Bab 41 - 42

2.3K 39 1
                                    

Bab 41. Pergulatan di tengah laut

Belum ada satu jam sejak berlalunya kedua ekor rajawali, Auwyang Hong kembali mengatur meja perjamuan makan di muka perahu di bawah tiang layar. Untuk ke sekian kalinya ia memancing supaya Ang Cit Kong dan Kwee Ceng tidak dapat menahan lapar dan nanti terpaksa turun untuk dahar pula.

Menyaksikan lagak orang itu, Cit Kong tertawa.

"Di antara empat yaitu arak, paras elok, harta dan napsu, aku si pengemis tua cuma menyukai satu ialah arak!" ia berkata. "Dan kau justru menguji aku dengan arak! Di dalam hal ini, latihanku menenangkan diri ada sedikit kelemahannya.... Anak Ceng, mari kita turun untuk menghajar mereka kalang kabutan. Setujukah kau?"

"Baiklah sabar, suhu," Kwee Ceng menyahuti. "Burung rajawali sudah membawa surat kita, sebentar mesti ada kabarnya, sebentar pasti bakal terjadi suatu perubahan."

Cit Kong tertawa. Ia nyata suka bersabar.

"Eh, anak Ceng!" ia berkata, "Di kolong langit ini ada suatu barang yang sari atau rasanya paling tidak enak, kau tahu apakah itu?"

"Aku tidak tahu, suhu. Apakah itu?" sahut sang murid sambil balik menanya.

"Satu kali aku pergi ke Utara," berkata sang guru, memberi keterangan, "Di sana di antara hujan salju besar, aku kelaparan hingga delapan hari. Jangan kata bajing, sekalipun babakan kayu, tak aku dapatkan di sana. Dengan terpaksa aku menggali sana dan menggali sini di dalam salju, akhirnya aku dapat menggali juga lima makhluk berjiwa. Syukur aku si pengemis tua berhasil mendapatkan makhluk itu, dengan begitu jadi ketolongan untuk satu hari itu. Di hari kedua, aku beruntung mendapatkan seekor serigala hingga aku dapat gegares kenyang."

"Apakah lima makhluk bernyawa itu, suhu?"

"Itulah cianglong dan gemuk-gemuk pula!"

Mendengar disebutkannya nama binatang itu, Kwee Ceng belenak sendirinya, hingga hendak ia muntah-muntah. Cit Kong sebaliknya tertawa terbahak-bahak. Karena sengaja ia menyebutkan binatang paling kotor dan paling bau itu untuk melawan napsu dahar yang merangsak-rangsak mereka yang disebabkan harum wangi arak dan lezat yang tersajikan di kaki tiang layar itu.

"Anak Ceng," berkata pula Cit Kong, "Kalau sekarang ada cianglong di sini, hendak aku memakannya pula. Cuma ada serupa barang yang paling kotor dan paling bau hingga aku segan memakannya, aku si pengemis tua lebih suka makan kaki sendiri daripada memakan itu! Tahukah kau, barang apa itu?"

Kwee Ceng menggeleng-geleng kepalanya, atau mendadak ia tertawa dan menyahuti: "aku tahu sekarang! Itulah najis!"

Tetapi sang guru menggoyangkan kepalanya.

"Ada lagi yang terlebih bau!" katanya.

Kwee Ceng mengawasi. Ia menyebut beberapa rupa barang, ia masih salah menerka.

Akhirnya Ang Cit Kong tertawa.

"Nanti aku memberitahukan kepadamu!" katanya keras-keras. "Barang yang paling kotor dan bau di kolong langit ini ialah See Tok Auwyang Hong!"

Mengertilah Kwee Ceng maka ia pun tertawa berkakakan.

"Akur! Akur!" serunya berulang-ulang.

Maka cocok benarlah guru dan murid itu, hingga mereka membuatnya See Tok menjadi sangat mengeluh.

Ketika itu hawa udara kebetulan memepatkan pikiran, di empat penjuru angin meniup perlahan. Memangny aperahu menggeleser perlahan, dengan berhentinya sang angin, akhirnya kendaraan air itu menjadi berhenti sendirinya. Semua orang di atas perahu pada mengeluarkan peluh. Di muka air pun kadang-kadang tertampak ikan meletik naik, suatu tanda air laut juga panas. hawanya.

Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang