Chapter 28

61.9K 4.5K 152
                                    

Nial menatap ke arah Adisty yang sejak masuk mobil hanya menatap layar handphonenya, menunggu kabar dari mama mengenai kondisi papanya.

Segera Nial tambah kecepatan mobilnya agar cepat sampai di rumah sakit. Jalan raya yang terlihat macet pun coba dihindari oleh Nial. Beberapa kali Nial keluar masuk gang kecil agar tidak terjebak kemacetan.

Tak sampai dua puluh menit, Adisty dan Nial sampai di rumah sakit. Tanpa sengaja Adisty melihat mamanya di koridor.

"Ma, papa gimana?" tanya Adisty sedikit panik.

"Kata dokter tadi sih papa udah stabil, sekarang udah dipindah ke ruang rawat inap. Kamu kesini sama Nial? Mama kira kamu sama Nathan."

"Assalamualaikum tante," ucap Nial lalu menjabat tangan Ferisa.

"Walaikumsalam nak Nial."

"Nathan ada pertandingan Ma,"

Ferisa hanya mengangguk lalu mengajak Adisty dan Nial menuju ruang VIP dimana papa Adisty dirawat.

***

Kicauan Ardan mampu membuat Nathan kurang fokus pada permainan yang sudah tercipta dengan ritme yang baik hingga membuat score mereka 38-46 dengan keunggulan Sendana pada akhir quarter kedua.

Pada time out tersebut, coach memberikan handphonenya pada Nathan. Terdengar suara orang yang sangat ingin dia temui, "jangan bikin usaha gue bantu tim basket masuk ke turnamen jadi sia-sia."

Ucapan Adisty tersebut mampu membuat semangat Nathan sedikit bangkit. Dihiraukannya kicauan Ardan yang menurut Nathan sudah tidak penting baginya.

Persetan sama omongan lo Dan, batin Nathan.

"Makasih Dis, doain gue dan tim. Oh iya... semoga bokap lo baik-baik aja."

"Bokap keadaannya udah stabil kata dokter."

"Syukur deh kalau gitu. Lo nggak mau ngasih kata-kata penyemangat buat gue Dis?"

"Nggak." jawab Adisty singkat.

"Oh..." keluh Nathan yang tidak bisa dia sembunyikan.

"Karena gue tahu, lo bakalan memberikan yang terbaik. Gue percaya sama lo Nat."

Tanpa sadar Nathan tersenyum mendengar ucapan Adisty. Benar, Nathan tidak membutuhkan kalimat penyemangat panjang lebar. Yang dia butuhkan adalah kepercayaan orang yang dia sayang.

Setelah berpamitan pada Adisty, Nathan mengembalikan handphone tersebut pada Pak Widodo dan ikut bergabung membahas strategi yang akan mereka gunakan didua quarter terakhir.

"Oke, strategi man to man defense kita berhasil membuat mereka tidak bisa melakukan banyak kecurangan didua quarter awal. Tapi ingat, kebiasaan mereka yaitu mengubah strategi di dua quarter akhir."

Semua mendengarkan instruksi dari coach dengan seksama. Beberapa pemain cadangan yang kebanyakan masih junior membantu mengompres leher bagian belakang pemain inti dengan es batu.

Nathan, Leon, Bryan, Aska dan Sam segera kembali memasuki lapangan basket. Dapat tertangkap jelas oleh mata Nathan, Ardan tengah tersenyum meremehkan.

Quarter ketiga dimulai dan strategi Sendana yaitu bermain cepat. Hal yang sudah diprediksi oleh Nusantara.

Bola berada di tangan Dion yang tengah berhadapan dengan Leon. Nathan yang dikawal ketat oleh Ardan sedikit kesulitan untuk mengatur ruang agar Leon mengumpan padanya.

Ardan terkekeh kecil dan hal itu membuat Nathan menaikkan satu alisnya, "tiga... dua... satu..." ucap Ardan lalu menjentikkan jarinya di depan Nathan.

Nathan menatap bingung ke arah Ardan dan sedetik berikutnya Leon merintih kesakitan. Nathan memang tidak melihat kejadiannya, tapi satu hal yang Nathan tahu pasti bahwa Leon telah diciderai oleh Sendana.

ELNATHANIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang