Bab 8. Unexpected

4.6K 297 1
                                    

Pukul 7 aku bangun dan mempersiapkan penampilanku yang sempurna dimata clientku nanti, kok aku deg - deggan gini ya? ga biasanya kayak gini, apa karena ini pertama kalinya aku mendapat client yang seumuran denganku? Kira - kira dia seperti apa ya?

Aku memoles bibirku dengan warna merah maroon dan aku percaya ini akan menjadi keberuntunganku pagi ini. Aku dijemput Chiko di lobby hotel, dia menatapku kagum.

"this is the first time i saw you with red lips, Cantik!" katanya memujiku, aku langsung memberi senyuman kepadanya, kami berjalan keluar hotel dan bergegas menuju tempat dimana kami dan client dijadwalkan bertemu.

Udah sejam-an gini belum datang juga, aku mulai gelisah, sudah dua kali Chiko berusaha menelpon jawabannya sedang dalam perjalanan, tapi aku ga bisa menunggu lama lagi, ku suruh dia untuk menelpon lagi, namun sebuah panggilan masuk dari ponselku yang namanya tidak terdaftar di dalam kontakku. Aku mengangkatnya.

"hallo?" terdengar suara bass yang buat telingaku teduh mendengarnya.

"ya, hallo? dengan siapa saya bicara?" tanyaku.

"saya client yang akan anda temui pagi ini, saya Fahri" jawabnya memperkenalkan diri.

"oh, ya bapak Fahri.."

"saya sepertinya tidak bisa datang, mendadak istri saya harus ke rumah sakit" katanya membuat jantungku seperti berhenti seketika ketika mendengar kata 'istri' yang diucapkannya, aku kayak cemburu gitu. Astaga belum bertemu dengan bapak Fahri ini saja aku sudah baper.

"oh ya tidak apa - apa, saya maklum" kataku pasrah. Ya mau gimana lagi? masa aku harus marah - marah? ga mungkin dong.

"terima kasih, senang bekerja sama dengan Anda.. Bu.." tiba - tiba telpon kami terputus. Agak bete, malah sangat bete.. Aku udah dandan cantik - cantik kayak gini taunya di cancel gitu aja, yasudahlah mau gimana lagi.

"di cancel, Ta?" tanya Chiko yang masih memegang ponselnya mencoba menghubungi pihak clientku. Dengan muka kecewa kuanggukkan kepalaku pelan.

"yauda gpp, kan dijadwal masih dua hari lagi lo punya waktu buat ketemu client dari Singapore itu" kata Chiko mencoba menghiburku. Omong - omong aku tidak melihat Alex dari tadi.

"kemana Alex?" tanyaku.

"dia sakit, Ta, meriang gitu"

"kok bisa?"

"ga tau juga, padahal sore kemarin dia masih sehat walafiat"

"bisa anter gue ke hotelnya ga?"

"siap!"

Lalu, kami pergi menuju kamar hotel yang ditempati Alex, Chiko membukakan pintu kamarnya untukku dan pamit ingin bertemu pacarnya yang lagi di singapur juga, aku mengiyakan lalu masuk kedalam kamarnya.

"Lex?" kataku pelan sambil menelusuri jalan menuju kamarnya. Aku melihat dia sedang tertidur di bawah selimut tebal yang aku kenal banget ini pemberian Karin, karena setahun lalu Karin minta buat nemenin beli kado buat Alex. Aku mencoba mendekat. Memegang dahinya yang ternyata panas banget kayak teko di kompor. Segera aku kompres dengan sapu tanganku dan menaruh di atas dahinya. Untung dia ini kebo, jadi kulihat dia masih tertidur di atas ranjangnya.

Dengan perasaan bersalah akibat kejadian tadi malam, aku menelpon pegawai hotel untuk dibawakan bubur, sementara menunggu bubur di kamarnya aku akan membelikannya obat di apotek, semoga saja langsung bisa sembuh setelah minum obat yang akan kubelikan nanti.

Setelah sampai di salah satu apotek dekat hotel, aku langsung mencari obat meriang yang biasa aku minum kalau sedang sakit juga. kemudian aku ke kasir membayar obat ini ternyata kembaliannya tidak ada dan harus ditukar terlebih dahulu lalu aku menunggu di ruang tunggu, cukup lama rupanya.

Single LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang