Bab. 46 - 48

3K 34 0
                                    

Bab 46. Resoran gelap di dalam desa

Tidak puas Oey Yong mendengar Pek Thong cuma mewajibkan Auwyang Hong membuang balas. Untuk orang biasa memang sukar tak karuan mengeluarkan angin busuk, perbuatan itu tak dapat dilakukan semua orang, tidak demikian dengan seorang yang ilmu dalamnya sudah mahir. Sebaliknya, sungguh gampang buat orang sebangsa See Tok. Maka ia lantas berteriak mencegah: "Tidak bagus, itu tidak bagus! Lebih dulu dia dimestikan membebaskan totokannya kepada guruku, kemudian baru kita bicarakan pula!"

Ciu Pek Thong tertawa.

"Kau lihat!" katanya kepada See Tok, "Sekalipun nona cilik ini takut pada angin busukmu itu! Baiklah, aku bebaskan kau dari kewajibanmu ini, aku juga tidak hendaki memustikan kau melakukan lainnnya, cukup asal kau mengobati lukanya si pengemis tua. Kepandaiannya si pengemis tua tidak ada dibawahanmu, coba tidak kau menggunai akal busuk, tidak nanti kai dapat melukai dia! Kau tunggu sampai dia sudah sembuh betul, maka kamu berdua boleh bertempur pula secara laki-laki sejati, itu waktu aku Loo Boan Tong suka menjadi saksinya!"

Auwyang Hong ketahui Ang Cit Kong tidak dapat disembuhkan, dia tidak takut si raja pengemis nanti menuntut balas padanya, hanya sekarang ia merasa sulit untuk desakan Ciu Pek Thong ini. Dia pun didesak di muka banyak orang. Menerima baik, sukar dilakukannya, menyangkal, ia malu. Karena itu, tidak bisa lain, ia membungkuk, terus ia totok Ang Cit Kong guna membebaskan dia dari totokannya.

Kwee Ceng bersama Oey Yong segera maju untuk membantui gurunya bangun.

Ciu Pek Thong sendiri segara menyapu dengan sinar matanya yang tajam kepada semua orang di atas perahu itu, kemudian ia berkata; "Aku, Loo Boan Tong paling takut mencium bau amis dari daging kambing yang biasa digegares orang bangsa Kim, oleh karena itu lekas kamu turunkan perahu kecil untuk mengantarkan kami berempat ke darat!"

Auwyang Hong pernah menyaksikan Pek Thong bertempur dengan Oey Yok Su, ia mengetahui baik bahwa orang berilmu tinggi, kalau ia yang menempurnya, belum tentu ia kalah tetapi juga pasti sulit untuk ia memperoleh kemenangan, lantaran itu, ia terpaksa menahan sabar, ia hendak menanti sampai ia sudah paham Kiu Im Cin-keng, baru ia ingin membuat perhitungan. Maka berkatalah ia: "Baiklah, siapa suruh nasibmu bagus hingga kau menang bertaruh!" Kemudian ia berpaling kepada Wanyen Lieh, untuk meneruskan berkata; "Ong-ya, tolong menurunkan sebuah perahu untuk mengantarkan ini empat orang mendarat."

Wanyen Lieh tidak lantas meluluskan permintaan itu, di dalam hatinya ia berpikir; "Gampang untuk mengantarkan mereka ke darat, hanya rahasia kita yang hendak pergi ke Selatan ini, tidak dapat itu diketahui mereka..."

Sementara itu Leng Tie Siangjin tidak puas terhadap sikapnya Auwyang Hong. Semenjak tadi ia mengawasi saja tanpa membilang suata apa. Ia pikir: "Kalau kau sangat lihay, belum tentu kau dapat mengalahkan kita yang terdiri dari banyak orang pandai.." Maka, melihat si pangeran bersangsi, ia bertindak maju seraya berkata: "Jikalau kejadian di atas getek, Auwyang Sianseng dapat berbuat apa yang ia pikir baik, kami tidak nanti berani banyak mulut. Hanya di sini setelah Sianseng naik di perahu besar, sudah selayaknya kau mendengar segala kata-katanya ong-ya!"

Mendengar itu, hati semua orang menjadi tergerak, semua lantas mengawasi Auwyang Hong.

Auwyang Hong memandang Leng Tie Siangjin dengan sepasang matanya yang tajam, ia melihat ke atas dan ke bawah bergantian. Kemudian ia dongak ke langit.

"Apakah tuan paderi yang mulia ini hendak mempersulit aku si orang tua?" ia menanya, suaranya tawar.

"Itulah aku paderi yang rendah tak berani," menyahut Leng Tie. "Aku yang tinggal di Tibet, aku hidup menyendiri, sedikit pendengaranku, dari itu barulah ini hari aku mendapat dengar nama sianseng yang termashur, maka itu ada apakah sangkutannya di antara kita berdua..?"

Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang