Bab 11. Memanah Burung Rajawali

2.4K 34 0
                                    

Angin mulai reda, salju yang turun secara besar-besaran baru berhenti, walaupun demikian untuk daerah di gurun pasir utara, hawa udara masih dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angin mulai reda, salju yang turun secara besar-besaran baru berhenti, walaupun demikian untuk daerah di gurun pasir utara, hawa udara masih dingin. Dalam iklim demikian, pada harian Ceng Beng, Kanglam Liok Koay membawa barang-barang sembahyangan ke kuburannya thio A Seng, untuk sembahyangi saudara yang sudah beristirahat untuk selamanya di alam baka itu. Kwee Ceng juga diajak bersama.

Tempat kediaman bangsa Mongol tidak berketentuan, maka itu untuk pergi ke kuburan, rombongan ini mesti melarikan kuda mereka setengah harian, baru mereka tiba. Mereka itu atur barang sembahyangan, mereka pasang hio, lalu pai-kui. Malah Siauw Eng berkata dalam hatinya: "Ngo-ko, belasan tahu kami didik anak ini, sayang di bebal, dia tidak dapat teriam semua pengajaran kita, maka itu aku mohon bantuan kau, untuk lindungi padanya, biarlah tahun lusa, dalam pertandingan di Kee-hin, dia tidak sampai memalukan nam akita Kanglam Cit Koay!"

Sepuluh tahun enam saudara itu tinggal di utara, rambu dan kumis jenggot mereka sudah mulai berwarna abu-abu, tapi Siauw Eng, walaupun ia tidak secantik dulu, masih ada sisa keelokannya, ia tetap menarik hati.

Di situ ada tulang-tulang yang berserakan, Cu Cong jadi seperti melamun. Ia ingat pada Bwee Tiauw Hong, yang sia-sia saja dicari, orangnya tidak ketemu, mayatnya juga tidak ditemukan. Kalau tidak mati, si Mayat Besi mestinya tak bisa bersembunyi terus-menerus. Kemana perginya wanita seperti siluman itu?

Dalam sepuluh tahun itu, kepandaiannya Liok Koay juga turut bertambah. Umpamnya Tin Ok, ia utamakan "Hok Mo Thung-hoat", ilmu tongkatnya, "Tongkat Menakluk Iblis". Ia bersiap sedia menyambut Tiauw Hong.

Lam Hie Jin paling menyanyangi Kwee Ceng, si bebal tapi rajin. Ia ingat, dulu ia pun ulet seprti bocah ini. Kali ini, ia tampak kemajuan Kwee Ceng, yang mebuat ia girang. Habis pai-kui, Kwee Ceng berbangkit, apa mau ia kena injak sebuah batu kecil, ia terpeleset, tapi cepat sekali, ia dapat imbangi tubuhnya, dia tak jadi jatuh. Ia tersenyum kepada Kim Hoat, yang pun melihatnya.

"Mari!" katanya seraya ia lompat dengan tangan kiri melindungi diri, dengan tangan kanan ia sampok pundak muridnya itu.

Kwee Ceng terkejut tapi ia dapat menangkis, hanya ketika ia geraki tangannya itu, lekas ia kasih turun pula!

Menampak itu, Hie Jin tersenyum. Sekarang ia meninju ke dada.

"Coba kau kasih lihat kebiasaanmu, kau layani sie-suhu berlatih," Saiuw Eng menganjurkan. "Kau kaih ngo-suhu lihat padamu!"

"Sie-suhu" yaitu guru keempat dan "ngo-suhu" guru ke lima.

Baru sekarang Kwee Ceng mengerti, sedang serangannya Hie Jin pun dibatalkan ditengah jalan, untuk tukar itu dengan sambaran tangan kiri ke pinggang. kali ini si murid melompat mundur. Ia berlaku cepat, tapi Hie Jin lebih cepat pula, dengan satu enjotan tubuh, guru yang keempat ini sudah menyusul dan tangan kanannya kembali menjambak pundak. dengan mendak, Kwee Ceng luputkan dirinya.

"Balas menyerang, anak tolo!" Po Kie berseru. "Kenapa manda diserang selalu?"

Anjuran ini diturut, setelah itu, Kwee Ceng membalas. Ia gunai ajaran Lo Han Kun, ilmu silat "Tangan Arhat" dari guru she Han itu, yaitu bagian Kay San Ciang-hoat. Membuka Gunung. Ia pun dapat menempur dengan seru.

Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang