Chapter 18

62.9K 5.5K 234
                                    

"Dis kenapa dari tadi lo kayak nggak konsen gitu sih latihannya?" tanya Nial dengan penuh perhatian.

"Sorry Nil, gue cuma..."

"Cuma lagi mikirin Nathan?"

"Eh? Oh... nggak Nil, gue cuma lagi mikir gimana kalau lagunya kita ganti aja?"

"Emang kenapa sama lagu 'kamu yang kutunggu'? Susah bawainnya Dis?"

"Bukan susah bawainnya tapi... lagi nggak sesuai sama moodku aja Nil. Apalagi tinggal seminggu kurang kita perform."

"Ya udah senyaman lo aja Dis, gue ngikut lo."

"Thanks ya Nil, lo emang baik banget."

"Baru sadar? Kemana aja Neng?" tanya Nial disertai tawa renyahnya.

"Kemarin-kemarin kejebak di palung hati adek lo Bang."

"Anjir, palung hati? Dalem dong?"

"Iya, saking dalemnya sampai nggak sadar kalau di atas ada yang lebih indah dan menyenangkan."

Nial tertawa kecil lalu mengacak rambut Adisty dengan gemas.

"Kudaniiilll rambut gue baru dari salon tau! Jadi kusut lagi kan! Awas lo jangan lari!!" teriak Adisty mengejar Nial yang keluar dari studio musik sekolah mereka.

Tak berapa jauh, seseorang memanggil Nial dengan suara lantang.

"Nil!"

"Kenapa No?"

"Handphone lo mati ya? Daritadi kita hubungin susah banget."

"Semalem emang lupa nggak gue charge sih, kenapa? Ada sesuatu yang penting?"

"Kita ada pertemuan sama pelatih di lapangan futsal indoor. Buruan lo nyusul! Kapten kok telat cuma karena punya pacat baru, hahaha. Gue duluan ya."

Nino meninggalkan Nial dan Adisty sambil terkekeh kecil.

"Super sibuk banget ya?"

"Calon orang sukses ya sibuk begini, hehe."

"Dih sukses apaan?"

"Sukses menata masa depan kita, hahaha. Gue duluan ya, sampai ketemu nanti istirahat kedua."

"Daahh," jawab Adisty sambil melambaikan tangannya kecil ketika Nial melepas usapan lembut di pipinya.

Adisty menghela napas panjangnya. Hari ini dia malas masuk ke kelas karena tiga hal. Pertama, hampir semua mata pelajaran hari ini menguras pikiran. Kedua, Cindy izin karena kakaknya menikah. Ketiga, Naura tidak berangkat karena demam.

Adisty melangkahkan kakinya sambil memanyunkan bibir, sesekali gadis itu menendang lantai dengan alas sepatunya.

Sebuah tarikan kuat menyeret Adisty ke arah lorong kecil menuju gudang tempat penyimpanan alat olahraga.

Dua cekalan erat dari dua orang siswi di sekolahnya tersebut membuat Adisty merintih kesakitan.

Adisty tak dapat melihat siapa mereka karena salah satu diantara mereka menutup matanya dengan telapak tangan.

Dia hanya mampu menatap kedua sepatu orang tersebut dari celah bawah telapak tangan orang itu.

Sepasang sepatu nike berwarna abu-abu pink dan sepasang sepatu vans navy pink dapat terlihat oleh Adisty, namun hal itu masih tak dapat membuatnya mengetahui siapa mereka.

Adisty merasakan seseorang mengikat tangannya ke sebuah pilar dan menutup mata Adisty dengan sebuah kain.

Teriakan Adisty hanya ditanggapi seringaian kecil oleh mereka lalu terdengar suara langkah kaki menjauh dari tempat itu.

ELNATHANIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang