3. Berburu Basilisk

314 31 5
                                    

Treng...Treng...

Suara logam beradu memenuhi udara. Callysta menangkis sebuah serangan yang diberikan kepadanya. Seorang laki-laki yang umurnya tidak jauh lebih tua dari Callysta menyeringai. Senang karena Callyrsta menghadapinya dangan penuh semangat.

"Wah, sepertinya anda sedang sangat bersemangat tuan puteri." Terdengar suara pedang beradu. Pedang mereka berdua saling menyilang. Mata mereka saling melihat tanpa menghilangkan kewaspadaan.

"Kau benar. Karena itu kau harus lebih berhati-hati, Drieus." Mata Callysta bersinar penuh ancaman.

"Aku akan mengingatnya," jawab lelaki itu setengah tersenyum.

Callysta memindahkan pedangnya dan menyerang pemuda itu lebih keras. Peluh membanjirnya, tapi tak sekalipun dia terlihat ingin menyerah.

Pangeran Dustin yang tengah bersiap untuk berburu melihat adiknya yang sedang berlatih. Selama ini dia sangat protektif terhadap keselamatan Callysta. Meskipun dia tau adiknya bukanlah gadis biasa. Ketangguhannya bisa disamakan dengan semua pangeran yang ada. Dia sangat bangga padanya.

Pangeran Dustin tertarik untuk melihat siapa lagi yang akan dibantai adiknya sekarang. Dia berhenti untuk melihat Callysta berlatih. Biasanya dia yang mengajarkan Callysta bermain pedang. Tapi, karena sekarang dia sedang sibuk jadilah Callysta berlatih dengan Drieus.

Drieus cukup dekat dengan anggota istana. Dia adalah anak dari Ramiros, panglima perang Lonaria. Kemampuan yang dia miliki sama hebatnya dengan kemampuan Pangeran Dustin. Beberapa orang yakin bahwa dialah yang akan menggantikan tempat ayahnya nanti. Karena itulah dia dipercaya untuk menemani adiknya berlatih pedang. Karena menurutnya Callysta sendiri sudah mampu untuk menjadi guru.

Laki-laki itu membalas tangkisan Callysta dengan mengayunkan pedangnya ke arah bawah. Dia mengincar kaki Callysta yang tidak terlindungi. Namun, lagi-lagi usahanya gagal. Callysta meloncat dan berguling untuk menghindari serangan yang dilancarkan kepadanya. Sekarang posisinya berada dibelakang Drieus.

Sebelum Drieus bisa berbalik, Callysta memukul punggungnya dengan pangkal pedang. Drieus terjatuh dan mencoba berbalik untuk kembali menghadapi Callysta. Namun, pedangnya terlempar cukup jauh darinya. Saat dia berbalik Callysta langsung menyerangnya dengan menumpukan salah satu lututnya di dada Drieus. Tangannya yang satu menyilangkan pedang di leher pemuda itu.

"Sudah aku bilang agar berhati-hati. Tapi kau tidak mau mendengarkan," ucap Callysta menyeringai.

Senyum kemenangan menghiasi wajah Callysta. Nafasnya terengah-engah karena lelah. Semua itu tidak dirasakan lagi olehnya. Kemenangannya ini bisa di bilang telah menjadi tradisi. Tapi dia tetap tidak bisa mengeyahkan perasaan senang dan puas dalam dirinya. Senang karena akhirnya dia menang.

"Yah, Aku rasa aku akan lebih berhati-hati mulai sekarang," jawab Drieus terengah.

Sebuah tepukan tangan membuat Callysta mengalihkan pandangannya. Pangeran Dustin berdiri tidak jauh darinya, menyunggingkan sebuah senyuman penuh rasa bangga. Callysta membantu Drieus berdiri.

Pangeran Dustin menghampiri mereka. "Bagaiman keadaanmu Drieus?" tanya Pangeran Dustin pura-pura bersimpati. "Aku menyesal Callysta berhasil mengalahkanmu?"

Drieus mengernyit, berlagak menyesal. "Benar. Aku sepertinya terlalu lembut dalam menghadapi adikmu. Tapi, aku berjanji tidak akan mengecewakan anda lagi pangeran."

"Yah, aku rasa janjimu tidak akan ada artinya lagi. Karena bagaimanapun aku tidak akan membiarkanmu menang dari adikku."

Drieus mendesah, pura-pura kecewa. "Kalo begitu, anda juga harus menghadapi saya lain kali."

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang