26. Elfanorth

105 10 0
                                    

Callysta terbangun dari pingsannya. Kepalanya masih terasa pusing seakan ada beban berat yang tergantung di sana. Matanya mulai menjelajahi setiap inci tempat yang telah menampungnya. Ia sedang tertidur di dalam penjara lagi. Uh, Callysta benar-benar membenci penjara.

Penjara itu tidak seperti yang penjara pada umumnya, tapi dindingnya terbuat dari kumpulan akar dan bagian-bagian tumbuhan yang telah dibentuk sedemikian rupa sehingga membentuk bola. Bola-bola itu digantungkan pada ranting-ranting pohon membuatnya melayang-layang saat angin berhembus.

Callysta melihat ketiga temannya juga dalam kondisi yang sama. Satu per satu dari mereka mulai membuka matanya.

"Ah, ya ampun! Kita ada dimana?" Emery terlihat panik melihat dirinya terbangun dalam ruang yang tergantung dan terombang-ambing di dahan pohon.

Kalena dan Fulbert pun terlihat sama kagetnya. Namun, mereka masih bisa mengontrol perasaan mereka hingga tidak mengeluarkan suara pekikan seperti Emery.

"Tidak apa-apa." Callysta mencoba untuk menenangkan teman-temannya. "Kita akan aman selama kita tidak macam-macam."

"Bagaimana kita bisa sampai di sini?" tanya Fulbert sambil memperhatikan sekitarnya. Ia mencoba membuka pintu penjaranya namun gagal. Pintu itu sangat sulit untuk dibuka.

"Entahlah. Sihir, mungkin?" jawab Callysta tidak acuh. Keadaan ini sebetulnya sangat familiar untuk Callysta. Hanya saja ia tidak tahu banyak mengenai sihir di hutan perbatasan yang melindungi negerinya.

"Jadi, apa rencana kita selanjutnya? Jika sambutan mereka saja sudah seperti ini. Bagaimana kita bisa mendapatkan kunci soal kematian Zoikatras?" tanya Kalena di sebelah kiri Callysta. Ia terlihat lebih kalem dari Emery maupun Fulbert.

"Cukup ikuti apa yang mereka inginkan dan kita akan lihat apa yang akan terjadi nanti." Callysta mendesah pelan lalu menyenderkan kepalanya pada sisi penjara. Ia memejamkan matanya sebentar tanpa bermaksud untuk tidur. Kenapa sepertinya ia lebih banyak membuat keputusan sekarang?

Ia melihat Fulbert yang terlihat letih di tempatnya. Ia terlihat kacau, atau mungkin mereka semua memang terlihat kacau. Callysta tersenyum prihatin. Tidak disangka jika dirinya akan menjadi seperti ini. Benarkah perasaannya pada Fulbert sebesar dan senyata ini? Dan kenapa harus dirinya yang terpilih?

Cukup lama mereka duduk terombang-ambing dalam penjara akar mereka hingga beberapa orang datang menghampiri mereka. Eh, bukan. Mereka adalah elf, bagian dari kaum elf yang mereka cari.

Callysta langsung menyiapkan dirinya saat mereka datang. Ia memberi isyarat pada teman-temannya agar diam dan tidak mengatakan apapun. Biar dirinya yang mengurus hal ini.

Ada sekitar lima elf laki-laki dengan dandanan yang hampir serupa. Semuanya memiliki rambut pendek pirang keemasan dan mata sebiru safir.

"Setelah sekian tahun kami tidak mendapatkan tawanan makhluk berakal seperti kalian. Tidakku sangka bahwa kami akan mendapatkannya hari ini," ujar salah satu dari mereka. Para elf itu mengamati mereka dengan minat yang besar.

"Kalian beruntung karena beberapa hari terakhir ini kami sering kedatangan tamu yang tidak diundang. Jika tidak, kalian mungkin akan membusuk di tempat ini. Secara, hidup kalian jauh lebih pendek dari hidup kami." Salah satu dari mereka kembali menimpali. Callysta bisa mendengar nada mengejek dalam perkataannya.

"Nah, sekarang apa tujuan kalian mendatangi hutan kami yang jelas-jelas sangat terlarang bagi kalian?" tanya elf yang pertama berbicara dengan mereka. "Dan ngomong-ngomong namaku
Orrian."

Callysta menatap teman-temannya sekilas, sebelum akhirnya menatap Orrian. "Kami ingin bertemu dengan raja kalian."

Perkataan Callysta sukses membuat kelima elf itu membeku. "Memangnya apa urusanmu dengan raja? Kenapa kau ingin bertemu dengannya?" tanya Orrian. Nada bicaranya berubah setelah mendengar kata raja dari mulut Callysta.

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang