Bab 14. Ujian Yang Pertama

1.7K 33 1
                                    

Sangum murka sekaligus bingung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sangum murka sekaligus bingung. Ia kaget dan tidak menyangka putranya dapat ditawan musuh selagi putra itu berada dalam lindungan tentaranya yang berjumlah besar itu. ia tidak bisa berbuat lain daripada keluarkan titahnya untuk pasukannya itu mundur seratus tombak. Mereka Cuma mundur, tapi pengurungan tidak dibubarkan, malah kereta besar dikitarkan diseputar bukit itu, dalam tujuh dan delapan lapis!

Temuchin puji Kwee Ceng, yang diperintah gunai dadung, untuk ringkus Tusaga.

Tiga kali Sangum mengirim utusan, meminta putranya dimerdekaan, supaya Temuchin menyerah, nanti jiwanya Temuchin akan diberi ampun, katanya. tapi tiga-tiga kalinya, Temuchin usir utusan itu.

Tanpa terasa, langit telah menjadi gelap. Temuchin khawatir Sangum menyerbu, ia kasih perintah orang-orangnya terus memasang mata.

Kira-kira tengah malam, seorang denagn pakaian putih muncul di kaki bukit. ia lantas berteriak: "Di sini Jamukha! Aku ingin bicara dengan saudara Temuchin!"

"Kau naiklah kemari!" Temuchin menjawab. 

Jamukha mendaki dengan perlahan-lahan. Ia tampak Temuchin berdiri menantikan dengan romannya yang angker. Ia maju mendekati, ingin ia memeluk. Adalah adat istiadat bangsa Mongolia akan saudara muda memeluk dan merangkul saudara tuanya.

Temuchin hunus goloknya. "Adakah kau masih anggap aku sebagai kakak angkatmu?" ia menegur.

Jamukha menghela napas. Ia lantas duduk bersila. "Kakak kau telah menjadi Khan yang agung, kenapa kau masih berambekan besar sekali?" ia tanya. "Kenapa kau bercita-cita mempersatukan bangsa Mongolia?"

"Kau sebenarnya menghendaki apa?" Temuchin tanya.

"Pelbagai kepala suku pada membilangnya bahwa leluhur kita sudah turun temurun beberapa ratus tahun hidup secara begini, maka itu kenapa khan yang agung Temuchin hendak mengubahnya? Tuhan juga tidak memperkenankan itu," katanya Jamukha lagi.

"Apakah kau masih ingat cerita tentang leluhur kita Maral Goa?" Temuchin tanya. "Lima putra mereka tidak hidup rukun, ia masaki daging kambing kepada mereka, mereka juga masing-masing diberikan seorang sebatang anak panah, ia suruh mereka masing-masing mematahkannya. Dengan gampang mereka itu melakukannya. Lalu ia berikan mereka lima batang anak panah yang digabung menjadi satu, kembali ia menitahkan mereka untuk mematahkannya. Bergantian mereka berlima mencoba mematahkan anak panah itu, mereka gagal. Ingatkah apa pesan leluhur kita itu?"

Dengan perlahan Jamukha mengatakan: "Jikalau kamu masing-masing bercerai-berai, kamu menjadi seperti anak panah ini, yang gampang sekali orang siapapun dapat mematahkannya; jikalau kamu berpadu hati bersatu tenaga, kamu menjadi seperti lima batang anak panah yang digabung menjadi satu ini, yang tak dapat dipatahkan siapa juga!"

"Kau masih ingat itu, bagus!" seru Temuchin. "Kemudian bagaimana?"

"Kemudian mereka berlima bersatu padu bekerja sama, mereka menjadi leluhur kita bangsa Mongolia!" sahut Jamukha.

Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang