Chapter 15

67.9K 5.2K 58
                                    

Adisty terbangun dengan kepala yang terasa sangat berat. Beberapa kali gadis itu terlihat memijit keningnya.

Ferisa yang baru saja masuk ke kamar anaknya tersebut segera berlari mendekat. Diletakkannya nampan berisi bubur ayam, air putih dan obat di atas nakas.

"Kamu pusing banget sayang?"

Adisty menganggukkan kepalanya kecil. Bibir pucat Adisty saja menunjukkan bahwa gadis itu memang sedang dalam kondisi yang kurang baik.

"Ini minum dulu," ucap Ferisa sambil membantu Adisty untuk duduk.

Ferisa menyerahkan gelas berisi air mineral tersebut kepada Adisty. Lalu dengan perlahan Ferisa menyuapi anaknya itu dengan telaten.

"Mama nggak kerja?" tanya Adisty dengan suara seraknya. Tenggorokannya terasa sakit ketika ia mencoba membuka suara. Adisty kembali meraih gelas lalu meneguknya perlahan.

"Gimana mau kerja kalau lihat anak Mama sakit begini."

Ada desir hebat yang dirasakan Adisty ketika Ferisa mengucapkan hal itu. Bulir bening mengatung di kedua kelopak mata gadis itu ketika ia berkedip.

Ferisa yang melihat hal itu kemudian mencoba memeluknya. Memberikan kehangatannya melalui dekapan. Mencoba menenangkan anak gadisnya.

"Oh iya, kemarin Nial baik banget loh sama kamu. Menurut Mama nih ya, Nial ada rasa deh sama kamu."

Adisty mengerutkan keningnya sekilas lalu tertawa kecil walaupun tenggorokannya masih terasa sakit.

"Ya nggak mungkinlah, Mama ngaco."

"Feeling Mama itu nggak pernah salah."

"Nggak, Mama ngaco pokoknya!"

"Buktinya nih ya, kemarin Mama tinggal sebentar buat ngerjain deadline tugas kerjaan Mama. Dia ngehandle semua keperluan kamu. Dia perhatian sama kamu sayang. Bahkan dia ketiduran di samping ranjang," Ferisa menoel hidung anaknya. "Dan kamu tahu? Dia ketiduran dengan tangan yang menggenggam erat tangan kamu. Pokoknya romantis banget. Mama foto kok kemarin."

"Dih Mama ih, nggak baik tahu main foto-foto orang yang lagi tidur gitu!"

"Tapi kan kapan lagi anak Mama ada adegan romantis sama cowok ganteng hehe," kekeh Ferisa yang melihat Adisty bersemu.

"Kenapa kamu nggak coba dekat sama dia sayang?" tanya Ferisa yang dijawab Adisty diam.

Keterdiaman Adisty membuat Ferisa tak enak hati. Dengan perlahan tangannya mengelus rambut gadis itu.

"Ma," panggil Adisty pelan.

"Iya sayang, kenapa?"

"Lebih baik kita mencintai orang yang tidak mencintai kita atau dicintai oleh orang yang tidak kita cintai?"

Pertanyaan yang terkesan simpel namun memiliki arti yang cukup dalam. Keduanya tentu saja sama-sama mengenai cinta dan rasa sakitnya, namun ada perbedaan yang teramat jelas yang mendasarinya yaitu mengenai siapa yang mencinta dan dicinta.

"Mencintai orang yang tidak mencintai kita, bahagia memang bila kita dapat mencecap manisnya cinta namun tentu saja bila untuk orang yang tepat. Tidak untuk orang yang selalu hanya mengabaikan kita dan terkesan menyakiti kita."

Adisty merenungkan apa yang baru saja dikatakan Ferisa.

"Dicintai oleh orang yang tidak kita cintai, siapapun akan mendambakan cinta apalagi bila dia diberikan cinta dengan sepenuh rasa. Tapi bila si pecinta itu bukan seseorang yang kita cinta bagaimana bisa kita bahagia?"

ELNATHANIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang