18. Rombongan Ogre

123 11 0
                                    

Kembali berjalan di alam bebas dan merasakan angin membelai dirinya sepertinya akan menjadi hal yang tidak akan pernah dilupakan atau mungkin terakhir kali dirasakan oleh Callysta.

Hentakan kaki-kaki kuda yang telah membawa mereka pergi cukup jauh dari perguruan Ervanthe masih setia mengantar mereka. Sekarang mereka tengah menuju ke Utara. Ke tempat yang mereka yakini akan menemukan sebuah Klan elf yang bernama Elfanorth. Meskipun jalan yang mereka ambil mengambil arah barat laut.

Semak-semak kecil yang tumbuh tidak sampai pinggang orang dewasa seperti tengah menyambut kedatangan mereka. Di sisi sebelah kanannya terdapat jalanan yang lebih rendah dan tebing yang terlihat hijau karena vegetasi.

Namun, disaat semua hal bisa memanjakan matanya Callysta harus kembali teringat jika dirinya mungkin adalah sesuatu yang tabu. Sesuatu yang tidak seharusnya berada di sini. Kaumnya telah dikutuk dan mungkinkah jika ia bisa mencemari tanah ini?

Tidak mungkin, batinnya. Dirinya telan menjadi murni karena cinta yang ia rasakan.

Tapi kau meminum darahnya. Kau membuatnya terluka, apa itu yang namanya cinta? Sebuah suara kembali menyangkal kepercayaan dirinya.

Callysta menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Kumohon hentikan," ucapannya lirih namun tanpa sengaja mengundang perhatian Fulbert.

"Ada apa?" tanya Fulbert khawatir "Apa kau merasa lelah?"

"Hmm... tidak. Maksudku ya, aku perlu istirahat," jawab Callysta terbata-bata. Wajar bukan jika dirinya meminta istirahat sekarang? Secara mereka telah berkuda selama tujuh jam penuh tanpa jeda.

"Baiklah jika kau ingin beristirahat dulu. Sepertinya Fuldys dan Folys juga sudah lelah berjalan. Kita akan mencari tempat yang penuh dengan rerumputan dan membiarkan mereka makan," ucap Fulbert diiringi sebuah seringai di wajahnya.

Fuldys dan Folys adalah nama yang diberikan Fulbert kepada kuda mereka. Keduanya merupakan singkatan dari nama masing-masing, Fuldys untuk Fulbert Dynelios dan Folys untuk Fosateri Callysta.

"Tidak apa-apa jika namanya dirubah sedikit," ujar Fulbert senang. "Yang penting masih singkatan dari namamu."

Callysta sempat protes dengan pemberian nama itu yang terdengar sangat konyol di telinganya tapi ternyata kedua kuda itu suka dengan nama yang diberikan Fulbert yang membuat Callysta tidak punya pilihan selain menyetujuinya.

"Aku kira ini tempat yang sempurna untuk kita," ujar Fulbert sambil turun dari punggung Fuldys. Tempat itu berupa lapangan kecil yang kaya dengan rumput hijau. Ada parit kecil yang berisi dengan air bersih untuk kuda mereka minum dan mengisi botol minuman mereka yang sudah hampir kosong.

"Tempat ini terlalu sempurna," ucap Callysta yang mengikuti Fulbert turun dari kudanya dan membiarkan Folys beristirahat serta makan.

"Aku juga berpikir seperti itu, tapi bukannya tempat ini juga sangat indah? Lihat di sana." Fulbert menunjuk ke sebuah tempat di pinggir tebing. Terdapat sebuah batu besar yang membuat tempat itu terlihat istimewa.

Callysta mengikuti Fulbert yang telah berjalan duluan ke tempat itu. "Lihat kan jika ini sangat sempurna," ucap Fulbert penuh kepuasan. "Sayangnya kita tidak pergi ke sini untuk bermain."

"Kau bisa datang lagi ke tempat ini setelah misi kita selesai," usul Callysta sambil menatap Fulbert. Baju kesatrianya terayun karena hembusan angin membuatnya terlihat lebih anggun dan perkasa.

Untuk sesaat Fulbert tertegun menatap Callysta. "Ya, ide yang bagus," ujarnya. "Tapi bukan aku yang akan kembali ke sini. Kita yang akan kembali."

Callysta merasa tersentuh dengan ucapan tulus Fulbert tapi bagaimanapun sikap Fulbert padanya tidak bisa menjamin hidup Callysta. Fulbert adalah mimpi. Callysta tidak akan meminta apapun lagi selain orang-orang yang ia cintai selamat. Meskipun dirinya harus sekarat pada waktu yang bersamaan.

Lalu, terdengar langkah kaki yang berasal dari jalan di bawah mereka. Ada sekitar selusin ogre yang berjalan di sana. Dengan cekatan, Callysta menarik Fulbert untuk turun dari atas batu dan bersembunyi. Mereka mengintai ogre-ogre itu dari balik batu.

