Menyusul itu terdengar pula beberapa suara rumput bergerak-gerak, lalu terlihatlah beberapa ekor ular lainnya. Dengan menggeraki tongkatnya, Ang Cit Kong singkirkan binatang berbisa itu, untuk setiap kemplangannya, tongkatnya mengenai tepat di kepala ular, yang terus mati.
Kalau tadinya ia kaget, sekarang Oey Yong kegirangan hingga ia berseru memuji.
Tengah ia tertawa, di belakangnya muncul dua ekor ular yang lain, yang menyambarsambil membuka bacotnya, untuk menggigit.
"Lari!" Ang Cit Kong berseru. Tapi sudah terlambat, si nona telah kena disambar dan digigit. Ular itu kecil tubuhnya tetapi hebat bisanya, cuma tergigit satu kali, celakalah orang, apapula sekarang menyambar sekali dua.
Ang Cit Kong pun kaget. Kupingnya segera mendengar suara lain, yang terlebih berisik, kapan ia mengawasi, ia tampak nyelosornya sekumpulan ular di tempat kira-kira sepuluh tombak dari mereka. Tidak ayal lagi, ia sambar pinggang Kwee Ceng, ia cekuk pundak Oey Yong, terus ia berlompat, lari keluar dari rimba itu. Dia lari terus kembali ke tempat penginapan. Setibanya di muka pondokan, pengemis itu awasi muka si nona, lantas hatinya menjadi lega. Nona itu tak kurang suatu apa, dia ada seperti biasa.
"Bagaimana kau merasakan?" ia menanya, hatinya girang.
Oey Yong tertawa. "Tidak apa-apa!" sahutnya wajar.
Tapi Kwee Ceng melihat ular tadi masih menyantel di badan kekasihnya, dia kaget, dia ulur tangannya, untuk menangkap ular itu, untuk disingkirkan. "Jangan!" Cit Kong berseru pula saking kagetnya.
Tapi tangan Kwee Ceng telah kena menjambret ular itu, yang kepalanya mengeluarkan darah. Binatang itu tidak bergerak lagi, dia sudah mati! Mulanya Ang Cit Kong tercengang, tetapi dengan lekas ia sadar sendirinya. "Tidak salah lagi!" katanya. "Tentulah joan-wie-kah ayahmu telah diwariskan kepadamu!"
Memang ulat itu menggigit joan-wie-kah, kepalanya pecah, lalu terbinasa.
Selagi Kwee Ceng menyambar seekor ular, banyak yang lainnya lagi keluar dari rimba. Cit Kong sendiri segera mengeluarkan obat hitam dari sakunya, ia masuki itu ke dalam mulutnya untuk dikunyah. dari dalam rimba masih saja terlihat ular yang keluar, hitung ratus, hitung ribu.
Maka Kwee Ceng berseru; "Cit Kong, mari lekas pergi!"
Cit Kong tidak menjawab, ia menurunkan cupu-cupu dari punggungnya, dia membuka sumpalnya, untuk menuang isinya ke dalam mulutnya, dicampur sama obat tadi, sesudah mana ia menyembur ke arah ular-ular itu, ke kiri dan kanan, hingga mereka bertiga terintang semburan arak. Sejumlah ular, yang mencium bau arak campur obat itu lantas rebah tak bergerak, yang lainnya tak berani maju lebih jauh, tapi kerana yang dibelakang amsih banyak dan maju terus, mereka jadi kacau sendirinya. Oey Yong gembira menyaksikan ular-ular itu bergumulan, ia menepuk-nepuk tangan.
Selagi si nona ini kegirangan, dari dalam rimba terdengar suara berisik, lalu terlihat tiga orang pria yang pakaiannya putih semua, dengan tangan mencekal masing-masing sepotong pentungan dua tombak lebih panjangnya, lagi berseru-seru mengusir semua ular itu, pentungannya dipakai mengancam, mirip lagaknya dengan bocah angon lagi menggembala kerbau atau kambingnya.
Mual rasanya akan menyaksikan ujal-ujalan semua ular itu.
Ang Cit Kong menangkap seekor ular, yang ia sontek dengan tongkatnya. Dengan dua jari kiri ia jepit leher ualr itu, dengan kelingking kanan ia menggurat perutnya ular hingga pecah berlobang, untuk mengasih keluar nyalinya.
"Lekas telan ini! Jangan kena kegigit, sangat pahit!" ia berkata kepada si nona.
Oey Yong menurut, ia lantas telan nyali ular itu. Menyusul itu, ia merasa enak dan segar sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )
FantasíaAwal dari Trilogi Pendekar Rajawali karya Chin Yung Kisahnya dimulai ketika dua pahlawan, Yang Tie Xin (Yo Tiat Sim) dan Guo Xiao Tian (Kwee Siauw Thian) yang setia pada Dinasti Song ternyata dibunuh oleh pasukan negaranya sendiri atas bujukan bangs...