Bab 9. A Guy Never Changes

4.2K 280 2
                                    

Kemudian kami berjalan di sekitaran taman dekat apotek, sepertinya Tuhan sudah menakdirkan kami untuk bertemu. Sebuah kebetulan yang kutunggu - tunggu.

"lucu ya.. 15 tahun ga ketemu dan ketemunya di apotek kayak gini" ujarku padanya.

"nyangka ga kamu?"

"engga, tapi aku seneng sih akhirnya aku bisa ketemu kamu lagi"

"gimana kabar Ayah, Ibu sama mbak Dina?"

"Ayah sehat, mba Dina sudah nikah sama her true love" Aku menahan omonganku. "Ibu sudah meninggal 10 tahun lalu"

"i'm sorry to hear that.. sakit apa?"

"liver.."

Kemudian dia mengalihkan pembicaraan kami, dia buatku tertawa dengan guyonan segarnya. Benar - benar ga berubah.

"kamu sendiri apa kabar?" tanyanya padaku. Membuatku tersenyum. Ya, itu adalah pertanyaan yang selalu muncul dibenakku, aku menunggu pertanyaan itu. Aku juga ingin mempertanyakannya bagaimana dia sekarang, apa dia bisa hidup tenang selama 15 tahun tanpa aku? dan sekarang mungkin aku akan mendengarnya dari seorang cowok berkaos oblong yang sekarang sudah menjadi pria dewasa nampak seksi dengan pakaian formal yang kulihat sekarang ini.

"baik. Kalo kamu?"

"aku sih bahagia, bahagia ketemu kamu"

"mau ngopi?" tanyanya setelah kami terdiam beberapa saat.

"boleh" lalu, dia meninggalkanku menuju kedai kopi dekat rumah sakit dan kembali dengan cup kopi di kedua tangannya. Aku menghela nafas setelah meneguk kopinya. Aku menunggu dia mengucap rindu untukku.

[Flashback On]
Aku dan Riza, 2002

"kapan pulang??" tanyaku di saluran telpon dengan Riza.

"2 hari lagi, kenapa? rindu? rindu juga tak apa, Ta. Aku juga rindu kamu soalnya"

"aku bilangin Dennis kamu.."

Tawanya meledak saat itu. "mau oleh - oleh apa dari Jakarta?"

"roti buaya, kerak telur, bajigur.."

"Ta, Ta, sinyalnya jeleeekkk nih.. hallo? Ta?" katanya ingin mempermainkanku.

"RIZAAA!!!"

"heeh, iya, nanti kubelikan semua yang kau minta, jangan tidur malam - malam"

"iya, makasih sudah diingatkan"

"sama - sama"

"oya, salam buat Ibu dan Ayahmu ya, bilang aku kangen berat sama mereka"

"sama anaknya juga ga?"

"iya.. sedikit"

"hahaha. Yowes ku tutup yo.."

Setelah dua hari berlalu, Riza pulang bersama keluarganya dari Jakarta mengunjungi sanak saudara yang sedang nikahan katanya. Meskipun dia hanya membawakanku roti buaya, tapi aku senang melihatnya kembali. Rindu soalnya.

[Flashback Off]

Aku banyak berbincang dengannya sampai lupa ini sudah mau petang, akhirnya kami mutusin untuk pulang ke tujuan masing - masing. Dia tinggal di apartemen katanya, tapi jauh dengan hotel yang sekarang kutempati. Saking asyik mengobrol aku lupa ada keperluan apa dia kesini juga lupa menanyakan... statusnya. Untung aku minta nomor teleponnya dan kami janjian untuk bertemu kembali besok di tempat yang sama. Rasanya tidak bisa tidur malam ini.

Pagi ini, client ku menunda meeting kami lagi. Ya, tapi ga papa deh lagi pula aku kan mau ketemu Riza siang ini. Terdengar suara bel berbunyi dari pintu kamar hotelku. Alex rupanya.

"kenapa?" tanyaku langsung. Dia memakai pakaian casual seperti ingin berpergian, tapi tak akan kutanya karena aku tidak tertarik membahasnya.

"mau sarapan bareng?"

"gue ga biasa sarapan. Lo duluan aja"

"ayolah, Ta. Sekali saja"

Sebenarnya aku sudah malas membukakan pintu untuknya apalagi ini dia menawariku untuk pergi sarapan bersama. Duh!

"oke, abis sarapan gue langsung balik"

Kami sarapan di tempat yang dibilang cukup mahal untuk makan sekali saja. Aku agak kebingungan juga karena lupa membawa dompet tapi semoga saja dia meneraktirku. Aku mempercepat makanku, ini bisa saja buatku tersedak tapi untung bisa kucegah segera. Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, sepertinya aku bakalan on time bertemu Riza.

"Ta, tunggu" katanya menahanku yang hendak pergi.

"aku pengen ngomong bentar, bentar aja"

"tentang apa, ya? kerjaan? bisa dikantor ga? i'm busy as you see"

"bukan, tentang kita"

"what?"

"aku tau kamu ga suka sama aku, tapi please.. kalo kamu ga suka sama aku karena ciuman di bar itu, aku ga bakal diam"

"kok jadi bahas itu sih?"

"you're so childish, Ta."

"apa lo bilang? gue? gue childish? ngerhh sinting lo, gue mau pulang!" kataku langsung pergi meninggalkan tempat itu. Asli aku benci banget sama Alex, bisa - bisanya dia bilang aku childish, aku ga bisa terima ini. Aku menunggu taksi pesananku menuju tempat janjianku dengan Riza. Tapi, kemudian Alex mengejarku dan memegang tanganku.

"aku minta maaf.."

"kebanyakan minta maaf, tau ga lo?"

"Ta.."

"gini ya, dari awal gue emang udah ga suka sama lo, dari sebelum lo cium gue, gue udah ga suka sama lo, lo itu udah negatif aja di mata gue. Dan lo tau kan kalo gue udah ga suka sama orang tuh gimana? jadi, gue mohon stop deketin gue atau sok baik di depan gue, gue ga suka!" kataku kesal. Akhirnya taksiku datang, di waktu yang tepat tentunya.

"dan satu lagi, gue.. ga bakalan pernah rela sahabat gue disakitin sama orang kayak lo!"

Aku menghelas nafas panjang. Aku sudah meluapkan emosiku padanya, tepat jam 12 aku sampai. Aku belum melihat Riza, semoga dia ga lupa janjian bertemu denganku.

Tapi sepertinya dia telat, ah! makin bete aja. Hampir 30 menit aku duduk di bangku taman ini, kemudian aku mencoba menelepon Riza tapi tak diangkatnya, kayaknya dia lupa tapi ga mungkin lupa sih, aku kan sahabatnya masa iya dia lupa sama aku.

***

Single LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang