppt nya? Sebanyak lima puluh halaman. Mau tidak mau Hedya harus merangkumnya. Ia sudah membaca dan menulis intinya selama satu jam setengah. Dan itulah yang membuat Sean uring-uringan.

"Hed."

"Hm?"

Lihat, bahkan Hedya tidak menoleh padanya sama sekali. "Hedya."

"Apa sih, Yan?"

"Jangan belajar mulu sih. Sekali-sekali gitu main sama aku."

"Sabar ah. Besok ulangan. Sini bareng belajar sama aku. Nanti nilai kamu jelek lagi."

Sean menggeleng kuat dan menyenderkan dagunya pada bahu Hedya. "Gak mau. Pusing belajar Sejarah."

"Sejarah itu penting loh. Kamu harus tau perjuangan para pahlawan kita dulu itu gimana, asal usul kerajaan di Indonesia. Sejarah itu bisa jadi pelajaran buat kita. Like a mirror. Jadikan tindakan positif para pahlawan buat jadi refleksi diri kita sendiri."

Sean menggeleng, ia memutar tubuh Hedya menatapnya. "Aku gak suka Sejarah. Karena apa? Flashback mulu kerjaannya. Kapan bisa maju kalo flashback mulu. Aku gak suka inget-inget yang lalu. Yang berlalu biarlah berlalu."

"Berarti kamu gak bisa menerima masa lalu?"

"Ya engga gitu juga."

"Kalo gitu, kamu jangan pacaran sama aku."

Sean membeku di tempat. Mata nya menatap Hedya dengan seksama. "Kenapa kamu ngomong gitu?"

"Karena aku bukan orang yang punya masa lalu yang bagus. Kalo kamu gak bisa menerima masa lalu, aku mundur."

Sean tersenyum teduh dan mengelus kepala Hedya sayang. "Iya. Iya. Aku menerima masa lalu. Tapi aku tetep gak suka pelajaran Sejarah."

Hedya menyentak tangan Sean dan kembali berkutat dengan dunianya sendiri.

"Pokoknya kalo nilai kamu dibawah KKM, gak ada yang namanya main ke rumah aku, apalagi main playstation bareng Kak Nevan," katanya tegas.

Sean membulatkan matanya dan menggeleng. "Iya. Iya. Aku belajar. Ngancemnya bisaan aja nih."

Hedya terkekeh. "Bukan ngancem. Cuma kasih tau. Lagian kan itu buat kebaikan kamu juga."

"Iya. Bawel ya pacarku ini."

"Cepet belajar."

"Tapi, Hed."

Hedya menoleh dan menghembuskan nafasnya pelan. "Apa lagi?"

SEVENTEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang