Bab 24

4.3K 357 46
                                    

Tarik nafas, hembuskan.

Tarik nafas, hembuskan.

Tarik nafas, hembuskan.

Please jangan sekip bagian awal ini. Karena ini penting buat perjalanan hidupnya gadis kecil....

Typo? Ma'af, ya....

Selamat membaca dan jangan lupa dukungannya.... :)

========================

"Kamu baik-baik saja?"

Perempuan muda itu menengok kearah kirinya. Ia melihat sesosok lelaki yang sudah beberapa bulan ini selalu menemaninya. Lelaki yang begitu memperhatikannya dan selalu melindunginya.

"Disini dingin, apa kamu tidak ingin masuk ke kamar?" perempuan muda itu menggeleng. Ia kembali menatap langit malam yang berhiaskan cahaya lampu dari bangunan-bangunan yang ada disekitar taman dekat apartemen.

Hening menyelimuti keduanya. Hanya desiran angin, suara kendaraan dan hingar bingar tempat hiburan malam yang mewarnai kesunyian mereka. Yang satu sibuk dengan pemikirannya sendiri, sedangkan yang satunya sibuk menatap hampir tanpa berkedip. Keduanya terus larut dalam hal yang sama hingga akhirnya mata mereka saling beradu.

Mata perempuan muda itu menampakkan sorot sedih yang begitu terasa bagi Danar, lelaki tersebut. Sorot mata yang juga memancing rasa sedihnya. Danar tidak tahu mengapa, namun ia merasa bisa merasakan setiap raut diwajah perempuan tersebut. Termasuk yang dirasakan perempuan muda itu sekarang.

Danar memajukan tubuhnya tanpa ia sadari. Ia hanya ingin menghilangkan sorot sedih dimata perempuan muda itu. Saraf-sarafnya seolah memerintahkan ia agar lebih dekat dengan perempuan yang sudah sejak beberapa bulan ini ia jaga. Lelaki itu terus memajukan tubuhnya dan terhenti saat tubuhnya bersentuhan dengan tubuh ramping perempuan muda itu.

Danar membiarkan perasaannya menuntun geraknya. Ia membiarkan wajahnya terus mendekati wajah perempuan muda yang terlihat bertanya-tanya namun tidak bisa mengatakannya. Ia melihat mata perempuan muda itu berkedip tiga kali. Bibir merah perempuan muda itu sedikit terbuka seperti ingin berbicara yang membuat lelaki itu menemukan tujuannya. Danar menelan ludahnya. Ia terus memajukan wajahnya dengan pelan dengan tatapan yang terbagi antara mata dan bibir milik perempuan muda tersebut.

Tetapi gerak wajahnya terhenti saat telingnya mendengar perempuan muda itu menyebutkan namanya dengan lirih. Mata Danar mengerjap seperti tengah menyadarkan dirinya sendiri, hingga akhirnya ia sadar akan suatu hal.

"Danar...," lelaki itu langsung memeluk perempuan muda yang kini menangis tersebut. Ia memeluknya dengan erat dan memberikan kecupan hangat dipuncak kepala perempuan muda tersebut.

"Mennagislah jika itu bisa membuatmu lebih baik. Aku disini untukmu."

Hati Danar juga merasa sakit mendengar isak tangis perempuan muda itu. Batinnya juga merasa marah pada lelaki yang membuat perempuan muda itu menjadi menangis seperti sekarang. Jika ia mengikuti emosinya, ia ingin sekali memukul habis-habisan lelaki yang membuat perempuan dipelukannya tersebut menangis.

"Danar...," lelaki itu menunduk mendengar namanya disebut lirih. Matanya menatap dalam manik mata yang berhiaskan air mata tersebut.

"Ada apa, Awan?"

"Tolong jangan tinggalkan aku. Aku takut." Mata Danar berkedip beberapa kali. Lalu senyumnya mengembang, tangannya bergerak mengelus kepala perempuan muda tersebut.

"Tanpa kamu pinta sekalipun, aku tidak akan meninggalkanmu, Awan."

===ZZZ===

Perempuan muda itu duduk di kursi santai yang ada diberanda apartemennya. Sudah tiga hari sejak kejadian itu, ia belum mendengar kabar Hans. Sejak kedatangan Noura, perempuan berperut buncit yang datang berlinang air mata itu, perempuan muda itu tidak pernah lagi menghubungi Hans ataupun Hans yang lebih dulu menghubunginya.

Anugerah Terindah Yang Pernah KumilikiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang