5. Harapan dan Keputusan

242 27 2
                                    


Ia membuka kertas yang terlipat itu dan membaca isinya.

"Kutukan bangsa Illyad hanya akan bisa dipatahkan saat manusia bisa disatukan kembali dengan darah mereka yang berada dalam darah bangsa Illyad. Tanpa kematian dan rasa sakit. Hanya orang yang telah terikat yang dapat melakukannya. Darah yang akan menjadi racun atau penyelamat."

Callysta menjatuhkan kertas itu. Tangannya bergetar. Darah yang disatukan kembali. Ia tidak tau maksudnya. Apanya yang telah terikat? Apa maksud dari semua ini?

Callysta keluar dari ruangan itu dengan langkah cepat. Jantungnya berdetak dengan cepat. Masih ada harapankah untuk mematahkan kutukan ini sekarang? Dia benar-benar tidak tau apapun.

Callysta kembali ke kamarnya. Dia duduk di kasur dan menekuk lututnya hingga dada. Semua pikiran berkecamuk dalam kepalanya. Tentang ayahnya, keluarganya, rakyatnya, dan mungkinkah yang dia baca barusan adalah sebuah harapan. Sebuah petunjuk jika masih ada harapan.

****

Malam itu Callysta sedang duduk di kursi kayu kesukaannya saat seseorang datang. Pikirannya terlalu sibuk sehingga tidak menyadari bahwa Aldenius-penasehat kerajaan sekaligus gurunya-berdiri di sampingnya.

"Apa yang sedang anda pikirkan tuan puteri?" tanya Aldenius membuyarkan lamunannya.

Callysta menoleh padanya dan tersenyum. "Aku hanya memikirkan kondisi keluarga dan rakyat. Sungguh, ini adalah kondisi yang sangat sulit."

"Iya, itu benar." Aldenius duduk di samping Callysta. "Raja adalah nyawa dari negeri ini. Tentu saja sakitnya memberikan banyak pengaruh."

"Aku bertanya-tanya," pikir Callysta menerawang. "Apakah tidak ada satupun bangsa Illyad yang pernah dan berhasil keluar dari tempat ini? Apakah semuanya memang harus seperti ini? Selalu terkurung."

"Aku rasa tidak tuan puteri, kita masih punya harapan. Kutukan ini bisa saja terpatahkan, hanya saja belum ada yang berhasil."

"Apa maksudnya?"

"Dulu pernah ada beberapa orang yang mencoba untuk mematahkan kutukan ini. Atau lebih tepatnya takdir yang memilih mereka. Kau tau jika bangsa Illyad jatuh hati pada seseorang?"

Callysta mengangguk. "Kita tidak akan pernah lupa dan tidak akan pernah bisa jatuh hati pada orang lain. Cinta akan mengikat hati kita hanya pada satu orang dan itu tidak akan pernah berubah. Untuk selamanya."

Aldenius tersenyum, matanya menatap sendu pada bintang-bintang yang bertaburan di langit. "Benar tuan puteri. Dulu seorang wanita pernah terikat pada seorang pemuda manusia. Dia begitu tergila-gila padanya. Segala cara dia lakukan agar dia bisa keluar dari negeri ini. Dia ingin bersama dengan pemuda itu."

"Kebetulan ayahnya adalah seorang yang cukup pandai dan tau semua hal yang dirahasiakan tentang Illyad. Dia memohon pada ayahnya agar dia mau memberitahukan padanya bagaimana cara keluar dari tempat ini. Dia berjanji tidak akan menyesali perbuatannya. Dia hanya ingin punya kesempatan untuk bersama dengan orang yang dia sukai."

"Lalu?"

"Hati ayahnya menjadi luluh. Dia sangat menyayangi puterinya tapi tidak ada gunanya mengurungnya di sini. Jiwanya telah berada di dunia yang lain. Hidupnya telah menjadi milik orang lain. Dia memberitahukan rahasia terbesarnya. Satu-satunya cara yang bisa membuat bangsa Illyad bisa bertahan di luar sana. Tapi itu juga bisa menjadi racun tanpa sebuah penawar."

"Bagaimana caranya?" tanya Callysta mencoba membuat suaranya tetap datar. Ada sebuah harapan besar dalam pembicaraan ini. Dia harus tau. Harus ada orang yang memberitahunya.

"Biarkan aku menyelesaikan ceritaku dulu."

"Baiklah." Tak apa menunggu sedikit lebih lama, batinnya.

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang