Chapter 6

74.7K 5.7K 107
                                    

Halo guys, jadi kemarin di author notes gue nanya kelanjutan ceritanya ke kalian kan? Nah ada yg jawab bener tuh *applause*

Jadi Chapter ini gue persembahkan untuk cindyjessicafrisca yang jawab benar pertama kali dan MaylaniC yang hampir benar :v wkw

Happy reading all~

***

Nathan menunjuk ke arah ruang santai di lantai dua itu dengan dagunya seakan memberikan instruksi bagi Adisty untuk duduk di salah satu sofa di sana.

"Ngapain nunjuk-nunjuk situ?" tanya Adisty dengan sok polos membuat Nathan sedikit menggeram.

"Duduk sana!"

"Terus lo mau kemana?"

"Banyak nanya lo!" jawab Nathan dengan kesal membuat Adisty sedikit mundur karena takut akan kemarahan sosok di hadapannya itu.

"Kan... gue cuma... nanya doang," jawab Adisty dengan suara sedikit gemetar membuat Nathan menjadi tak enak hati.

"Gue mau mandi dulu."

"Ohh oke deh."

Nathan segera berjalan menuju kamarnya, namun langkahnya terhenti ketika suara Adisty kembali terdengar kembali.

"Gue ngapain nungguin lo mandi?"

"Bawel banget sih lo! Ikutin aja perintah gue, dasar jongos ngeyel!"

Nathan masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu, membuat Adisty mengelus dadanya.

Di lantai dua itu, terdapat beberapa pintu lain selain pintu kamar Nathan. Hampir semua pintu berwarna krem kecuali dua pintu, satu pintu warna hitam kamar Nathan dan satu pintu warna putih di sudut lain.

Adisty mendekat ke arah pintu kamar Nathan. Di sana terdapat tulisan "Danger area!" berwarna merah darah, "Don't try to enter this room or you'll die!" berwarna putih.

Tanpa sadar Adisty tertawa kecil membaca kalimat tersebut. Lalu Adisty kembali berjalan menuju pintu berwarna putih.

Sebenarnya tanpa Adisty bertanya pada Nathan, Adisty tahu siapa pemilik kamar berwarna putih tersebut.

Di sana Adisty melihat tulisan "Nial Horan's room!" berwarna hitam, "Private area, call my name as a password." berwarna abu-abu.

Nathan yang baru saja selesai dan keluar dari kamar tampak kebingungan tidak melihat Adisty di ruang santai.

Namun mata Nathan menangkap gadis itu tengah mengamati pintu kamar orang yang paling dia benci.

Dengan sengaja Nathan berdeham agar Adisty tersadar dari keterpakuannya di depan pintu itu.

Adisty segera berbalik lalu berjalan menuju ruang santai dimana Nathan berdiri menunggunya dengan kaos hitam, celana selutut, dan rambut yang setengah basah berantakan.

Pemandangan yang sempurna. Tuhan emang pencipta, pelukis, dan penulis skenario terindah.

"Ngapain lo ngelamun?!"

"Eh... oh itu," jawab Adisty gugup. Nathan menaikkan satu alisnya, meminta penjelasan lebih.

"Itu... itu kamar Nial?" Adisty merasa lega mendapat wangsit untuk menanyakan hal itu.

"Hemm."

"Kamarnya pasti bersih dan rapi."

"Sok tahu."

ELNATHANIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang