Bel tanda istirahat berbunyi, koridor yang tadinya sepi kini tampak penuh dengan para siswa yang berhamburan keluar kelas.
Adisty keluar dari kelasnya bersama dengan Naura dan Cindy. Sudah lama bagi Adisty tidak menghabiskan waktu bersama kedua sahabatnya tersebut akibat persiapan acara ulang tahun sekolah kemarin.
Selain itu, beberapa waktu lalu Adisty juga sibuk mengurus sesuatu di luar sekolah. Sesuatu yang sangat ingin dia usahakan agar berhasil.
"Dis, lo dipanggil kepala sekolah tuh." Salah seorang siswa menghampiri Adisty dan mengatakan hal tersebut padanya.
"Ada apa ya?" tanya Adisty kebingungan.
"Gue juga nggak tahu. Waktu gue lagi lewat di guru piket, gue diminta tolong buat ngasih tahu ke lo. Nggak dijelasin apa masalahnya."
"Oke deh, makasih ya."
"Kenapa lo Dis? Lo nggak bikin onar kan?" tanya Naura sedikit panik.
"Ya nggaklah Nau, masa iya mentang-mentang jadian sama Nathan sekarang Adisty jadi ketularan nakal."
"Ya udah deh, gue ke ruang kepsek dulu ya. Kalian duluan aja ke kantin, ntar kalau sempat gue nyusul."
Adisty melangkahkan kakinya menuju ruang kepala sekolah, meninggalkan kedua sahabatnya.
Adisty mengetuk pintu ruang kepala sekolah beberapa kali, lalu terdengar suara kepala sekolah mempersilakan masuk dari dalam.
Perlahan Adisty membuka pintu tersebut. Di dalam ruangan itu tak hanya ada kepala sekolah saja, melainkan ada Pak Widodo dan Bu Berta pula di sana.
"Duduk Dis!" perintah Pak Sigit. Adisty duduk di hadapan Pak Sigit, sedangkan Pak Widodo dan Bu Berta mengapit Pak Sigit.
"Tadi ada perwakilan dari pengurus turnamen basket datang ke sekolah. Bapak pikir mereka akan memberikan keringanan bagi tim basket sekolah ini," Pak Sigit menarik napas sejenak.
"Tapi ternyata mereka marah-marah ke Bapak karena seorang siswi Bapak beberapa waktu yang lalu datang ke sekretariat mereka dan memohon-mohon agar tim basket sekolah ini tetap diizinkan mengikuti turnamen."
Deg!
Adisty tahu betul siapa yang dimaksud oleh Pak Sigit.
"Ma... maaf Pak, saya cuma mau berusaha membuat tim basket kembali ikut ke turnamen tersebut." Sedikit terbata Adisty menjelaskan.
"Tapi kamu tahu kan, seharusnya kamu konsultasikan hal itu terlebih dahulu dengan kami!"
"Maaf Pak, saya memang gegabah. Saya pikir pihak sekolah terlalu disibukkan dengan acara ulang tahun kemarin jadi saya tidak enak hati kalau mau meminta persetujuan perihal ini padahal keadaan sedang riweuh."
"Kami tahu niat kamu baik Dis, tapi kadang kamu memang sedikit gegabah." Pak Widodo mendekat lalu menepuk bahu Adisty seakan menguatkan gadis itu.
"Tak seharusnya kau begitu Adisty. Kau bisa minta tolong pada Ibu atau yang lain. Kalau begini konsekuensi jadi kau tanggung sendiri." Bu Berta menatap Adisty dengan wajah yang sama sekali tidak garang.
"Iya Bu, saya akan terima konsekuensi saya." ucap Adisty pasrah.
"Meskipun kau diskors sekalipun?" Adisty hanya mengangguk pasrah sebagai jawaban.
"Ini surat untukmu Adisty." Pak Sigit menyerahkan amplop putih kepada Adisty.
"Berapa hari saya diskors Pak?" tanya Adisty dengan suara sedikit bergetar.
"Kau buka saja surat itu lalu kau baca." ucap Bu Berta sambil menunjuk amplop yang dipegang Adisty.
Perlahan Adisty membuka amplop tersebut dan terkejut ketika membaca isinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELNATHANIAL
Teen FictionNathanial, ketua OSIS yang banyak disukai orang karena sikapnya yang baik. Namun sayangnya, Adisty yang dia cintai tidak menaruh hati padanya. Melainkan Adisty malah mencintai Elnathan, adiknya yang terkenal dengan segala kebiasaan buruknya. Elnatha...