Bab 49 - 50

2.1K 32 1
                                    

Bab 49. Pertempuran di dalam rumah makan

"Sungguh berbahaya!" kata Kwee Ceng perlahan. "Jikalau tidak ada kau, tidak dapat aku mengendalikan diri, dan itu artinya bahaya..."

"Masih ada enam hari dan enam malam, kau mesti janji akan dengar kata aku," kata si nona.

"Kapannya pernah aku tidak dengar kau?" Kwee Ceng menanya sambil tertawa.

Oey Yong tersenyum, lalu ia miringkan kepalanya.

"Nanti aku berpikir," katanya.

Dari atas mulai bersorot sinar matahari, maka terlihatlah muka Oey Yong yang merah dadu, yang cantik manis, sedang di lain pihak, Kwee Ceng tengah memegangi tangan orang yang halus lemas, tanpa merasa, dadanya memukul. Maka lekas-lekas ia menenangi diri, walaupun begitu, mukanya merah. Ia jengah sendirinya.

Sejak mereka bertemu dan bergaul, belum pernah Kwee Ceng memikir seperti sekali ini terhadap si nona, dari itu ia menyesal sendirinya dan menyesali dirinya juga.

"Eh, engko Ceng, kau kenapa?" tanya Oey Yong. Ia heran menampak perubahan mukanya si anak muda.

"Aku bersalah, mendadak saja aku memikir...aku memikir..."

Pemuda itu tunduk, perkataannya berhenti sampai di situ.

"Kau memikirkan apa sebenarnya?" si nona menanya pula.

"Tetapi sekarang aku sudah tidak memikir pula."

"Tadinya kau memikir apa?"

Kwee Ceng terdesak.

"Aku memikir untuk merangkulmu, menciummu..." karena terpaksa ia mengaku. Sebagai seorang jujur, tak dapat ia berdusta.

Mukanya si nona bersemu merah. Ia berdiam. Justru itu ia nampak semakin menggiurkan.

Melihat orang diam saja dan bertunduk, Kwee Ceng menjadi tak enak hati.

"Yong-jie, kau gusarkah?" ia menanya. "Dengan memikir demikian, aku jadi buruk seperti Auwyang Kongcu..."

Tiba-tiba si nona tertawa.

"Tidak, aku tidak gusar!" sahutnya. "Aku hanya memikir, di belakang hari, kau akhirnya bakal merangkul aku, mencium aku, bahwa aku bakal jadi istrimu!"

Mendapat jawaban itu, lega hatinya Kwee Ceng.

"Engko Ceng," kemudian si nona tanya. "Kau memikir untuk mencium aku, adakah hebat pikiranmu itu?"

Kwee Ceng hendak memberikan jawabannya ketika ia menundanya. Tiba-tiba terdengar tindakan kaki cepat dari dua orang, yang terus masuk ke dalam rumah makann disusuli suara nyaring dari Hauw Thong Hay, "Aku telah bilang, di dunia ini ada setan, kau tidak percaya!"

"Apakah itu setan atau bukan setan?" terdengar suaranya See Thong Thian. "Aku bilang padamu, kita sebenarnya bertemu dengan seorang pandai!"

Oey Yong lantas saja mengintai, maka ia melihat muka Huaw Thong Hay berbelepotan darah dan bajunya See Thong Thian robek tidak karuan.

Melihat dua saudara seperguruan itu rudin demikian, Wanyen Lieh dan Yo Kang menjadi heran. Mereka lantas menanyakan sebabnya.

"Nasib kita buruk," menyahut Hauw Thong Hay. "Tadi malam di dalam istana kita bertemu hantu, sepasang kuping aku si Lao Hauw telah kena ditabasnya kutung."

Wanyen Lieh melihat kupingnya Thong Hay itu, benar lenyap dua-duanya. Ia menjadi heran sekali.

"Masih ngoceh saja!" See Thong Thian menegur. "Apakah kita telah tidak cukup memalukan?!"

Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang