13. Pada Malam Kelahiran

184 15 2
                                    

Callysta duduk di atas tempat tidurnya, matanya terlihat kosong dan penuh dengan kehampaan. Hilang rasa bahagia saat mengingat jika waktunya untuk tinggal di sini mungkin hanya tinggal beberapa jam lagi. Beberapa barang yang terlihat berantakan pun tidak mampu memperoleh perhatian Callysta.

Callysta baru saja mengusir sedikitnya lima pelayan yang datang ke kamarnya sore itu untuk membantu membereskan barang yang akan ia bawa besok. Bukan karena mereka sangat antusias karena kepergian Callysta, tapi mereka semua merasa sedih harus kehilangan puteri yang sangat mereka sayangi. Callysta sangat menghargai perhatian mereka semua tapi yang Callysta inginkan sekarang hanyalah sendiri. Menikmati detik-detik terakhir kenangannya dengan tempat ini dalam kesunyian.

Callysta duduk di sana dalam diam, suara nyanyian burung saat kembali ke sarangnya pun ia lewatkan dengan begitu saja, seakan itu semua hanya mimpi yang takkan pernah kembali pada Callysta.

"Tuan puteri memanggil saya?"
Callysta tersadar dari lamunannya dan mendapati Griselda telah berdiri di depannya dan menatap Callysta dengan pandangan bertanya.

"Callysta. Panggil aku Callysta," ucap Callysta dengan suara pelan.
"Benar. Aku ingin kau membantuku mempersiapkan barang-barang yanga akan aku bawa besok. Aku yakin kau tau lebih baik daripada aku sendiri," ujar Callysta.

"Baiklah. Akan segera aku siapkan," kata Griselda. "Tapi Callysta, hari sudah malam, apa kau tidak ingin membersihkan dirimu?"

Callysta langsung melihat ke arah jendela dan benar, tak terlihat sedikitpun cahaya matahari di sana. Hanya bayangan yang mulai memanjang karena lampu-lampu telah mulai dinyalakan. Bahkan suara burung telah lenyap, tinggal menunggu burung hantu yang berbicara.

"Sepertinya aku lupa waktu. Aku akan pergi mandi dulu," ucap Callysta lalu turun dari tempat tidurnya.

Griselda memperhatikan Callysta dengan perasaan prihatin sekaligus sedih. Callysta seperti telah kehilangan semangatnya bahkan sebelum peperangan dimulai. Griselda tau jika ini semua bukan karena rasa takut ia akan pergi dari lindungan istananya, tapi ini semua karena perpisahannya dengan orang-orang yang ia cintai. Apalagi tidak ada jaminan ia akan kembali.

"Kau sangat kuat Callysta. Hatimu tidak akan pernah lepas dari tempat ini meskipun seribu kebahagiaan kau dapatkan dari dunia luar. Tapi untuk sekarang, biarlah hatimu lepas dan bebas. Biarkan dirimu merasakan indahnya perpisahan ini. Kau akan kembali karena kau tidak akan pernah pergi, bahkan meskipun kau tidak ada lagi."

Callysta berhenti berjalan dan kembali berbalik menatap Griselda yang tengah tersenyum padanya. "Aku yakin akan hal itu."

Callysta tidak bisa menahannya lagi, perasaan ini telah menjebol dinding pertahanan Callysta yang selama ini ia pertahankan. Air matanya tumpah dan detik selanjutnya yang ia tau ia telah berada dalam dekapan Griselda yang tengah mengelus kepalanya dengan lembut.

"Tidak apa-apa. Semuanya akan lebih baik setelah ini," ucap Griselda menenangkan Callysta. Callysta masih terisak dan sekarang ia tidak memikirkan lagi tentang air matanya yang tumpah. Ia ingin membebaskan dirinya dari beban ini, jika bukan untuk selamanya setidaknya untuk sesaat. Callysta ingin merasakan ketenangan lagi sebelum ia mulai merasa kehilangan.

****

Bulan dan bintang terlihat berbeda malam ini. Callysta tidak tau apa yang membuatnya terlihat berbeda, namun sebagai illyad yang sangat dekat dengan alam ia tau jika malam akhir-akhir ini terlihat berbeda dari biasanya. Selalu terlihat sebias cahaya yang kehadirannya pasti tidak akan disadari oleh orang yang tidak memiliki pandangan setajam dan sejernih bangsa elf, dan illyad mendapatkan sebagian dari kemampuan itu.

Bangsa illyad memang lebih peka dan insting mereka lebih tajam daripada bangsa manusia, tapi tidak lebih dari bangsa elf. Mereka praktis hanya memiliki sebagian kekuatan atau mungkin hanya setengah kemampuan manusia dan elf. Karena itulah terkadang bangsa illyad juga lebih rapuh, tapi kelemahan mereka tertutupi oleh kecerdasan pikiran mereka. Bagaimana mereka menyeimbangkan antara darah manusia dan elf yang berada dalam tubuh mereka membuat mereka terkesan lebih kuat dan cerdas.

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang