***
Salma masih terisak membelakangi Rafa, keduanya terdiam seribu bahasa, hanya suara Salma yang masih terisak menahan tangisnya yang terdengar jelas.
Tak jauh dari sana, gadis berjilbab biru menatap interaksi keduanya sejak tadi. Gadis itu tertunduk sesaat ia merasakan perasaan yang sama, perasaan saat masih mencintai Fadhil.
Ia sudah mendengar semuanya. Ia sudah mengetahui sekarang siapa sosok yang di kagumi Salma, sosok yang membuat air mata gadis lugu itu keluar dengan derasnya. Dan lebih menyakitkan orang itu adalah Hikam calon suaminya sendiri.
Ada rasa sakit yang menohok hatinya. Ia bagai membangun istana megah di atas langit, lalu melayang dan jatuh kebawah tanpa pusaran serta batasan. Hatinya perih.
Apa ini akhirnya??
Anna harus merelakan Hikam untuk Salma? Setelah semua perjuangan yang ia lalui, hanya demi mempertahankan Hikam di dalam hatinya. Tapi, bukankah sesuatu yang sudah di takdirkan untuk kita takkan menjadi milik orang lain?Anna menghapus pelan cairan hangat yang mengalir di pipinya,
Ia lalu berbalik meninggalkan kedua orang itu tanpa suara sedikit pun.
Apa arti kehadiran Anna di hidup Hikam, jika itu menorehkan luka dihati orang lain? Itulah yang ada di benak Anna. Ia bertanya-tanya apakah harus seperti ini kisah cintanya?Terluka (lagi).
Anna merasa berdosa telah menyakiti Salma. Ia juga merasa bersalah telah merebut Hikam darinya. Tapi, bukankah Hikam sendiri tak mengetahui perasaan Salma sedikit pun dan mengapa Anna harus merasa bersalah?
"Mas ...."
"Ada apa Anna?"
"Boleh aku bicara?"
"Bicaralah, ada apa?" Jawab Hikam.
Anna diam beberapa saat. Mencoba memilih kata-kata yang tepat, meski itu terasa pahit untuk di ucapkan.
"Apa Mas berpikir untuk membatalkan lamaran ini?
Kedua alis Hikam berkerut mendengar kalimat Anna. Ia tak mengerti kemana arah pembicaraan gadis itu.
"Maksudnya apa?"Aku ...." Anna menggantung kalimatnya, mata Anna berkaca-kaca berusaha menahan tangis.
"Apa? Apa karena keadaanku yang sekarang berada di kursi roda begini?" Potong Hikam saat Anna terdiam cukup lama.
"Tidak, bukan seperti itu. Banyak sekali cobaan yang kita lalui, Mas." Anna berusaha terlihat tegar meski Hikam masih belum paham apa yang dimaksud Anna barusan.
"Apa kau tak percaya pada Allah? Jika ia memberikan cobaan pada kita. Artinya Allah mencintai kita, kita harus berprasangka baik kepada-Nya, Anna."
"Bukan karena aku tak percaya, Mas. Namun, ada yang lain. Ada seseorang yang begitu lama mengagumimu dan menjaga hatinya untukmu dan aku tak ingin ia merasa tersakiti karena perasaan yang mungkin menyiksanya. Jatuh cinta dalam diam itu lebih sakit dari sekedar patah hati."
Air mata itu lolos di hadapannya. Hikam terdiam mendengar kalimat Anna otaknya berusaha mencerna maksud dari sikap Anna yang mendadak ingin membatalkan lamarannya. Padahal semuanya sudah dipersiapkan jauh-jauh. Apa ini artinya Hikam dan Anna memang tak berjodoh?
"Apa maksudmu, Anna? Siapa yang kau maksud? Jadi kau rela membatalkan lamaran ini hanya karena perasaan wanita lain padaku? Aku tak mengerti." Hikam memalingkan wajahnya. Senyum bahagia yang sejak tadi terukir di bibirnya musnah begitu saja.
"Wanita mana yang tidak terluka karena merelakan orang yang di cintainya bersama orang lain, Mas? Tidak ada ... Tidak juga Anna."
Tangis Anna pecah. Sesak yang sedari awal ia tahan akhirnya tumpah.Harga diri Hikam terluka.
"Lalu bagaimana dengan hatimu?
Bagaimana dengan perasaanmu? Kau sama sekali tak mengerti, Anna, cobalah syukuri apa yang Allah berikan padamu.""Aku mensyukuri kehadiranmu di hidupku. Aku bersyukur, selalu bersyukur, betapa aku merasa Allah padaku sedang begitu cinta. Bagiku dan bagimu. Tapi, tidak bisakah kau pikirkan perasaan satu orang di luar sana? Ia yang mencintaimu dalam diamnya. Ia yang slalu mendoakanmu dalam tiap sujudnya." Anna masih tetap dalam pendiriannya. Hikam serba salah.
Ada rasa kecewa di dalam tatapan mata Hikam pada Anna dan tanpa permisi. Pemuda itu memutar kursi rodanya meninggalkan Anna.
"Maafkan aku, Mas." Lirihnya. Tapi Hikam tidak peduli. Hatinya kecewa luar biasa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Bermata Bening
Spirituale"Meninggalkannya dengan satu alasan memenuhi perintah Allah. Hal inilah yang memang harus aku jalani, dan aku pilih dari dulu sebagai seorang muslimah. Lebih baik mencintai dalam diam dan memperbaiki diri demi seorang imam yang dipilihkan Allah untu...