Bab 23. Bisa Lawan Bisa

1.6K 35 0
                                    

Yo Tiat Sim girang bukan main dapat menemukan istrinya, malah ia dapat menolongi juga, dari itu ia pondong erat-erat istrinya itu ketika ia lari keluar dengan melompati tembok istana.

Di bawah tembok, Liam Cu menantikan ayahnya dengan pikiran tegang. Ia tidak sabaran dan cemas juga. Ia heran ketika ia lihat ayahnya kembali dengan memondong seorang wanita.

"Ayah, siapa ini?" ia lantas tanya.

"Inlah ibumu!" sahut ayah itu. "Mari lekas kita menyingkir!"

Liam Cu kaget dan heran. "Ibuku?" ia menegasi.

"Perlahan!" Tiat Sim mengasih ingat. "Sebentar kita bicara." Ia sudah lantas lari.

Kira-kira serintasan, Pauw Sek Yok tersadar. Ketik aitu fajar sudah menyingsing, di antara cahaya pagi remang-remang, ia lihat orang yang memondongnya, ialah suami yang ia buat pikiran siang dan malam. Ia heran hingga ia menyangka ia sedang bermimpi. Ia ulur tangannya, akan meraba muka suaminya.

"Toako, apakah aku juga sudah mati?" ia tanya. Ia percaya suaminya itu sudah meninggal dunia.

Tiat Sim girang hingga ia mengucurkan air mata. "Kita tidak kurang suatu apa...." sahutnya halus. Ia berhenti dengna tiba-tiba sebab kupingnya segera dengar suara berisik berupa teriakan-teriakan dan melihat cahaya terang dari banyak obor. Satu barisan serdadu sedang lari mendatangi. Ia dengar nyata: "Jangan kasih lolos penjahat yang menculik onghui!"

Tiat Sim menjadi kecil hatinya. Ia melihat kesekelilingnya, ia tidak dapatkan tempat untuk menyembunyikan diri. Di dalam hatinya ia kata: Thian mengasihani aku hingga hari ini aku dapat bertemu sama istriku kembali, kalau sekarang akan terbinasa, tak usah aku menyesal...!" Lantas ia kata pada anaknya: "Liam Cu, anakku, kau peluklah ibumu...!"

Sejenak itu terbayanglah di matanya Pauw Sek Yok pengalamannya delapan belas tahun yang lampau, pada peristiwa di dusun Gu-kee-cun di kota Lim-an, di kampung halamannya itu. Ia dipondong oleh suaminya dan dibawa lari sekuat-kuatnya, di dalam gelap petang mereka dikejar tentara. Delapanbelas tahun lamanya mereka telah berpisah, ia berduka dan terhina saking terpaksa, atau sekarang, baru saja ia bertemu kembali dengan suaminya, peristiwa dahulu bakal terulang pula. Maka ia rangkul leher suaminya, tidak mau ia melepaskannya.

Menampak tentara pengejar datang semakin dekat, Yo Tiat Sim menjadi nekat. daripada terhina ia rela terbinasa dalam pertempuran. Dari itu ia paksa melepaskan rangkulan istrinyaitu yang ia serahkan kepada anak gadisnya. Ia lantas lari memapaki tentara pengejarnya. Dalam dua tiga gebrak saja, ia telah dapat merampas sebatang tobak. Senjata ini membangunkan semangatnya, ia bagaikan harimau tumbuh sayap.

Opsir yang memimpin pasukan itu bernama Thung Couw Tek, dia kena ditusuk pahanya hingga ia terjungkal dari kudanya, atas mana tentaranya lantas kabur serabutan. Tanpa pemimpinnya, mereka ketakutan.

Lega juga hatinya Tiat Sim yang mengathui pasukan itu tidak dipimpin oleh opsir yang kosen, ia pun menyesal yang ia tidak sempat merampas kuda musuh. Tidak ayal lagi, ia ajak istri dan anaknya lari terus.

Setelah terang tanah, Pauw Sek Yok dapatkan suaminya berdarah di sana sini. Ia menjadi kaget sekali. "Kau terluka?" ia tanya.

Di tanya begitu, tiba-tiba saja Tiat Sim merasakan sakit pada belakang telapakan tangannya. baru sekarang ia ingat tadi ia telah dismabar sepuluh jari tangannya Wanyen Kang, hingga tangannya itu mengeluarkan darah, karena repot melarikan diri, ia tidak rasai itu, ia lupa pada sakitnya. Sekarang ia pun merasakan kedua lengannya sakit dan sukar digeraki.

Pauw Sek Yok lantas balut tangan suaminya itu.

Hampir itu wkatu kembali terdengar suara sangat berisik, lalu terlihat debu mengepul baik dan mengulak. Itulah tandanya satu pasukan besar lagi mendatangi.

Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang