"si Dennis tuh lengkap banget ya brengseknya, syukur gua belum nikah sama dia" gerutuku pada Karis, aku memang sengaja menyuruhnya untuk datang ke kantorku sekalian menggantikan Karin sementara sebagai teman curhatku yang izin pergi dengan Alex mempersiapkan segala kebutuhan pernikahan mereka. "enak banget gitu, pergi gitu aja abis mecahin hati gue"
"sebenernya lo yang pergi, Ta bukan dia"
"tapi bahagia gue dibawa pergi sama dia"
"bahagia apa?" tanyanya bernada mengejekku.
"kok lo gitu sih?!"
Kami terdiam beberapa saat. "Ta, dari awal lo itu cuma setengah hati sama Baron, sampai akhirnya Dennis datang dan lo ngebiarin dia dobrak hati lo lagi"
"gue cinta sama Baron" kataku dengan nada penuh keyakinan.
"terserah.." katanya frustasi. "ini nasehat gue yang terakhir, kalo lo emang beneran cinta sama Baron, kejar dia, lusa dia pulang kan? tapi kalo lo ngakuin Dennis segalanya buat lo, putusin Baron, balik lagi sana lo sama cinta pertama lo itu"
"tapi, Ris.."
"udah ya, gue mulai pusing dengan kehidupan asmara lo yang penuuh draama" ucapnya sambil berjalan dan berhenti di ambang pintu ruanganku. "gue cuma berharap, Tuhan ga salah ngasih jodoh buat lo" ucapnya lagi dan pergi meninggalkanku.
Kali ini aku yang frustasi, aku juga mulai pusing sendiri memikirkannya. Oh Tuhan..
Omong - omong sudah dua hari ini aku tidak mendapat pesan cinta dari Baron, aku nekad untuk menelponnya karena mungkin sekarang aku mulai merasa rindu dengannya entah karena pesan cintanya atau si pengirimnya. Semuanya masih berjudul entah.
Panggilanku tidak diangkatnya, aku mulai khawatir akan keadaannya maksudku who knows kalo dia punya pacar lagi disana atau sudah menikah sama bule Paris disana. Mengapa baru kali ini aku mengkhawatirkannya? Ya ampun bener ya kalo rasa sayang itu muncul ketika orang itu udah pergi.
Pikiranku kacau balau memikirkan ini semua. Maka abis pulang kantor aku pergi kerumahnya Baron. Ini sih namanya aku yang posesif bodo deh, yang aku butuhkan sekarang hanya mendengar kabar baik dari keluarganya.
Aku bertemu Ania, sudah lama tak bertemu terakhir ya saat dia dan Baron mengantar gudeg kerumahku itu juga pertama kalinya kita bertemu. Namun, sekarang dia sudah bermetamorfosis menjadi wanita cantik yang tingginya sudah hampir menyamaiku. Aku disugukkan milo dingin olehnya lalu aku bilang padanya kalau Baron sekarang susah dihubungi, tapi dia malah kaget menanggapinya.
"barusan aku telpon, dia angkot kok mba"
"moso sehh? aku khawatir" kataku meneguk milo bikinannya.
"khawatir apa? bukannya kalian sudah putus?"
"siapa bilang? Baron? dia bilang gitu?"
"haha. Tenang dong mba, kaya ngejar kereta saja. Baron sih ga bilang putus malah katanya mba yang sudah memutuskan duluan"
"memutuskan apa? aku ga ngerti"
"aku juga ga tau, mending mba tanya orangnya langsung"
"tolong tanyain.."
"kalian berdua sudah dewasa tapi sifatnya kayak anak belasan tahun saja, dulu aku yang ngasih gudeg ke mba sekarang harus aku juga nih yang dilibatkan?"
"ga ada salahnya kan membantu orang lain?"
"mending mba buka blognya mas Baron, pesan cinta yang dia tulis itu semua buat mba"
"apa nama blognya?" tanyaku sambil mengeluarkan ponsel bersiaga untuk mencatat nama blognya.
"lho bukannya mas Baron sudah ngasih tau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Lady
Teen FictionSebuah kisah cinta yang tak pernah usai dialami oleh seorang wanita karir yang sibuk bekerja dan menyesampingkan urusan cintanya. Namun, ketika teman - temannya sudah menikah Alista mulai kewalahan mencari cinta sejatinya. Dia terjebak dalam perang...