Segera terlihat orang banyak yang naik ke loteng itu adalah serdadu-serdadu bangsa Kim, sebagaimana mereka gampang dikenali dengan seragam mereka. Melihat mereka itu, naik darahnya Khu Cie Kee. Ia hargakan Kanglam Cit Koay, ia menyangka mereka itu diperdayakan oleh Ciauw Bok Hweshio, maka itu sampai sebegitu jauh, ia layani mereka separuh main-main, akan tetapi sekarang tak dapat ia atasi diri lagi. Sangking murkanya, ia tertawa terbahak-bahak.
"Ciauw Bok Hweshio! Kanglam Cit Koay!" ia berseru, "Walaupun kasih datang tambahan tiga ribu lagi serdadu berandal Kim, toya kamu masih tidak jerih!"
Han Po Kie gusar mendengar ejekan itu. "Siapakah yang kasih datang tentera Kim?!" ia menegur.
Tentara Kim itu adalah tentara pengiringnya Wanyen Lieh. Mereka menanti sekian lama putra raja mereka masih belum kembali, timbuk kekhawatiran mereka itu, mereka lantas pergi mencari, kebetulan mereka dengar di Cui SianLauw ada orang berkelahi, mereka datangi rumah makan itu. Lega hati mereka akan saksikan putra rajamereka tidak kurang suatu apa pun, putra itu lagi duduk tenang di mejanya. Mereka lantas menghampiri untuk memberi hormat.
Ketika itu pihak rumah makan baru siap dengan hidangan mereka yang terdiri dari daging macam tutul, tidak peduli orang baru saja berhenti bertempur dan disitu ada banyak serdadu bangsa Kim, mereka bawa naik barang hidangan itu untuk disajikan disembilan meja dikecualikan mejanya Ciauw Bok Taysu, si hweshio, pendeta yang pantang makan daging.
Hidangan untuk Wanyen Lieh pun disiapkan sekalian. Atas itu putra raja Kim itu lantas berbangkit dari kursinya, guna menghampiriKwa Tin Ok, di depan siapa ia memberi hormat, walaupun orang tak dapat melihat kepadanya.
"Terima kasih Kwa Toako!" ia mengucap. Dengan berani ia lantas memanggil "toako" atau kakak.
"Hm!" Khu Cie Kee perdengarkan suara di hidung selagi Hui Thian Pian-hok belum sahuti orang asing itu. "Bagus! Bagus!" ia menambahkan. "Cukup sudah, maaf, pinto tak dapat menemani lebih lama pula!"
Lantas ia angkat jambangan araknya, sambil membawa itu, ia bertindak ke tangga.
Kwa Tin Ok lantas sudah bangkit berdiri. "Khu Totiang, jangan kau keliru mengerti!" kata tertua dari kanglam Cit Koay ini.
"Adakah aku keliru mengerti?" jawab si imam sambil jalan terus. "Kamu adalah bangsa Enghiong, bangsa hohan, habis perlu apa kamu undang tentera bangsa Kim untuk bantu kamu?"
Dengan sengit si imam menjengeki orang adalahEnghiong dan hohan – orang-orang gagah.
"Kami tidak undang atau janjikan mereka itu," Kwa Tin Ok menyangkal.
"Aku juga bukanya si picak!" sahutKhu Cie Kee mengejek.
Tin Ok buta,ia paling benci orang mengatakan ia picak, maka itu sambil gerakin tongkat besinya, ia lompat maju. "Kalau picak bagaimana?!" tanyanya.
Tiang Cun Cu tidak ladeni si buta itu, sebaliknya ia layangkan tangannya yang kiri, tepat mengenai batok kepalanya satu serdadu Kim, hingga tanpa suara apapun, suara itu rubuh dengan kepalanya remuk, jiwanya terbang pergi.
"Inilah contohnya!" kata si imam kemudian. Lalu tanpa tunggu jawaban lagi, ia ngeloyor ke tangga.
Serdadu-serdadu Kim lainnya menjadi gaduh karena kebinasaan tidak karuan dari rekannya mereka itu, mereka kaget dan gusar, beberapa diantaranya segera menikam bebokongnya si imam dengan tombak mereka yang panjang.
Seperti punggungnya ada matanya, Khu Cie Kee tangkis serang itu tanpa membalik tubuhnya. Sambil manangkis tangannya menyambar, maka itu beberapa batang tombak kena tercekal dan terampas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )
FantasyAwal dari Trilogi Pendekar Rajawali karya Chin Yung Kisahnya dimulai ketika dua pahlawan, Yang Tie Xin (Yo Tiat Sim) dan Guo Xiao Tian (Kwee Siauw Thian) yang setia pada Dinasti Song ternyata dibunuh oleh pasukan negaranya sendiri atas bujukan bangs...