32. Dwarlion

98 7 0
                                    

Setelah beristirahat selama satu malam Callysta merasa telah kembali siap untuk meneruskan perjalanan yang sempat tertunda. Meski hanya satu malam Callysta tetap saja merasa tidak enak. Karena dirinya, sekarang waktu yang mereka miliki semakin sedikit. Tinggal dua hari satu malam lagi dan mereka bahkan masih belum menemukan apapun.

"Boleh aku masuk?" tanya Paras dari balik pintu. Ia keluar untuk memberikan Callysta kesempatan untuk mempersiapkan diri dan rencananya ia akan memeriksa kembali keadaan Callysta sebelum kepergiaannya.

"Silakan. Aku sudah selesai." Callysta mengaitkan belatinya di pinggang dan berbalik menghadapi pintu untuk menyambut Paras.

"Sepertinya keadaanmu sudah terlihat sangat baik," ucap Paras saat melihat Callysta yang sudah kembali segar dan sehat.

Callysta tersenyum. "Sebenarnya aku memang tidak terlalu membutuhkan seorang tabib. Kondisiku normal bagi seorang illyad yang berada jauh dari Lonaria."

"Mungkin kau memang benar." Paras memeriksa nadi Callysta dalam keadaan duduk. Keningnya berkerut menandakan jika ia sedang berkonsentrasi.

Callysta memperhatikan Paras. Di wajahnya udah mulai terlihat banyak kerutan. Tapi meskipun umurnya sudah tidak muda lagi Callysta mengakui kekuatan pria itu. Callysta yakin jika ia memang seorang ksatria yang entah mengapa memilih tinggal menyendiri di dalam hutan seperti ini.

"Siapa sebenarnya anda Tuan Gilderyn?"

Pertanyaan Callysta cukup untuk mengalihkan perhatiannya. Paras melepaskan tangan Callysta "Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Tidak apa-apa. Hanya ingin tahu," jawab Callysta.

"Aku bukan siapa-siapa dan tidak perlu memanggilku dengan sebutan tuan. Aku terbiasa dipanggil dengan namaku."

Paras melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Callysta kemudian beranjak dari duduknya. "Kau sudah tidak apa-apa. Lain kali kau harus berhari-hari."

Callysta mengangguk. "Terima kasih," ucapnya. "Tapi untuk masalah panggilan aku akan tetap memanggilmu dengan sebutan tuan. Aku ingin meng

Paras kembali menatap Callysta. "Apakah setiap illyad memang keras kepala sepertimu?"

Callysta kembali tertawa, ia mengikuti Paras dan berdiri dari tempatnya. "Kemarin, saat aku jatuh dan tidak sadarkan diri aku bermimpi. Dalam mimpi itu aku bertemu dengan seorang wanita yang cantik sekali dan aku yakin kau tahu siapa wanita itu."

Callysta menatap Paras. "Wanita itu menyampaikan sebuah salam padaku untuk seseorang. Dia tidak mengatakan siapa orang itu tapi aku yakin jika aku memang telah menemukannya. Dia bilang 'jangan terlalu menyesali apa yang telah terjadi. Perpisahan ini adalah takdir dan aku tidak pernah pergi darinya'."

Paras tertegun dengan penuturan Callysta. "Calyns," gumamnya lirih namun masih terdengar oleh Callysta.

"Aku pamit Tuan Gilderyn." Callysta membungkukan badannya dan segera keluar dari tempat itu. Ia yakin jika Paras pasti membutuhkan waktu untuk sendiri.

"Lihatlah siapa yang datang," sorak Emery saat melihat Callysta keluar. "Bagaimana keadaan anda tuan puteri? Aku lihat kau sudah lebih baik."

Callysta hanya tertawa kecil mendengar gurauan Emery. "Aku baik-baik saja. Maaf, sudah membuat kalian semua khawatir dan panik."

"Tidak apa-apa. Setidaknya kita bisa beristirahat sebentar untuk satu malam dengan tenang di sini."

Fulbert mendekati Callysta. "Kau benar-benar sudah merasa lebih baik?" tanyanya memastikan.

Callysta menjawabnya dengan sebuah anggukan. "Tidak apa-apa."

"Sebaiknya kita segera pergi. Kita sudah tidak punya waktu lagi," ucap Kalena.

History of Florean : The Return Of The King MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang