Prolog

229K 8.6K 113
                                    

***

Senja hari ini begitu berbeda.
Cairan bening dari langit turun serempak sejak pukul empat sore. Diawali gerimis sampai turun hujan deras, dan belum menunjukan tanda-tanda akan reda. Tiap derainya seakan tidak bosan untuk terus membasahi daratan bumi Allah ini.

Seorang gadis berjilbab biru tengah berdiri di sebuah halte bus, sembari menunggu hujan reda ia memainkan butiran air yang jatuh dari atap. Menampung rintik air di telapak tangannya.

Ketika sedang asyik bermain dengan rinai hujan, seorang pemuda bertubuh tegap ikut berteduh di halte.  Gadis itu menghentikan keseruannya, dilihat dari sudut mata. Pemuda itu sibuk menepuk bajunya yang basah terkena hujan.

"Permisi, numpang berteduh."

Pemuda itu tersenyum ramah, kemudian menunduk lagi. Pakaian yang dikenakannya sedikit basah, mungkin dia kedinginan.

"Iya, Kak," jawabnya, gadis itu menunduk malu.

"Anna nunggu bus juga?"

Gadis yang dipanggil Anna itu menoleh kemudian menggeleng. "Tidak Kak Fadhil, Anna nunggu yang jemput."

"Oh ya."

Suasana kembali hening.

Keheningan berlangsung cukup lama dan hujan belum juga reda. Anna berusaha melawan rasa dingin dengan udara yang menerpa, ditambah kehadiran sosok pemuda yang berdiri tak jauh darinya. Jantung gadis itu berdetak kencang. Sosok yang ia kagumi berada tepat di sebelahnya.

Fadhil Khairullah namanya.
Sosok lelaki shalih yang ia sukai sejak lama, yang paling Anna kagumi darinya adalah Fadhil mampu mengkhatamkan hafalan Qur'an 30 juz dalam waktu lima bulan. Calon suami idaman, memang.

Kagum adalah satu kata yang mewakili perasaan Anna padanya. Anna hanya bisa melihat Fadhil dari jauh, tanpa ada keberanian untuk menyapa dari dekat. Bagaimana bisa Anna menyapa, kalau lidahnya selalu kelu jika berada tepat di hadapannya. Seperti saat ini.

"Pondok libur, ya, tapi jangan lupakan kewajiban di rumah," tiba-tiba Fadhil bersuara membuyarkan lamunan Anna beberapa saat tadi.

"Iya Kak, di pondok cari ridha guru. Di rumah cari ridha orang tua." Anna menyahut kikuk.

"Mumtaz!" seru Fadhil, "hehe."

Anna senyum-senyum sendiri. Fadhil tak hanya baik, ia juga bersahabat dengan siapa saja, jadi apakah Anna salah memiliki perasaan seperti ini padanya?

Tak lama kemudian sebuah bus berhenti tepat di depan keduanya. Fadhil pamit sebentar kepada Anna sebelum pulang, pemuda itu masuk ke dalam bus menerobos hujan.

Anna tersenyum kecil melihatnya. Sosok Fadhil perlahan menghilang seiring laju bus yang membawanya pergi. Ia beristighfar dalam hati ketika membayangkan lelaki itu.

Mobil jemputannya sudah datang, Anna melambaikan tangan pada sosok yang ia lihat di kaca mobil. Anna pun berlari menerobos hujan menuju mobilnya.

***

Respon selalu di tunggu untuk kelanjutan cerita.

Bidadari Bermata BeningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang