37. Beberapa Fakta

88 9 0
                                    

Hari telah menjelang sore saat Fulbert dan Kalena tiba di bukit cahaya. Benar dengan apa yang dikatakan oleh Stobard, bukit itu terlihat lengang dan sepi sejauh ini. Meskipun Fulbert tidak yakin akan seperti apa keadaan di puncak bukit nanti. Entah akan setenang ini atau tidak. Yang jelas mereka tidak boleh lengah barang sebentarpun.

Fulbert menjatuhkan dirinya dan duduk di tanah. Seharian berjalan penuh tanpa istirahat dan makan dengan benar membuat tubuhnya tidak bisa memungkiri rasa lelah yang ia rasakan.

Di sampingnya Kalena ikut duduk dan ikut menatap hamparan padang yang terhampar di bawahnya. Bukit cahaya adalah bukit tertinggi di daerah ini. Hal itu menyebabkan pemandangan di sini sangat indah untuk di nikmati.

Kalena mengambil botol minumnya dan menenggak isinya lalu memberikannya pada Fulbert. Fulbert menerimannya tanpa menoleh. Matanya masih menatap datar pemandangan yang berada di hadapannya. Tidak ada yang tahu apa yang sedang ia pikirkan.

Untuk beberapa saat tidak ada satupun dari mereka yang berbicara. Mereka hanya diam sambil meresapi alam. Angin yang berdesis seakan menjadi lagu penghibur mereka dalam saat-saat akhir seperti ini. Mereka tahu mungkin tidak akan ada hari esok yang bisa mereka katakan.

"Kenapa kau memilih ikut denganku?" tanya Filbert memecah keheningan diantara mereka berdua.

"Bukankah aku sudah mengatakannya sebelum ini? Aku ini abdi setiamu. Aku akan terus mengikutimu kemanapun kau pergi," jawab Kalena santai.

Fulbert mengalihkan pandangannya pada Kalena. "Aku harap alasannya bukan karena perasaanmu padaku."

"Memang apa bedanya?" Mata Kalena balas menatap Fulbert. "Dengan alasan apapun aku berada di sini tidak akan ada yang berubah, bukan? Aku akan tetap berada di sini. Tetap berada di sampingmu."

Jujur, perasaan Kalena terhadap Fulbert ini mau tidak mau juga memberatkan hati Fulbert. Dirinya merasa bersalah karena tidak bisa menerima perasaan yang telah diberikan oleh Kalena ini dengan penuh ketulusan.

Fulbert tahu dia hampir saja goyah dengan perasaan yang ia miliki untuk Kalena. Namun sekali lagi perasaan itu kembali hilang. Dan sekarang bahkan Fulbert merasa jika hatinya bukan menjadi miliknya lagi. Fulbert telah mencintai orang lain dan tanpa ia sadari perasaan itu memang telah ada semenjak pertemuan mereka.

"Dengar Kalena. Aku tidak mungkin bisa menjadi milikmu. Ini bukan masalah status, kehormatan ataupun yang lain. Kau memiliki semuanya sebagai wanita yang sempurna. Tapi aku bahkan tidak bisa mencegah diriku sendiri untuk tidak menyukai orang lain. Kau benar tentang apa yang kau ucapkan waktu itu. Maaf." Fulbert sungguh-sungguh merasa bersalah.

Kalena tertawa. Tawa yang terdengar seperti dipaksakan dan tanpa nada. Tangannya menyeka ujung matanya yang hampir menumpahkan cairan bening itu lagi. Kalena sudah mengikhlaskannya dan ia tidak ingin menangis lagi. Ia hanya ingin Fulbert tahu jika dirinya telah merelakan dirinya karena ia tahu jika Fulbert tidak akan pernah menjadi miliknya.

"Kenapa kau harus minta maaf? Kau sama sekali tidak bersalah padaku. Jangan pernah memikirkan hal itu lagi karena aku sudah melupakannya. Yang terpenting untuk sekarang adalah kita harus menang dan berpikir bagaimana caranya agar kita melewati malam ini dengan selamat. Bukankah begitu?" tanya Kalena sambil tersenyum.

Fulbert mengangguk dan balas tersenyum pada Kalena. Tatapan mata itu masih mengandung kesedihan, tapi Fulbert harus berusaha untuk menenangkan Kalena. Ia akan bersikap seakan ia tidak melihatnya.

"Kalau begitu, ayo! Kita harus melanjutkan perjalanan. Kita pikirkan strategi selagi kita berjalan," ucap Fulbert bangkit dari duduknya. Tangannya terulur untuk membantu Kalena bangun.

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang