***
3 hari kemudian..
"Bagaimana di sana? Sehat-sehat saja, kan?"
"di sini indah."
"Indah dengan kemacetan ya, Mas?" Anna tertawa rusuh, terdengar Hikam yang protes di seberang sana.
Anna sedang menelepon Hikam, sudah tiga hari calon suaminya di Jakarta dan sesekali Hikam mengirim kabar di sela-sela kesibukannya.
"Aku akan membawamu ke suatu tempat yang jauh lebih indah dari semua ini setelah menikah nanti."
"Kemana itu?" tanya Anna penasaran.
"Ke syurga. Kita akan bercinta di sana, tempat yang kekal untuk hamba-Nya yang bertaqwa."
Jawaban yang sukses membuat Anna blushing. Anna lega percakapan itu hanya via telepon saja. Jika tidak, Anna akan ditertawakan oleh pria itu karena melihat rona-rona merah di pipi Anna saat ini.
"Jangan gombal, Mas."
"Ha ha ... kau blushing ya?"
"Mas!" Anna protes.
Meskipun hati Anna belum sepenuhnya tertaut padanya. Anna pasrahkan semua kepada-Nya karena hanya Dia-lah yang Maha membolak-balikan hati.
"Sudah dulu ya ... mas mau ngajar, kamu jangan lupa shalat. Assalamualaikum."
"Iya, Mas, waalaikumsallam." panggilan pun di akhiri.
Anna masih saja senyum-senyum sendiri setelah percakapannya dengan Hikam berakhir. Belum menjadi suami saja Hikam sudah parah begitu, bagaimana nanti jika sudah menjadi suami? Aish ... Anna mengenyahkan pikiran ngawurnya dia jadi malu sendiri.
Sementara itu....
Sudah Tiga hari Hikam di Jakarta, dan selama tiga hari itu pula Salma menyendiri di asrama, bahkan tak jarang dirinya menangis sendirian.
Salma sudah lelah dengan tangisannya, tak jarang matanya sembab setiap kali beradu pandang dengan cermin, wajahnya pias dan bibirnya pucat. Salma memang terlihat baik-baik saja dari luar tapi dari dalam dia persis seorang pesakitan yang tinggal menunggu ajalnya datang.
Pria itu memang bukan jodohnya meskipun dia pernah mencintainya.
Kali ini Salma berhadapan lagi dengan cermin yang sudah beberapa hari ini dibencinya. Di sana tergambar jelas raut wajahnya yang pucat, matanya sembab dan memerah karena setiap hari dia menangis, Salma terlihat kurus nafsu makannya menurun begitu pun kesehatannya. Ummu Hikam saja heran dengan perubahan Salma.
"Bagaimana melupakannya? Dia sudah memiliki wanita lain, menyentuh kehidupannya? Memangnya siapa aku? Aku tak berhak."
Salma terus saja meracau di depan cermin seperti orang sakit. Bagaimana mungkin cinta bisa membuatnya segila itu? Cinta benar-benar membutakannya bahkan sejelek apapun sifat Hikam dia akan tetap mencintainya.
Harapan yang berlebihan itu membuat Salma menjadi seperti sekarang. Itulah kenapa Allah memisahkan Salma darinya. Cinta bukan untuk di paksa, cinta lahir dari keikhlasan. Jika memang bukan jodoh mau sekuat apapun usaha Salma mendapatkannya, Hikam takkan pernah kembali padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Bermata Bening
Duchowe"Meninggalkannya dengan satu alasan memenuhi perintah Allah. Hal inilah yang memang harus aku jalani, dan aku pilih dari dulu sebagai seorang muslimah. Lebih baik mencintai dalam diam dan memperbaiki diri demi seorang imam yang dipilihkan Allah untu...