Chapter 37 : Rahasia-Nya

46.9K 2.5K 25
                                    


2 tahun kemudian..

Brugh!

"hhuuuaaaa ... Umii ...."

Tangisan seorang anak perempuan membuat Anna menoleh. Seorang gadis kecil tengah menangis di atas rumput dekat ayunan. Gadis kecil berjilbab merah muda itu terisak memegangi lututnya yang luka.

"Aish, kenapa, sayang?" Anna berjongkok mendekati gadis kecil itu. Di angkatnya gadis berusia enam tahun itu, menggendongnya ke bangku taman untuk mengobati lukanya.

"Sakit ... Huhuhu ...."

Anna mengeluarkan plester luka dari saku gamisnya yang berwarna biru. Di tiupnya pelan luka di lutut gadis kecil itu sembari menempelkan plester di sana.

"Sudah, tidak apa-apa nanti sembuh. Jangan lari-lari, Nak." Anna menghapus air mata di pipi tembam gadis itu.

"Anisa."

Suara berat seorang pria membuat Anna terenyak. Lelaki itu tengah berdiri di hadapannya. Suara itu. Anna mengenalnya.

Dia...

Pandangan keduanya bertemu begitu saja. Rasa rindu yang telah terkubur sejak lama kini telah nampak lagi ke permukaan seakan ada sesuatu yang berusaha menggalinya kembali.

"Anna?"

Lelaki itu Hikam. Anna menundukan kepalanya merasakan sesak yang dulu sempat dirasakannya. Dua tahun bukan waktu yang singkat untuk melupakan segalanya.

"Anisa, kamu kenapa, Nak?"

Suara tak kalah familier itu kembali membuat dada Anna sesak. Salma mendekati gadis kecil yang dipanggil Annisa barusan, membawa gadis itu dalam gendongannya.

Anna kaget melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Apakah Hikam sudah menikahi Salma dan gadis kecil itu adalah buah cinta mereka? Anna selalu berusaha melupakan Hikam. Namun, Hikam dengan cepat mampu melupakanya. Rasanya tidak adil.

"Anna apa kabar?" Tanya Hikam.
Matanya menyipit seketika ketika ia tersenyum. Katakan saja Anna lancang menatap matanya. Tapi jujur aku Rindu. Dosakah?

"Alhamdulillah, baik." Anna ikut tersenyum kecil.

"Kak Anna sedang apa di sini?" Tanya Salma.

"Bermain. Aku sering menghabiskan waktu di sini bersama anak kecil." Anna menjawab dengan tawa kecilnya membuat hati Hikam seketika berdesir.

Dua tahun bukan waktu yang singkat untuk menghapuskan Anna dalam pikiran Hikam dan sekarang Hikam harus menerima kenyataan kalau dia gagal move on karena di pertemukan kembali dengan gadis itu.

Kalau kalian mengira Hikam sudah menikah. Kalian salah.
Sampai saat ini belum ada seorang wanita pun yang masuk ke dalam hatinya. Entahlah. Hikam seolah menutup hatinya. Menutup perasaannya pada semua wanita yang menawarkan hati lebih dulu padanya. Semua karena Anna.

Hikam tahu ini memang bodoh.
Namun, ia tak bisa berbohong jika separuh hatinya masih tertinggal bersama Anna, dan Hikam masih mengharapkan ia kembali.

"Pulang." Anisa memberontak di gendongan Salma. Gadis itu permisi pada keduanya untuk pergi lebih dulu memberikan ruang untuk Hikam dan Anna melepas rindu di sana.

Hati Anna terasa ngilu melihatnya. Ingin rasanya ia menangis di depan Hikam, tapi ia tak boleh egois, karena dirinyalah Hikam terpuruk begitu dalam. Anna pun harus bangkit, mengharapkan sesuatu yang takan terjadi itu takkan ada gunanya.

"Kak Ayash apa kabarnya? Sudah menikah?" Hikam membuka obrolan membuat Anna mendongak menatap lelaki itu sekilas.

"Alhamdulillah. Belum, Kak Ayash belum menikah."

"Rasanya aneh kalau mendengar dia belum menikah juga." Hikam terkekeh dengan kalimatnya barusan.

---------

Hikam keluar dari dalam masjid sembari memainkan ponselnya. Pemuda itu terlihat cuek sampai tak memperhatikan seseorang di depannya.

Duk.

Bahu hikam bertabrakan dengan seseorang kedua orang itu menoleh kemudian saling memasang wajah kaget.

"Hikam."

"Ayash."

Keduanya tersenyum kemudian berjabat tangan. Tak di sangka mereka akan bertemu kembali di masjid ini setelah dua tahun lamanya tak saling sapa. Ayash dan Hikam pun memilih untuk mengobrol di bangku taman yang tak jauh dari masjid.

"Apa kabar bro? Sehat?"

"Alhamdulillah, kau sendiri bagaimana kabarnya?"

"Alhamdulillah," jawab Ayash.

Keduanya sibuk mengobrol sampai akhirnya Ayash tiba ke inti permasalahan. Ada yang ingin ia tanyakan pada Hikam perihal Anna yang begitu saja memutuskan lamaran Hikam tanpa alasan. Anna bukannya tak punya alasan hanya saja ia merasa tidak mampu menjelaskan alasannya.

Karena itu, Ayash ingin mengetahui alasannya dari Hikam langsung. Bukan maksud Ayash untuk mengorek masa lalu menyakitkan pemuda itu. Ia hanya ingin kejelasan.

"Begitu ceritanya." Hikam mengakhiri ceritanya.

"Adik gue emang gak bisa di tebak perasaannya," jawab Ayash geleng-geleng kepala mendengar alasan kepergian Anna.

Ayash mulai mengerti Anna masih trauma dan dia seolah melihat dirinya di diri salma sama seperti saat kehilangan Fadhil.

"Lo udah nikah?" Tanya Ayash pada Hikam pemuda itu terkekeh.

"Belum sih."

"Lo harus nikah, Kam. Lo nunggu siapa emangnya?"

"Dia."

"Adik gue?"

"Ya."

Ayash maklum dengan Hikam yang gagal move on. Pemuda itu menghela napas gusar. Sesungguhnya, Ayash pun ingin Hikam kembali dengan adiknya. Namun, apa dayanya? Memaksa Anna untuk menerima Hikam lagi? Ayash tidak sejahat itu.

"Datang ke rumah gue nanti malem, ya. Bro." Ayash akhirnya bersuara setelah sibuk berpikir panjang.

"Ada apa?" Tanya Hikam ragu.

"Lo harus gentle. Jangan mau dibayangi masa lalu yang membuat lo ngerasa bersalah terus. Inget, jika lo cinta sama Anna, lo harus berusaha memilikinya kembali. Emang sih, sekuat apapun kita berusaha jika bukan jodoh kita, pasti takkan menyatu juga. Tapi, anggap saja ini ikhtiar terakhir lo. Entah nanti hatinya akan terbuka atau tidak."

Hikam mengangguk menanggapi ucapan Ayash. Pemuda itu berada di satu kondisi yang serba salah. Ingin mempertahankan atau berhenti berjuang. Susah melepaskan namun dalam hati Anna tak ada lagi ruang baginya.

***

Bidadari Bermata BeningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang