03

173 14 13
                                    

Hedya mengeluarkan semua isi tasnya dan melempar tasnya kesembarang arah.

Ia mengubrak-abrik barang-barangnya, mencari sesuatu. Rasanya ia tadi sudah memasukkannya di dalam tas. Tapi kemana barang itu sekarang.

"Arghh! Kemana sih tuh hape. Aduh elah." Hedya mengacak rambutnya gusar.

Lalu, Nevan masuk ke kamarnya Hedya. Dia menaikkan kedua alisnya seakan berkata -napa-lu?-

Hedya menatap kakaknya sinis. "Apa lu? Ngapain lu kesini? Mau gangguin gue lagi? Mendingan lu keluar sono sekarang ye. Gue lagi gak mood buat digangguin elu," geramnya sambil mendorong-dorong Nevan.

"Wowowow selaw, Dek. Lu napa sih? Sampe isi tasnya lu acak-acakin gini."
Hedya duduk diatas kasurnya dan menghela nafasnya kasar. "Hape gue ilang. Lu liat kaga?" Nevan menggeleng.

"Coba lu inget-inget terakhir lu taro dimana?"

Hedya mencoba mengingat kembali, dan ..

"Oh iya. Waktu di restoran gue taro diatas meja. Dan .. dan gue tinggal di atas meja. Astaga, Hedya. Lu ceroboh banget dah," katanya lrbih ke dirinya sendiri.

Nevan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Tok tok tok

"Masuk." Lalu Bi Amah masuk.

"Kenapa, Bi?" tanya Nevan.

"Anu, itu, Den. Ada yang nyari Non Hedya."

"Bilang Hedya gak terima tamu dulu," kata Hedya.

"Dek. Tamu tuh disambut. Bukan diusir. Gimana sih lu." Nevan menggelengkan kepalanya dan menoleh ke Bi Amah. "Udah, Bi, langsung suruh ke kamar Hedya aja."
"Baik, Den."

"Elu sih, Dek. Ceroboh banget."

"Ehem!" Hedya dan Nevan otomatis menoleh kearah suara.

Hedya menatap sengit orang yang dibilang adalah tamunya Hedya. "Mau ngapain sih lu disini? Lagi gak mood tau gak sih buat ladenin elu."

Orang itu berjalan mendekat ke arah Nevan dan Hedya. "Bukannya lu cari ini?" tanyanya sambil menacungkan barang berbentuk persegi panjang itu keatas.

Hedya membulatkan matanya saat tau bahwa hapenya ada di orang itu. "Sean! Balikin hape gue." Hedya berdiri berusaha buat menggapai hapenya yang diacungkan Sean tinggi-tinggi. Sementara mereka sedang beradu, Nevan diam-diam undur diri dari kamar Hedya.

Sean mengeluarkan senyum smirknya. "Mau? Coba ambil. Makanya jangan pendek-pendek."

Hedya sampai loncat-loncat untuk menggapainya dan tak sadar kalau ada tas yang dilemparnya tadi di depannya.

Brugh!

Hedya menubruk tubuh Sean karena tersengkat oleh tasnya sendiri. Mereka berdua sampai jatuh ke lantai. Mata bertemu mata, hening tak ada yang membuka suara.

Rasanya waktu seperti berhenti.

"Udah puas liatin guenya?" Hedya mengerjapkan matanya dan berdiri.

"Ap-apaan sih lu. Eng-engga. Gue gak liatin elu. Pede gila lu. Siniin udah hape gue. Iseng banget sih."

"Gue kasih kalo lu mau ikut gue besok sepulang sekolah." Hedya mengernyitkan dahinya.

"Ikut kemana?"

Sean mengendikkan bahunya dan tersenyum. "Rahasia. Mau gak? Kalo gak ya gak gue balikin hapenya."

Hedya menimang-nimang apakah ia akan setuju atau tidak. "Oke. Gue ikut. Sini balikin hape gue." Sean tersenyum dan mengembalikkan hapenya ke Hedya.

SEVENTEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang