24. Melarikan diri

122 9 1
                                    

"Cepatlah! Kita harus pergi sejauh mungkin dari tempat itu sebelum mereka sadar tentang kepergian kita," ujar Emery menyemangati teman-temannya.

Sudah hampir satu jam mereka berlari membelah malam. Keputusan Callysta untuk jujur pada Gala Uba sepertinya merupakan hal yang benar.

Gala Uba memberikan waktu pada mereka untuk melarikan diri sebelum ia sendiri yang akan menyuruh prajuritnya untuk menangkap mereka. Bagaimanapun Gala Uba tidak berdaya sebagai seorang kepala suku. Ia mempercayai mereka berempat tapi tidak dengan warganya. Karena itu ia harus membantu mereka melarikan diri dengan diam-diam.

"Aku rasa kita sudah berlari cukup jauh. Bisakah kita beristirahat dulu sebentar?" ujar Kalena terengah. Ia berhenti sambil membungkukkan badannya, berpegangan pada sebatang pohon.

Yang lainnya pun ikut berhenti sambil berusaha mengatur napas mereka yang kelelahan karena berlari cukup jauh. Sementara sebias cahaya putih mulai menghiasi langit, sepertinya hari sudah pagi.

"Aku bertanya-tanya, kenapa kau sangat percaya jika Gala Uba akan mendukung kita?" Emery menatap Callysta dengan pandangan heran.

Pertanyaan Emery berhasil membuat Fulbert dan Kalena menatap Callysta dengan pandangan bertanya yang sama. Mereka sama-sama bingung dengan apa yang dilakukan oleh Callysta.

Callysta yang sedari tadi menundukkan kepalanya langsung mengangkat kepalanya, menatap mereka bertiga. "Karena dia seorang kepala suku," jawab Callysta singkat.

"Maksudmu? Memangnya kenapa kalau dia kepala suku? Bukankah seharusnya kita harus lebih waspada padanya?" tanya Kalena tidak puas.

Callysta menarik napasnya pelan. "Karena dia kepala suku maka dia juga memiliki tanggung jawab untuk dapat melindungi sukunya. Dia tau dengan apa yang sedang yang terjadi saat ini dia tidak boleh bertindak gegabah. Dan dia akan memperhitungkan apapun yang menurutnya bisa membuat kelangsungan hidup sukunya tetap terjaga, meskipun harapan itu merupakan sesuatu yang sangat kecil seperti kita. Dan kita adalah sesuatu yang kecil dengan kemungkinan paling besar untuk bisa mengalahkan Zoikatras."

Kalena harus menahan geraman kesal dari mulutnya saat mengucapkan nama terkutuk itu. Nama yang telah menyengsarakan semua makhluk hidup.

Callysta melanjutkan. "Tapi bagaimanapun eksistensinya sebagai kepala suku juga tidak boleh turun dihadapan warganya. Karena itulah, dia menyuruh kita melarikan diri secara diam-diam. Agar dia tetap bisa memegang kepercayaan dari warganya dan terus mengawasi kita."

Mereka terdiam mendengar penjelasan Callysta. Jujur, perjalanan ini memang dipenuhi oleh ranjau-ranjau beracun. Setiap langkah yang mereka ambil akan menimbulkan masalah yang baru, rasa sakit yang baru, dan kecemasan yang baru. Tidak ada tempat yang aman untuk menjejakkan kaki.

Bulan telah membesar. Tidak ada banyak waktu lagi bagi mereka untuk menyelesaikan semua ini. Fulbert masih tidak tahu mengapa Ervanthe menyuruh mereka menyelesaikan pekerjaan ini hanya sampai bulan purnama. Entah apa yang istimewa. Ia juga tahu Callysta menginginkan hal yang sama dengan Ervanthe walaupun dengan alasan yang berbeda.

Tanpa sadar Fulbert memutar kepalanya menatap Callysta. Gadis itu terlihat sangat letih. Kepalanya disandarkan pada sebatang pohon, kakinya ditekuk hingga menyentuh dada. Ia tahu jika yang beban yang dipikul Callysta lebih berat dari mereka bertiga. Ia tidak pernah mengatakannya secara langsung, Fulbert hanya tahu saja. Ia hampir tidak pernah merasakan kehangatan dalam tubuhnya. Tangannya selalu dingin, bahkan meskipun seluruh tubuhnya berkeringat karena kelelahan.

Keadaan ini berlangsung beberapa saat. Tidak ada yang berbicara ataupun yang memulai pembicaraan. Mereka diam, berusaha mengumpulkan tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Sementara langit di ufuk timur sudah mulai memancarkan sinar kemerahan.

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang