Kwee Ceng menjublak sekian lama, baru ia buka suara. "Kecuali orang bersayap dan dapat terbang naik ke atas sana, baru anak-anak burung itu dapat di tolongi..." katanya. Ia pegang pula pedangnya dan mulai lagi denagn latihannya. Ia masih saja tidak berhasil melatih jurus keempat yang bau diajari gurunya itu.
Tiba-tiba terdengar suara dingin di belakangnya, "Dengan belajar secara demikian, lagi seratus tahun juga tidak bakal berhasil!"
Kwee Ceng berhenti bersilat, ia menoleh. Ia awasi imam berkonde tiga itu. Ia menjadi tidak senang. "Apa katamu?" ia bertanya.
Si imam tersenyum, ia tidak menyahuti, hanya mendadak ia maju mendekati, lalu Kwee Ceng merasai bahunya kaku, lalu dengan satu kelebatan, pedangnya telah pindah tangan kepada si imam itu.
Pernah Kwee Ceng diajari gurunya yang kedua, Cu Cong, ilmu dengna tangan kosong merampas senjata musuh, akan tetapi ia belum dapat menyakinkan itu dengan sempurnya, belum ia menginsyafi gayanya, maka itu, kagum ia untuk lihaynya ini imam, gerakan siapa ia sepertinya tidak melihatnya. Mana bisa ia membela diri atau berkelit? Berbareng dengan itu, ia berkhawatir untuk Gochin. Maka segera ia melompat ke depan tuan putri itu, ia hunus golok hadiahnya Temuchin, untuk bersiap melindungi putri ini.
"Lihatlah biar tegas!" bersuara si imam itu, yang tidak pedulikan sikpa orang, hanya ia mencelat ke atas, hingga tahu-tahu ia sudah jalankan jurus yang Kwee Ceng tak sanggup pelajari itu, sedang turunnya si imam adalah sangat cepat tetapi tenang. Bocah ini berdiri melengak, mulutnya terbuka lebar.
Si imam melempar pedangnya ke tanah, ia tertawa.
"Burung rajawali putih itu harus dihormati, turunannya pun tak boleh tak ditolongi!" ia berkata, setelah mana, ia lompat untuk lari ke jurang, untuk mendaki dengan cepat, gerakannya bagai lutung atau kera. Ia berlari dengan kaki, menjambret dan merembet dengan tangan, sebentar kemudian, ia sudah mencapai hingga di atas jurang, di dekat liang yang merupakan sarang burung rajawali putih itu.
Hati Kwee Ceng dan Gochin berdenyut keras tak hentinya. Mereka kagum, heran dan berkhawatir untuk keselamatan si imam. Jurang itu tinggi, tebing dan semua batunya licin. Hancur-luluhlah kalau orang jatuh dari atasnya. Di atas tebing itu si imam tampak menjadi kecil tubuhnya.
"Bagaimana?" tanya Gochin yang memeramkan matanya.
"Hampir tiba!" sahut Kwee Ceng. "Bagus! Bagus..!"
Gochin kasih turun kedua tangannya, justru ia melihat si imam lompat ke liang, tubuhnya seperti terpelanting jatuh, hingga ia menjerit kaget. Akan tetapi si imam tiba dengan selamat, dan dengan ulur kedua tangannya, ia mulai menangkap dua anak rajawali itu, untuk kemudian dimasukkan ke dalam sakunya, karena mana, dilain saat, ia sudah mulai turun pula. Dia Tiba di bawah dengan tak kalah cepatnya sewaktu ia mendaki.
Kwee Ceng dan Gochin lari menghampirkan pertapa itu, yang merogoh keluar kedua anak burung itu, untuk mengangsurkan, seraya ia tanya Gochin, "Bisakah kamu merawat anak-anak burung ini?"
"Bisa, bisa, bisa!" sahut si putri dengan cepat seraya menyambuti.
"Hati-hati, jangan sampai tanganmu kena dipatuk!" memperingati si imam. "Burung ini kecil akan tetapi patokannya sakit sekali."
Gochin loloskan benang ikatan rambutnya, dengan itu ia ikat kakinya kedua burung itu. Ia girang bukan main. "Aku nanti ambilkan daging untuk memelihara padanya!"
"Eh, tunggu dulu!" kata si imam. "Kau mesti berjanji padaku satu hal, baru suka aku serahkan burung ini padamu!"
"Apakah itu?" si putri tanya.
"Aku ingin kau tidak beritahu siapa juga yang aku telah mendaki jurang itu dan mengambil anak burung ini," kata si imam.
"Baik," sahut si nona. "Hal itu sebenarnya sulit juga, tapi biarlah aku tidak menyebutkannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )
FantasyAwal dari Trilogi Pendekar Rajawali karya Chin Yung Kisahnya dimulai ketika dua pahlawan, Yang Tie Xin (Yo Tiat Sim) dan Guo Xiao Tian (Kwee Siauw Thian) yang setia pada Dinasti Song ternyata dibunuh oleh pasukan negaranya sendiri atas bujukan bangs...