Bab 17. Our Songs

3.8K 203 2
                                    

Hari ini weekend seperti biasa aku dan keluargaku jogging bersama, rencananya siang ini kami akan ke Bogor untuk piknik bersama, Baron juga ikut karena aku memintanya. Dalam perjalanan menuju Bogor tak hentinya mba Dina menggodaku juga Baron mengenang masa - masa pendekatan Baron dulu kepadaku.

"jadi gimana, jas hujannya udah dibalikin belum Ron?" tanya mba Dina sambil cekikikan.

"haha udah mba, by the way kok mba tahu?"

"tau lah, wong pacarmu sendiri yang cerita, eh iya kamu inget ga? dulu kamu sering ngasih gudeg ke Ita? di makan lho Ron gudegnya sampe abis, kita sekeluarga ga di bagi"

"apaan sih mba, kayak anak kecil tau ga? lagian kan mba yang makannya paling banyak"

"biarin sih, Ta, kenapa malu ya?" tanya Baron buatku kesal, aku mengambil headsetku dan mendengarkan beberapa lagu yang ada di ponselku. Aku memencet shuffle dalam daftar putar musikku, ga sengaja aku mendengarkan lagu dari Bryan Adams yang merupakan lagu kenanganku dengan.. Dennis.

[Flashback On]
Sore di Belakang Sekolah, 2000

Pulang sekolah tiba, aku pergi ke belakang sekolah untuk membaca novel yang di rekomendasikan Karis. Aku duduk dibangku panjang di sudut tembok ya, daripada nganggur nungguin Riza eskul maka akan ku baca buku setebal 300 halaman ini sekarang. Tak lupa aku mendengarkan lagu dari Bryan Adams yang judulnya Everything I Do I Do It For You, kuputar berulang kali. Namun, baru membaca sekitar 100 halaman mataku mulai mengantuk, kayaknya tidur lima menitan akan cukup untuk menyegarkan mataku.

Ketika aku akan menutup mataku datang seorang pria yang sepertinya akan menghampiriku, oh Tuhan dia Dennis. Aku harus gimana? masa iya aku melarikan diri sekarang? Alista tenang, eh tunggu, jangan - jangan aku sedang mimpi lagi? Dan ya benar dia menghampiriku, ga tau ada ide apa yang lewat dipikiranku aku memilih untuk berpura - pura tidur saat itu. Aku merasa dia sekarang sudah duduk tepat di samping kiriku astaga dia mau ngapain? duh kok detak jantungku ga karuan gini ya?

Aku merasakan dia sedang melihatku yang sedang pura - pura tidur ini, dia tau ga ya? aku cuma pura - pura tidur? Dan yang lebih buat detak jantungku ga karuan dia mengambil salah satu headset di telingaku. Oh My God. Aku ga mimpi. Aku beneran ngerasain sentuhannya di telingaku. Aku mencoba membuka mataku secara perlahan, aku ga mau keliatan bodoh kalau dia tahu aku cuma pura - pura tidur dan ternyata dia sedang menutup matanya juga, sepertinya dia menikmati lagu Bryan Adams yang hits ini.

Selang beberapa menit, dia menyenderkan kepalanya diatas pundakku. I'M FINE.

Lima menit yang kurencanakan untuk tidur saat itu kini terlupakan aku memandangi wajah Dennis yang buat bibir bawahku harus kugigit karena tak tahan melihat ketampanannya. Sudah lama aku naksir ke Dennis, dia adalah ketua OSIS disekolahku, dia perhatian dan penyayang.

Aku lupa apa yang buat kami sama - sama terbangun yang jelas hari itu untuk pertama kalinya kami pulang sekolah bersama. Soal menunggu Riza pulang eskul aku sudah melupakannya. Aku bahagia, ga tau kalau Dennis. Ku harap dia merasakan hal yang sama.

[Flashback Off]

Aku ingin menceritakan sesuatu ke mba Dina, tentang Dennis yang katanya masih hidup. Aku harap mba Dina tidak bilang ini ke Baron saat aku ceritakan nanti. Aku melihat situasi aman karena Ayah, mas Juna, Adrian dan Baron sedang bermain bola di taman sementara aku dan mba Dina sibuk menyiapkan lunch di rumput yang dilapisi karpet ini.

"mba, aku pengen ngomong, cuma mba jangan kaget" kataku mewanti - wantinya.

"ada apa lagi?"

"pokoknya jangan kaget kalo aku ceritain"

"tentang apasih?"

"Dennis.." mba Dina menatapku tajam seakan matanya mengancamku untuk segera berbicara. "he's still alive"

"what?! maksud kamu dia mati suri?"

"bukan.."

"terus apa? ga mungkin kan dia hidup lagi kalau bukan mati suri"

"ceritanya panjang.. tugas mba nanti bantuin aku bilang ini ke Ayah"

"udah gila ya? buat apa kamu bilang ke Ayah? kamu udah punya Baron, Ta" kata mba Dina agak membentakku. "atau jangan - jangan karena kamu tau Dennis masih hidup, perasaan kamu sama dia masih ada?"

"kalo iya?"

"edan! kamu mau kejadian 2 bulan lalu terulang lagi? kamu nunggu Riza ga taunya dia udah nikah malah udah mau punya 2 anak, mau?"

"tapi aku yakin kali ini aku ga sia - sia, Dennis juga cari aku, mba"

"ya terserah kamu deh, kalo bener Dennis masih hidup dan kamu masih cinta sama dia putusin Baron, secepatnya"

Sebenarnya sebulan lalu aku ga tau kenapa bisa pacaran dengan Baron, entah karena kasihan atau memang aku beneran suka sama dia, aku ga tau. Cuman ketika aku mendengar Dennis masih hidup aku merasa aku harus mencarinya lalu bertemu dengannya. Kalau nanti nasibku sama seperti saat aku menunggu Riza, aku siap.

Setelah pulang dari Bogor, aku dan mba Dina menyiapkan makan malam, ku harap Baron tidak ikut makan malam dengan keluargaku malam ini dan ternyata Tuhan mengabulkan doaku, dia harus menjemput adiknya di Bandara. Ania, kuliah di Aussie dan dia pulang ke Indo karena liburan musim panas.

Aku menyuruh mba Dina untuk tidak mengikut campurkan mas Juna dan Adrian disini jadi setelah makan malam ini aku hanya ingin berbicara sama Ayah serta mba Dina. Untungnya mas Juna mengerti jadi dia mengajak Adrian bermain di kamar. Aku ga tau harus mulai darimana, yang jelas aku percaya mba Dina akan membantuku meskipun mba Dina orangnya cepat panikan tapi sebenarnya dia adalah orang yang bisa kuandalkan kalau urusan ngomong ke Ayah.

Setelah menceritakan semua ke Ayah, Ayah menanggapinya biasa saja seakan tidak ada yang harus di besar - besarkan.

"terserah kamu, Ta, Ayah ga mau mencampuri urusanmu, kamu sudah sangat dewasa untuk bisa menyikapi urusan ini" kata Ayah. Aku senang Ayah mengerti.

"makasih, Yah"

"kalau kamu ketemu dia, bawa kemari, Ayah ingin liat apa dia benar sudah menjadi tentara"

"hahaha"

Aku juga menceritakan semua ini ke Karis, Karin serta teman - teman SMUku dulu. Mereka ga percaya sama sepertiku saat pertama kali mendengarnya tapi beberapa ada yang sudah tahu kalau Dennis memang masih hidup. Kalau Baron, aku belum berani bilang aku takut dia mikir gimana - gimana pokoknya akan aku kasih tau tapi tidak sekarang. Mereka juga ingin membantuku untuk mencari Dennis, bukan maksud ingin menyakiti perasaan Baron cuman teman - temanku bilang aku lebih cocok dengan Dennis dan aku juga merasakan seperti itu.

Katanya Dennis sekarang sudah menjadi dokter bukan tentara yang ia cita - citakan. Aku ingin liat wajahnya, setampan ketika SMU, kah? Aku juga ingin dengar suaranya, seteduh ketika SMU, kah? Aku juga ingin merasakan jantungnya, walaupun bukan jantungnya tapi aku ingin merasakan kepalaku menyender di dadanya lagi. Aku rindu.

***

Single LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang