35. Terpisah

95 9 0
                                    

"Pegang tanganku! Hati-hati!" menerik Callysta keluar dari gua. Tangga yang terdapat pada pintu depan gua ini memang sedikit licin dan curam.  Mereka harus sangat berhati-hati agar tidak terjatuh.

"Aneh. Aku rasa tadi tidak selicin ini," gumam Callysta.

"Bagaimana dengan cerminnya?"

Callysta membuka tas kain yang diberikan oleh Gesfier sebelumnya. Di dalamnya terdapat tiga buah cermin yang saling tumpang tindih. Emery tersenyum puas melihatnya.

Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan cermin yang disebut dengan cermin bintang itu. Ukurannya bahkan tidak berbeda jauh dengan telapak tangan dengan diberi hiasan dengan berbagai batuan mulia. Terlalu mewah untuk ukuran cermin wajah.

Salah satu bingkai cermin tersebut terbuat dari perak itu artinya ia mewakili bintang utara, Arexta. Sedangkan yang terbuat dari emas mewakili  bintang barat, Urufa. Dan yang terakhir terbuat dari kayu yang dipoles dengan sempurna mewakili bintang selatan, Selton. Callysta menjelaskan itu sewaktu mereka masih di dalam gua.

"Apa tidak apa-apa meletakkannya seperti itu?"

"Tidak apa-apa.  Cermin ini tidak akan mudah rusak karena kita menyimpannya seperti itu. Tenang saja."

Emery mengangguk, mengerti. "Tapi ngomong-ngomong kenapa mereka lama sekali?"

Emery mengalihkan pandangannya pada pintu gua. Callysta mengikuti arah pandangan Emery namun matanya menangkap sesuatu yang lain.

"Prajurit Pasukan Hitam! Lari!" Spontan Callysta menarik tangan Emery untuk menjauh dari tempat itu.  Langit sudah mulai terlihat kemerahan, itu artinya sebentar lagi matahari akan segera terbit. Mereka harus bisa meloloskan diri secepat mungkin dari kejaran pasukan hitam tersebut.

"Tunggu! Kenapa kita lari?" ucap Emery terengah sambil menarik tangan Callysta untuk berhenti.

"Kita tidak bisa berhenti di sini. Mereka menginginkan cermin bintang. Kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkanya. Ayo!" Callysta kembali menarik tangan Emery untuk berlari. Emery hanya bisa pasrah dan membiarkan Callysta memimpin.

"Tapi bagaimana dengan yang lain?" tanya Emery.

"Tidak akan terjadi apapun pada mereka," jawab Callysta penuh keyakinan.

Callysta terus menarik Emery untuk menjauh dari gua hingga langkah mereka terhenti saat ia mendapati sungai di hadapannya. Namun bukan hanya itu,  di seberang sudah ada setengah lusin prajurit hitam yang siap menunggu mereka.

Callysta dan Emery berbalik dan melihat ke sekeliling, mencoba mencari celah tapi terlambat, mereka telah terkepung. Tidak ada lagi tempat untuk mereka bisa melarikan diri.

Callysta dan Emery saling memposisikan diri. Mereka berdiri saling membelakangi dan bersiap untuk bertarung. Mereka langsung menghambur untuk melawan prajurit yang jumlahnya tidak kurang dari dua lusin tersebut.

Callysta menggunakan belatinya untuk pertarungan jarak dekat seperti ini.  Ia menghindar, menangkis, menyabet dan menusuk apapun yang dapat ia capai.  Ia tahu dengan ataupun tanpa Fulbert dan Kalena mereka tidak akan menang melawan mereka. Prajurit dari pasukan hitam memang telah dirancang untuk pertarungan seperti ini dan yang paling penting adalah mereka jauh lebih tangguh dari mereka saat bersama dengan kelompoknya.

"Ilusi," gumamnya.

Callysta melirik Emery yang sepertinya mulai kewalahan menghadapi lawan mereka yanh seperti tidak ada habisnya. Posisi mereka memang sudah dekat dengan Bukit Cahaya. Itu artinya mereka juga dekat dengan Bukit Monster, markas terbesar pasukan Zoikatras. Callysta hanya bisa berharap pada Fulbert jika sesuatu terjadi pada dirinya.

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang