4. Kabar Buruk

225 29 0
                                    

Suara derap kaki kuda bergema di dalam keheningan hutan. Callysta mendapat firasat jika hutan telah jauh lebih hening dari sebelumnya. Suara sungai yang mengalir dibelakangnya telah mulai memudar. Bahkan suara ranting jatuh terasa seperti sebuah ancaman.

Callysta sampai di tempat tadi dia memisahkan diri. Anehnya tempat di tempat itupun tidak terdengar suara apapun. Tidak ada tanda-tanda jika ada orang di sini. Callysta merasakan dorongan untuk berteriak dan memanggil kakaknya. Tapi dia tau jika itu adalah tindakan yang bodoh jika memang mereka sedang berburu yang artinya sedang mengintai sesuatu.

Callysta mencari tanda-tanda jika ada orang di sana. Dia mulai menyusuri hutan. Tidak ada seorangpun di sana. Apa mungkin mereka sudah kembali ke istana? Rasanya tidak mungkin kakaknya meninggalkannya sendiri di dalam hutan seperti ini. Pasti ada sesuatu. Semoga saja tidak ada hal buruk yang terjadi pada mereka.

Callysta kembali menunggangi kudanya untuk mencari, setidaknya satu orang yang bisa dia tanya. Aneh, keadaan hutan terlihat begitu tenang. Tak terlihat pergerakan apapun.

Callysta mendengar suara derap kaki kuda dari arah depannya. Dia menyiagakan pedangnya. Dia tidak tau siapa yang datang. Hanya ada satu kuda di depan sana.

Lalu, seorang laki-laki yang memakai baju prajurit Lonaria muncul. Wajahnya tertutup oleh helm. Aneh rasanya melihat orang yang sedang berburu menggunakan helm seperti itu. Prajurit itu menggunakan perlengkapan prajuritnya seakan-akan dia akan pergi berperang.

Laki-laki itu memperhatikan penampilan Callysta dengan teliti. Wajah Callysta terlihat berbeda tanpa menggunakan riasan. Dan lagi pakaian dan rambutnya yang basah juga kotor membuatnya terlihat tak berbentuk. Seperti bukan seorang puteri istana. Callysta yang menyadarinya langsung berusaha mengalihkan perhatian dari prajurit itu.

Callysta melonggarkan pegangan pada ujung pedangnya. "Kemana semua orang?" tanya Callysta.

Prajurit itu menundukkan kepalanya sebentar untuk memberi hormat. "Semuanya sudah kembali ke istana tuan puteri. Pangeran memerintahkan saya untuk mencari tuan puteri agar segera kembali ke istana. Dia sangat cemas."

Untuk yang itu Callysta sudah tau. "Aku tau. Tapi kenapa cepat sekali?"

"Kami sudah membantai semua basilisk yang kami temui. Hanya saja jumlahnya jauh lebih sedikit dari yang kami perkirakan."

Callysta membelalakan matanya, tapi dalam waktu yang kurang dari satu detik dia berhasil menata kembali ekspresi wajahnya. Jika yang mereka bantai sedikit, itu artinya yang dia bantai adalah sebagian besarnya. Callysta menelan ludah. Beruntung dia baik-baik saja dan... beruntung ada seseorang yang menolongnya.

"Tidak ada yang ada yang terluka, bukan?"

Raut wajah prajurit itu serta merta berubah menjadi muram. "Setelah kami kira semua basilisk sudah kami basmi kami jadi lengah. Dan pada saat itulah raja diserang."

Callysta seperti tertikam mendengar kabar tersebut. Perkataan prajurit itu sungguh tidak bisa diterima oleh Callysta. Tanpa berpikir lagi dia langsung memacu kudanya untuk kembali ke istana. Rasa khawatirnya melebihi rasa takut saat dia menjadi objek serangan basilisk tadi. Dia tidak memperhatikan sekitarnya. Dia memacu kudanya seperti orang kesetanan.

Air matanya merebak. Angin yang melaluinyapun tak terasa lagi. Tak perduli sesakit apa yang dia rasakan akibat terjatuh tadi, dia tidak ingin kehilangan ayahnya. Tidak boleh ada sesuatu yang terjadi padanya. Tidak boleh.

Callysta meloncat dari kudanya dan langsung berlari ke dalam istana. Dia tidak mempedulikan para pelayan yang mencoba memberi hormat padanya. Atau beberapa orang yang melihat penampilannya yang berantakan. Dia berlari menuju kamar raja, kamar ayahnya.

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang