31. Kedua Liontin

106 9 0
                                    

Callysta membuka matanya perlahan. Tubuhnya masih terasa lemas dan tidak bertenaga. Matanya mengerjap memperhatikan keadaan sekitarnya. Aroma rempah-rempah menguar ikut menyambut kesadarannya.

Callysta menyadari dirinya yang tengah berbaring di atas ranjang kayu. Di depannya terdapat kelambu yang memisahkan tempat tidur dengan sekelilingnya.

Dengan susah payah Callysta mencoba untuk bangun. Ia menggunakan tangannya untuk menyangga tubuhnya namun tidak berhasil. Tubuhnya kembali terhempas ke atas tempat tidur. Keringat dingin kembali mengucur dari keningnya.

"Kenapa bisa jadi seperti ini?" gumamnya.

Callysta memegang keningnya yang masih terasa pusing seperti ditusuk-tusuk dan mencoba mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya. Ia ingat jika dirinya dan Emery sedang berjalan menyeberangi sungai untuk mengambil air dan setelah itu...

Callysta menarik napasnya pelan. 'Fulbert. Mungkinkan dia sudah...?"

"Kau sudah bangun."

Callysta melihat ke arah datangnya suara tersebut. Ternyata ia tidak sendiri dalam kamar itu. Di pojok ruangan terdapat seorang pria yang tengah memilah dedaunan dan memasukkannya ke dalam sebuah kendi. Air rebusan itulah yang ia cium sejak bangun tadi.

"Siapa kau? Dan tempat apa ini?" tanya Callysta berusaha untuk tetap waspada. Bahkan meskipun keadaan sedang sangat lemah ia tidak boleh lengah sedikitpun.

Pria itu berdiri dari duduknya dan menghampiri Callysta untuk membantunya duduk. "Tidak perlu khawatir. Aku Paras Gilderyn. Kau sedang berada di ruang pengobatanku."

Callysta menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. "Kau seorang tabib?"

"Bisa dibilang seperti itu."

"Kenapa aku bisa ada di sini?" Belum sempat Callysta mendengar jawaban Paras ia mendengar seseorang memanggilnya dari kejauhan. Lebih tepatnya dari arah pintu.

"Callysta!"

Callysta dan Paras segera mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara tersebut. Fulbert baru saja masuk, ia tengah berdiri di ambang pintu sambil menatap mereka berdua atau Callysta lebih tepatnya.

"Fulbert!"

Dengan secepat kilat Fulbert melesat menyeberangi ruangan, ia sibakkan tirai yang menjadi sekat antara ruangan tersebut dengan tempat tidur Callysta. Detik selanjutnya yang ia tahu adalah Callysta telah berada dalam pelukannya. Paras langsung menyingkir saat Fulbert menghampiri Callysta dan memeluk gadis itu.

Tanpa mereka sadari Paras telah beranjak dari samping tepat tidur mereka. Ia kembali mencermati ramuan yang sedang ia buat karena salah sedikit saja maka ramuan itu tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya. Lebih buruk lagi jika justru akan menjadi racun yang mematikan. Selain itu, ia juga ingin memberi Fulbert dan Callysta waktu untuk berdua.

Fulbert sungguh lega melihat Callysta dalam keadaan sadar dan masih bernapas. Jika sesuatu sampai terjadi pada dirinya, entah apa yang akan ia lakukan yang pasti ia tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri.

Fulbert masih memeluk Callysta, tidak menyadari Callysta yang masih terkejut karena reaksi spontan Fulbert yang memeluk dirinya. Tanpa ia sadari sebutir cairan bening menetes dari sudut matanya.

"Maaf."

Hanya itu yang bisa diucapkan oleh Fulbert. Ia sangat menyesal karena telah membuat Callysta hampir kehilangan nyawanya. Jika saja ia tidak terbawa perasaannya saat bersama Kalena mungkin semua ini tidak akan terjadi.

Fulbert melepaskan pelukannya. "Aku benar-benar minta maaf. Aku sangat menyesal. Waktu itu aku dan Kalena..."

"Sudahlah," potong Callysta. Ia menyeka air matanya yang sudah hampir tumpah kembali. "Kita akan melupakan apa yang terjadi pada hari ini. Kau tidak akan menjelaskan apapun dan aku tidak akan bertanya apapun padamu."

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang