19. Misi penyelamatan

122 12 0
                                    

Matahari baru saja tenggelam dan sepertinya Fulbert sudah sangat tidak sabar untuk menolong teman-temannya. Dia ngotot jika mereka harus segera mengikuti jejak ogre itu sebelum terlalu jauh. Callysta setuju tapi ia juga yakin bahwa ogre itu juga tidak berniat untuk pergi terlalu jauh dari mereka.

Tebakan Callysta tepat. Sekarang mereka tengah mengintai di balik semak yang cukup rimbun. Dalam suasana gelap, mustahil ogre itu dapat melihat mereka. Insting mereka memang kuat tapi tidak dengan pandangan jarak jauh mereka dalam gelap. Mata Callysta jauh lebih baik dari mereka.

Kumpulan ogre itu sedang berkumpul dan mengelilingi api unggun. Tidak jauh dari tempat mereka duduk terlihat dua manusia yang terikat di sebatang pohon dengan posisi saling membelakangi. Wajah mereka terlihat ketakutan dan letih.

"Aku tidak menyangka jika mereka juga suka api unggun," ucap Fulbert mencibir.

"Tidak penting mereka suka api unggun atau tidak, yang penting kau harus ingat dengan rencana yang telah kita susun," ucap Callysta tanpa menoleh pada Fulbert. Matanya tertuju pada ogre-ogre yang berada di hadapannya.

"Maksudmu rencana yang mengharuskan aku masuk ke kandang singa?" tanya Fulbert dengan nada kesal.

"Bukankah kau yang ingin menyelamatkan mereka, tentu saja kau yang harus masuk ke sana," ucap Callysta mengingatkan. "Tadi saja bersikap sok kesatria," gumamnya.

"Aku kira kau akan menemaniku."

"Aku bilang bahwa aku akan membantumu. Aku akan mengamatimu dari jauh dan memberikan pertolongan saat kau membutuhkannya," jelas Callysta. "Mataku lebih baik saat gelap."

Fulbert menatapnya. "Coba saja jika kau sampai membunuhku," ancamnya. "Aku tidak akan mengampunimu."

Callysta memutar matanya, lelah. "Kalau aku sampai membunuhmu maka aku akan mati detik itu juga dan pada akhirnya tidak akan ada yang selamat. Lakukan tugasmu dengan baik dan aku akan melakukan tugasku," ujarnya pergi dari tempat itu.

Setelah Callysta pergi Fulbert tetap mengintai tempat itu, mencari peluang untuk membebaskan kedua sahabatnya. Ogre-ogre itu sepertinya tengah membicarakan sesuatu yang lucu hingga mengeluarkan suara aneh yang sangat mengganggu yang Fulbert tebak sebagai tawa. Cairan hijau hampir menyembur ke mana-mana saat mereka melakukannya.

"Menjijikan," ucapnya.

Ia melihat ke belakang dan tidak melihat tanda-tanda keberadaan Callysta. Fulbert tidak tau kemana Callysta pergi dan itu membuatnya khawatir meskipun ia tau jika tugasnya lebih berbahaya.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Fulbert merasa jika ini adalah waktu yang tepat untuk membebaskan kedua sahabatnya.

"Baiklah," gumamnya. "Ini saatnya."

Fulbert keluar dari tempat persembunyiannya tanpa menimbulkan bunyi yang berarti. Ia harus sangat berhati-hati karena satu ranting patah saja bisa membuat kedua belas ogre itu tau tentang keberadaannya.

Fulbert telah sampai di hadapan Emery. Matanya tertutup dan tanda-tanda jika mereka sangat kelelahan terlihat jelas.

"Emery," panggil Fulbert lirih hingga hanya bisa di dengar oleh dirinya dan Emery saja. Sebuah keberuntungan mereka menempatkannya di tempat yang tidak banyak mendapat cahaya.

Pria itu mengangkat kepalanya dan matanya langsung bercahaya karena senang membuatnya hampir berteriak. Untung saja Fulbert bergerak cepat dan membekap Emery dengan tangannya.

"Dyn," ucap Fulbert.

"Dyn, aku tidak tau jika kau masih hidup. Aku sangat senang melihatmu," kata Emery bahagia.

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang