No edited!
"Jadi ada yang perlu dijelasin?" tanya Dila sambil menyesap hot chocolate miliknya.
Dylan tak bergeming namun saat ini jantungnya berpacu dua kali lebih cepat dari biasanya. Apa yang harus dia katakan?
"Dyl?" ucap Dila lagi namun sepertinya Dylan sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Ya?" Dila menghembuskan nafas kasar, memang cowok yang berstatus sebagai pacarnya ini ada disini tapi otaknya entah berkelana kemana.
"Jadi dari tadi kamu ngga denger?" Dylan menggeleng sambil memiringkan kepalanya dan tersenyum yang menurut Dila sangat menggemaskan.
Hanya didepan Dila, Dylan akan bertindak konyol dan mengesampingkan sikap dinginnya yang biasa dia gunakan saat sekolah.
Tiba-tiba saja Dylan menggenggam tangan Dila dan menatap lekat gadis itu hingga pipinya merona dan langsung mengalihkan pandangannya.
Cafenya lumayan ramai pengunjung, dan kebanyakan juga adalah remaja seusianya. Untung saja tidak ada murid SMA Harapan disini.
"Dila," panggil Dylan saat Dila tak kunjung menatapnya, Dila memalingkan wajah untuk melihat Dylan sambil mengangkat alis.
"Kenapa kita ngga bilang aja sama orang-orang kalau kita pacaran?" entah sudah keberapa kali Dylan menanyakan hal ini dan entah keberapa kali pula Dila menjawab dengan jawaban yang sama.
"Belum saatnya Dyl." ucap Dila sambil membalas genggaman tangan Dylan.
Dylan menggeleng tanda tak setuju.
"Mau sampai kapan sih Dil kita sembunyiin ini? Apa kamu ngga mau mengaku kalau aku pacar kamu?" Dylan berucap dengan nada sewot tapi tidak membuat Dila mengabulkan permintaannya.
"Sekarang kan kamu lagi dekat sama Dela dan apa kata anak-anak kalau kamu dekat sama Dela sementara besoknya kamu ngakuin kalau kamu pacaran sama aku?"
"Jangan pedulikan orang lain tapi peduliin kita. Aku sama kamu." kali ini Dila yang menggeleng tanda tak setuju dengan ucapan Dylan.
"Aku tau kamu lagi ngalihin pembicaraan kita Dyl." Dila memutar bola matanya keatas.
Dylan nyengir sebentar sebelum kembali merubah raut wajahnya menjadi datar.
"Tapi kita ngga bisa gini terus Dil. Kita ngga bisa selamanya main petak umpet tanpa ketahuan. Mungkin ini yang terbaik buat saudara kamu tapi yang jelas bukan buat aku." dan tanpa pamit atau mengucapkan sepatah katapun Dylan meninggalkan Dila yang menatap kepergiannya dengan pandangan kosong.
*Dila menjalankan mobilnya memasuki rumah lamanya, tidak tau kenapa dia ingin sekali bertemu dengan Ibunya dan menceritakan tentang apa yang mengganggu pikirannya saat ini.
Saat mobilnya telah terparkir di halaman Dila baru tersadar akan kehadiran mobil lain disamping mobilnya.
Dila turun dan dadanya langsung terasa sesak saat mengetahui pemilik mobil itu, dengan tergesa Dila langsung masuk dan mendengar suara gaduh dari kamar Ibunya, Dila berlari menaiki dua anak tangga sekaligus agar cepat sampai kekamar Sarah.
Saat sampai didepan pintu yang masih tertutup ia mendengar Sarah-Mamanya- melempar sesuatu ke Hendri-Papanya- sambil berteriak histeris.
"Hentikan Sarah, biar kita berbicara baik-baik." samar-samar ia bisa mendengar Hendri berbicara namun ditanggapi dengan lemparan benda oleh Sarah.
"PERGI!! JANGAN GANGGU AKU." teriak Sarah yang membuat Dila langsung menerobos masuk dan memeluk Ibunya.
"Ma.." Dila berucap pelan sambil menenangkan Sarah yang meronta.
"Ma, ini Dila Ma.." lirih Dila dan setetes air matanya mengalir ke pipi, perlahan Sarah mulai tenang namun ia masih meracau menyebut nama Hendri berkali-kali.
"Usir dia pergi Dila, Mama tidak ingin melihatnya." itu ucapan terakhirnya sebelum Sarah tak sadarkan diri.
Dengan bantuan Hendri akhirnya Dila bisa membaringkan Sarah di tempat tidurnya lalu menyelimutinya, Dila mengusap dahi Sarah dengan sayang lalu menatap Hendri di ambang pintu dengan tajam.
Dila berdiri dan berjalan mendekati Hendri, "Mau apa Papa kesini? Apa belum puas Papa buat Mama saya buta? Belum cukup penderitaan Mama saya untuk Papa?" pertanyaan beruntun diajukan Dila pada Hendri yang masih membatu ditempat, kedatangannya disini hanya untuk memperbaiki hubungan dengan mantan istri dan juga anak-anaknya namun sikap histeris dari Sarah-lah yang ia dapatkan.
"Kita bisa bicara diluar, jangan ganggu ibumu." ucap Hendri pelan, Dila hanya mengangkat satu alisnya lalu mendahului Hendri.
"Jadi? Untuk apa Papa datang kemari?" ucap Dila tanpa basa-basi setelah mereka sudah duduk diruang keluarga.
Hendri memejamkan mata menahan perih saat Dila masih saja bersikap sangat dingin padanya, padahal sebelum kejadian itu Dila-lah yang paling dekat dengannya.
"Papa hanya ingin bertemu dengannya." jawab Hendri tanpa memandang Dila.
"Papa ngga perlu repot-repot untuk ketemu dengan Mama saya karna dia lebih bahagia kalau tidak ketemu dengan Papa." ucap Dila tenang walaupun sekarang air matanya sudah ingin keluar.
Hendri berdiri membuat Dila juga ikut berdiri, lama mereka saling menatap dan tersirat dengan jelas di mata keduanya ada rindu yang terpendam.
"Boleh Papa peluk kamu?" Dila tidak menjawab namun diamnya dianggap ia oleh Hendri. Lelaki paruh baya itu merengkuh anak gadisnya sambil mengusap kepala Dila, air mata yang sejak tadi ditahan pun keluar begitu saja.
Dila tidak membalas namun tidak juga meronta pelukan rindu sang ayah, setelah cukup Hendri melepas pelukannya lalu menatap Dila yang menunduk sesekali menghapus air matanya.
"Papa harap semua bisa diperbaiki." ucapnya lalu keluar dari rumah.
Setelah mendengar bunyi pintu ditutup Dila langsung jatuh ke lantai, menangis sejadi-jadinya dengan tubuh bergetar, kenapa masalah seakan tidak pernah pergi dari hidupnya?
"Semua ngga bisa diperbaiki, Pa."
-------
Kok makin garing yah?😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Duo Troublemaker
Novela JuvenilSatu gadis Pengacau disekolahmu mungkin bisa kau atasi, tapi bagaimana jika ada dua? Kembar pula. Dila Rasyifa Nathania dan Dela Razheena Nathania. Gadis penguasa SMA Harapan. Apa yang akan dilakukan Dylan sang Ketua Osis untuk membuat kembar ini b...