Bab 2. Berlalunya Dua Sahabat Kekal

4.4K 50 4
                                    

Ternyata Pauw-sie mendapati bahwa orang itu belum mati dan pundaknya menancap sebatang anak panah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ternyata Pauw-sie mendapati bahwa orang itu belum mati dan pundaknya menancap sebatang anak panah. Batang patah juga berlepotan darah.

Nyonya ini bernama Sek Yok, nama ini tepat sama sifatnya, yang selalu berhati murah. Nama itu pun berarti "menyayangi yang lemah". Begitulah diwaktu masih kecil, jikala ia melihat burung gereja atau ayam terluka, atapun kutu seperti semut, tentu ia mengobatinya, sampai binatang itu sembuh, kalau tidak, ia buatnya berduka. Karena ini, dikamarnya ia rawat banyak kutu. Sifat ini tidak berubah sampai ia menikah, dari itu kebetulan untuknya Yo Tiat Sim, suaminya tidak menentangi padanya, maka juga di belakang rumahnya ia ada pelihara banyak burung dan binatang peliharaan lainnya. Suatu sifat lagi ialah Pauw-sie tidak tega menyembelih binatang piaraannya untuk suaminya dahar ayam, ia sengaja beli di pasar, ayamnya sendiri ia pelihara hingga matinya ayam itu.

Demikian kali ini, melihat orang terluka parah timbul rasa kasihannya, walaupun ia tahu orang bukannya orang baik-baik. Cuma bersangsi sejenak, lantas ia lari pulang, niatnya untuk mengasih bangun suaminya. Tiat Sim lagi tidur nyenyak, mungkin disebabkan mabuk arak, ia tak mendusin kendati istrinya sudah gonyang-gonyang tubuhnya.

Pauw-sie menjadi sibuk. Ia tahu orang perlu lekas ditolongi. Akhirnya dengan terpaksa ia ambil obat-obatan suaminya, dengan bawa pisau kecil dan sepotong cita, juga arak yang hangat, ia kembali pada si luka. Biasa merawat binatang, ia jadi juga bisa merawat orang luka. Begitu setelah belek sedikit daging di dekat panah nancap, dengan sekeras tenaga, ia cabut anak panah itu. Si luka menjerit, lalu pingsan. Panahnya tercabut, darahnya muncrat mengenai bajunya si nyonya.

Dengan hati memukul sendirinya, Pauw-sie lantas obati luka itu, ia bungkus dengan rapi.

Selang sekian lama, si luka sadar pula, tapi ia sangat lemah, rintihannya pun sangat perlahan.

Pauw-sie tidak kuat angkat tubuh orang, tetapi ia dapat akal, ia pulang untuk ambil sehelai papan pintu, ia letaki itu diatas salju, lalu ia tarik orang ke atas papan itu, lantas ia tarik sekuat-kuatnya. Ia tempatkan si luka di gudang kayu.

Sampai ia telah salin pakaian, hati Pauw-sie masih belum tentram betul. Ia masak daging kuwah semangkok, lalu ia bawa ke belakang. Hari sudah gelap, ia bawa lilin. Sejak di depan pintu gudang, ia sudah dengar suara bernapas perlahan. Jadi orang itu tidak mati. Ia masuk ke dalam, ia berikan daging kuwah itu.

Si luka makan sekira setengah mangkok, lalu ia batuk-batuk keras.

Dengan bantuan api lilin, pauw-sie awasi muka orang. Ia dapatkan satu pemuda yang tampan, hidungnya mancung. Karena tangannya gemetar, tanpa ia merasa ia kena bikin tetesan lilin jatuh ke muka orang itu, yang lantas buka kedua matanya. Kaget ia akan lihat si nyonya cantik, sinar matanya jernih, kulitnya merah dadu.

"Apa yang kau rasakan baikan?" Pauw-sie toh menanya. "Mari makan habis daging kuwah ini....."

Orang itu ulur tangannya, akan sambuti mangkok, tetapi ia lemah, hampir ia bikin mangkok itu terlepas. Maka terpaksa Pauw-sie bawa mangkok itu kemulutnya.

Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang