Bab 6

5.5K 363 35
                                    

Syelamat Syiang.....

Entah lagi kena angin apa, saya pengen update siang-siang gini... :D

Typo? Sorry....

Happy reading and enjoy this part.

Don't be silent reader, please.....


==============================

Hans melempar ponselnya kedinding setelah membaca pesan singkat yang ia tebak telah dibaca oleh Noura. Ia berteriak dengan keras yang membuat Pak. Irwan dan Ibu Aisyah yang menunggu didekat pintu kamar cukup kaget. Mereka ingin masuk namun tidak berani karena selama ini mereka memang tidak pernah masuk ke kamar majikannya tersebut. Untuk area pribadi mereka, Noura melarang orang lain untuk masuk kedalam kamar mereka. Noura memilih membersihkan sendiri tanpa menggunakan jasa asisten rumah tangga. Ia tidak mau tempat pribadinya dan Hans dijamah oleh orang lain. Karena itulah, Ibu Aisyah hanya mengatur bagian rumah kecuali kamar pribadi Hans dan Noura.

Andi menatap Pak. Irwan dan Ibu Aisyah yang berdiri didepan pintu kamar dengan wajah yang tampak cemas. Ia masih tidak mengerti apa yang terjadi dengan atasannya itu. Namun dari ekspresi wajah Hans yang terlihat buruk sepanjang perjalanan mereka pulang, Andi merasa ada sesuatu antara atasannya tersebut dengan istrinya.

"Sebenarnya ada apa, Pak. Irwan?" tanya Andi setelah ia ikut berdiri didepan pintu kamar.

"Ibu Noura pergi dari rumah, An. Kami takut kalau terjadi sesuatu sama Bapak. Bapak sepertinya sangat marah." Jelas Ibu Aisyah.

Mereka bertiga dapat mendengar suara keras yang berasal dari benda kayu dan kaca. Mereka langsung mengucap Istighfar sambil mengelus dada. Ekspresi khawatir jelas terlihat diwajah Ibu Aisyah. Mereka bertiga saling tatap, namun mereka tidak ada yang berani masuk kedalam kamar majikannya tersebut.

"Bagaimana ini, Pak? Ibu khawatir sama Pak. Hans." Ibu Aisyah meremas-remas tangannya. Ia tampak begitu gelisah. Pak. Irwan dan Andi juga cukup khawatir walaupun ekspresi mereka masih terlihat tenang.

"Bagaimana kalau kita masuk saja, Bu?" usul Pak. Irwan.

"Tapi Ibu nggak berani, Pak."

"Bapak juga, Bu. Tapi Bapak khawatir dengan Pak. Hans." Mereka bertiga kembali terdiam walaupun raut cemas masih menghiasi wajah mereka. Untuk saat itu mereka hanya bisa saling tatap dan tidak berani berbuat lebih jauh dari menunggu didepan pintu.

Setelah puas mengeluarkan amarahnya dengan memecahkan vas bunga kaca dan meja yang ada didekat tempat tidur, Hans bersandar didinding dengan nafas yang tersengal. Hans dilanda amarah yang besar saat ini. Ia marah pada Noura yang pergi meninggalkannya. Ia marah pada seseorang yang mengganggunya dengan telepon dan pesan singkat. Dan ia juga marah pada dirinya sendiri yang tidak dapat ia jelaskan karena apa. Rasa marahnya berubah menjadi rasa cemas dan khawatir hingga akhirnya perasaan tersebut berubah menjadi rasa takut. Perasaan takut tersebut semakin menjadi-jadi dalam dirinya. Bayangan Noura pergi meninggalkannya bercampur dengan bayangan kepergian Ibunya dan kepergian gadis kecilnya. Bayangan tersebut silih berganti menghantui Hans yang membuat Hans menjerit dan berteriak. Hans tidak bisa lagi mengontrol pikirannya. Ia tidak bisa lagi berpikir dengan jernih dan terus meraung serta berteriak memanggil nama Noura.

Andi, Pak. Irwan dan Ibu Aisyah sangat keget saat mendengar jeritan dan teriakan dari dalam kamar. Mereka bergegas masuk kedalam kamar dan kaget saat mendapati kamar Hans sangat berantakan. Andi bergegas mendekati Hans yang sedang bersandar didinding sambil meneriakkan nama Noura diikuti Pak. Irwan dan Ibu Aisyah.

Anugerah Terindah Yang Pernah KumilikiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang