Bab 18. Baron & Paris

3.5K 219 10
                                    

Hari ini aku mengantarkan Karin untuk check up ke rumah sakit. Aku meminta Karin untuk periksa seminggu sekali juga harus bergonta - ganti rumah sakit. Biasanya aku menemui recepcionist dulu dan menanyakan ada tidaknya Dennis disana tapi dari hampir belasan rumah sakit yang aku datangi tidak terdaftar nama dokter Dennis Mahendra disana jelas aku kecewa, aku sedih. Apa Tuhan memang sengaja membiarkanku untuk tidak menemuinya?

Kandungan Karin sudah dua bulan, perutnya sudah agak terlihat membesar sekarang. Minggu depan dijadwalkan Alex kembali dari Thailand, rencananya aku akan memberitahunya mau gimanapun nanti Karin marah padaku aku ga peduli, Ayahnya harus tau. Aku sangat menikmati peranku sebagai 'tante' untuk Scarlatte, akhir - akhir ini dia minta mangga asem juga beberapa makanan yang masih wajar menurutku, untungnya Scarlatte tidak menyusahkan.

"nama panjang Scarlatte apa, Rin?" tanyaku saat berkendara menuju kantor lagi setelah mengantarnya check up.

"belum tau, sementara Scarlatte aja dulu, nanti kalo udah 7 bulan baru gue pikirin lagi"

"Scarlatte.. Handryan?" tanyaku menggodanya menggunakan nama belakang Alex untuk menamai nama panjang Scarlatte. Karin menatapku sinis. Aku tertawa melihatnya.

Sebelum menuju kantor kami pergi ke Bandara untuk menjemput Karis yang katanya pengen liburan lagi di Indo. Gini deh, kalau menikah dengan suami yang kerjanya pengusaha hidupnya santai, ngabisin duit suami aja haha. Ga juga sih ya, tapi Karis begitu. Karis juga sudah tau kalau Karin lagi hamil dia membawa pakaian bayi bekas Nam untuk Karin biar irit katanya.

"Scarlatte aja baru dua bulan, Ris.." kataku melihat Karis yang sibuk menata tas - tas berisikan baju - baju Nam di bagasi mobilku.

"gpp, daripada jadi bangke dirumah ga dipake mending gua kasih Karin, ya kan?"

"eh sorry ya Scarlatte ga terima barang bekas" kata Karin sewot.

"halah, dulu lo fine-fine aja make baju bekas gue" kata Karis lebih sewot, Karin hanya terdiam mengelus - elus perutnya. Aku tertawa saja melihatnya.

"emangnya Nam ga mau punya dede lagi?"

"ah gua ga mau produksi lagi, badan gua nanti nambah lebar"

"tapi tiap malem 'always' bikinnya kan?"

"haha. Bisa aja lo" katanya menanggapi pertanyaan konyol dari Karin.

Sepertinya aku dan Karin tidak jadi balik ke kantor, karena kami akan menghabiskan waktu di sebuah cafe dekat bandara. Pasti deh setiap kita kumpul bertiga yang menjadi sasaran olok - olokkan itu aku, selalu.

"biasanya kalau di film - film thailand ceweknya bakal balik lagi sih ke cinta pertamanya, ngejar cowoknya gitu" jelas Karis sambil meneguk frapuccinonya.

"ngejar? hello! guys are like subway trains. Don't run after them another one is on its way, jadi gada sejarahnya tu gua ngejar - ngejar dia"

"tapi nunggu dia ada sejarahnya kan?" tanya Karin buatku bungkam.

"udah deh, Ta hidup lo tuh kebanyakan teori tau ga.."

"satu lagi.. Rin" kata Karis mengacungkan telunjuknya.

"kebanyakan gensi, Alista banget tuh!"

Aku mendelik melihat Karis. "sebenernya lo berharap balik sama Dennis atau engga sih, Ta?" tanya Karin sekarang.

"gue sih, ga berharap apa - apa, kalo ketemu ya syukur kalo engga ya berarti Baron emang jodoh gue" jawabku pasrah kemudian ponselku bergetar, Baron menelpon. Karis memintaku untuk di loudspeaker.

Single LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang