***
Anna sedang menikmati desiran angin di jendela kamarnya, angin itu meniup pelan jilbabnya seirama dengan gerakan pohon belimbing yang dekat dengan jendelanya. Menciptakan kesejukan bagi yang merasakan.
"Neng, sedang apa?" Ayash masuk ke dalam kamar adiknya, pemuda itu jika sedang bosan di kamar dia akan bertamu ke kamar Anna untuk sekedar mengobrol. Ck, itu enaknya punya kakak yang dewasa.
"Santai, Aa kenapa? Bosen?"
"Begitulah."
"Ck." Anna berdecak, "ngapalin Quran aja, A. Biar tenang."
Ya, setiap hari pasti Ayash mengajak adiknya untuk mengulang hapalan. Ayash sudah hapal 27 juz sekarang, karena itu ia terus mengikat hapalannya agar tak lepas. Tak semua orang di anugerahi kemampuan itu. Qur'an itu selain di baca tapi juga harus di taddaburi, di pahami, dan puncaknya di amalkan.
"Setelah kamu menikah, Aa akan berangkat ke luar negeri."
Anna menoleh begitu Ayash berkata demikian. Kenapa secepat itu?
"Kenapa secepat itu, A?" tanya Anna, nyaris menangis.
"Jangan menangis. Aa akan kuliah di sana, nanti juga pulang. Ya Allah, kamu gak akan sendirian. Sudahlah."
Ayash berusaha menenangkan adiknya. Gadis itu menangis di pelukan kakaknya. Anna paling manja dengan Ayash, karena itu mendengar Ayash akan berangkat ke luar negeri membuat Anna sedih. Rasanya seperti kehilangan sesuatu yang berharga.
"Nanti, taatlah pada Allah dan suamimu ya, jangan lagi ada kesedihan seperti hari ini. Kecuali kesedihan karena mengingat dosa-dosa."
Anna tak menjawab, masih sibuk dengan tangisnya. Tiba-tiba ponsel Anna berbunyi tanda panggilan masuk. Anna tak mau mengangkatnya, ia masih sibuk menangis Ayashlah yang menjawab telepon tersebut.
"Assalamualaikum. Siapa?"
"Waalaikumsalam. Maaf. Apa ini keluarga bapak Hikam?"
suara seorang wanita di telepon itu membuat Ayash kaget beberapa saat. Dibujuknya Anna agar diam dari tangisnya karena sibuk menerima telepon.
"Benar, ini siapa?"
"Maaf. Saudara bapak kecelakaan, dia sekarang berada di rumah sakit kami."
Ayash merasa seolah langit runtuh menimpa dirinya. Anna yang melihat ekspresi kakaknya langsung was-was. Entah kenapa perasaannya tak tenang.
"astagfirullah. Ba-baik saya segera ke sana. Tolong sms-kan alamatnya," kata Ayash panik.
"Aa ada apa?"
Ayash menatap adiknya dengan wajah sedih. "Hikam ... di-dia.. dia kecelakaan."
"Inallilahi!"
Tubuh Anna limbung nyaris terkapar di lantai kalau saja Ayash tidak segera menangkap tubuh adiknya. Suasana haru itu kini berubah panik. Di bukanya sms dari suster yang tadi. Kemudian berlari keluar kamar setelah meletakan Anna di ranjangnya.
Ayash harus memberi tahu keluarganya dulu. Bertahanlah Hikam!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Bermata Bening
Spiritual"Meninggalkannya dengan satu alasan memenuhi perintah Allah. Hal inilah yang memang harus aku jalani, dan aku pilih dari dulu sebagai seorang muslimah. Lebih baik mencintai dalam diam dan memperbaiki diri demi seorang imam yang dipilihkan Allah untu...