"Kenapa mereka bisa sampai ke sini," umpat Fulbert kesal.

"Mereka bisa ada di mana saja, bukan?" kata Callysta dengan sikap waspada. Matanya masih menatap ogre-ogre itu.

Saat pasukan-ogre meskipun sedikit tapi kekuatannya hampir sama dengan sebuah pasukan-ogre itu melewati jalan di hadapan mereka Callysta sadar jika ada dua manusia yang terseret di dalamnya. Seorang pria dan seorang wanita.

"Lena, Emery. Kita harus menolong mereka," kata Fulbert dan langsung berlari untuk menolong dua orang yang terjebak dalam rombongan ogre itu.

"Fulbert!" panggil Callysta dan ikut berlari mengikuti Fulbert. Ia menarik tangan Fulbert agar berhenti. "Apa kau sudah tidak waras? Kita tidak bisa menolong mereka sekarang," ucap Callysta berusaha untuk menyadarkan Fulbert yang sepertinya sudah mulai kehilangan akal.

"Kita tidak bisa membiarkan ogre-ogre itu menyakiti mereka. Mereka temanku dan aku harus menolong mereka," ucap Fulbert keras kepala.

"Aku tahu dan aku setuju kita harus membantu mereka tapi pikirkan juga situasinya. Kita tidak akan menang melawan mereka sekarang. Kita harus menunggu," ucap Callysta berusaha membuat Fulbert mengerti. "Kau mengerti?"

Akhirnya Fulbert bisa tenang. Ia menuruti perkataan Callysta dan duduk di rerumputan. "Percayalah. Mereka akan baik-baik saja," ucap Callysta mencoba untuk menenangkan Fulbert.

"Kau benar. Aku terbawa emosi," ucap Fulbert sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

Callysta membiarkan keadaan hening sebentar untuk menenangkan Fulbert lalu ia bertanya, "memangnya siapa mereka?"

Mata Fulbert terlihat sayu. Ia teringat dengan kedua orang tuanya yang mungkin telah meninggal sekarang. Malam itu Fulbert tidak ingat pada apapun selain wajah ketakutan ibunya. Seharusnya ia juga memikirkan Kalena dan Emery. Mereka adalah sahabat Fulbert dari kecil meskipun Fulbert tau jika Kalena memiliki perasaan lebih padanya.

"Mereka temanku. Anak dari para bangsawan yang diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam urusan kerajaan. Kami sudah berteman sejak lama," jawab Fulbert.

Emery Prescad sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri. Mereka selalu bersama dan membagi suka duka mereka bersama. Emery adalah tempat yang paling tepat untuk Fulbert dalam membagi masalahnya.

Sedangkan Kalena Wingart, Fulbert tidak tau apa yang ia rasakan padanya. Perasaannya campur aduk, apalagi setelah Kalena menyatakan perasaannya pada Fulbert. Hal itu membuatnya merasa semakin bingung dan akhirnya merenggangkan hubungan mereka berdua.

Callysta bisa melihat jika Fulbert sangat cemas dengan keadaan kedua sahabatnya itu. Ia menggenggam tangan Fulbert. "Kita akan berusaha menyelamatkan mereka. Tenanglah," ucap Callysta lembut.

Fulbert menatap Callysta. "Terima kasih," ucapnya tulus. "Karena mau percaya padaku."

Callysta tersenyum. "Aku sudah memilih jalan hidupku sendiri. Aku percaya padamu."

"Tapi kenapa kau bisa mempercayaiku secepat itu? Apakah kau tidak takut jika aku akan melanggar kesepakatan yang telah kita buat?" tanya Fulbert heran.

Callysta berpikir sebentar. "Aku sudah memilih untuk mempercayaimu dan aku percaya jika kau tidak akan merusak kepercayaan yang telah aku berikan padamu."

"Kenapa kau begitu percaya?" tanya Fulbert masih belum merasa puas.

"Karena jika kau melanggar kesepakatan itu maka usaha yang telah kau lakukan selama ini akan sia-sia. Aku akan menghilang dan kau tidak akan pernah biasa mendapatkanku lagi setelahnya," ucap Callysta sambil menatap mata hijau Fulbert.

Perkataan Callysta membuat Fulbert semakin bingung dan gelisah. Ia tidak ingin membuat Callysta semakin tertekan jadi ia menutupinya dengan senyuman. Gadis ini telah menjadi sesuatu dalam dirinya. Sesuatu yang masih menjadi misteri bagi Fulbert.

"Apakah aku masih tidak diperbolehkan bertanya untuk apa kesepakatan itu dibuat?" tanya Fulbert.

"Tidak," jawab Callysta mantap.

"Huh.... Baiklah," ucap Fulbert pura-tua kecewa yang berhasil mengundang tawa Callysta.

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang