Bambam yang kerap kali tersenyum sendiri, sudah bukan merupakan hal yang asing lagi para member lain di grup itu. Terlebih saat ia kembali bertemu Lisa.
Wajah muram pemuda itulah yang kali ini membuat suasana terasa begitu aneh, terlebih mengingat ia baru saja kembali dari ruang CEO.
Youngjae yang tengah bersiap untuk pulang ke rumah, mendelik menatap Jackson. "Adik lo kenapa tuh?"
"Dia sedang mendung," jawab Jackson dramatis, yang sukses mendapat lemparan remote AC dari Mark.
"Paling Lisa lagi," celetuk Jinyoung. "Eh tapi gak tau deh, Lisa atau yang mana."
Di ujung sofa, Mark yang tengah sibuk menatap ponsel ikut berceletuk. "Lisa cantik, ngapain mau sama dia sih? Matanya Lisa udah silinder berapa ya?"
Bambam mendelik tajam, menatap Mark tak suka. Sedang yang ditatap malah acuh tak acuh berujar. "Apa?"
Diperlakukan seperti itu, Bambam mendesah dan melengos masuk ke kamar.
Yugyeom yang tadinya sibuk dengan ponsel, mendongak saat Bambam masuk. Lalu ia kembali fokus pada ponselnya.
"Lancang banget jadi orang," Bambam berujar tiba-tiba, ia berbaring menatap langit-langit kamar.
Tak salah lagi, Yugyeom jelas merasa bahwa roomatenya itu tengah menyidir dirinya. Ia berusaha diam, tak ingin menyulut kekacauan.
"Bahagia kali ya, kalau gue susah? Atau ada rencana apa sih, sampai ngebongkar gitu?" Bambam kembali bercerocos.
Hening menyelimuti keduanya, suara-suara dari luar pun seakan sudah tak terdengar lagi.
"Jadi, ada yang lebih memilih buat tetap diam dan terus nyembunyiin sesuatu?" setelah sebelumnya diam, Yugyeom akhirnya bersuara. "Punya cewek cantik, baik, multitalent, apa sih yang kurang di hidup lo?"
Pemuda itu mengangkat dagu, menatap Bambam tanpa keraguan. Ia merasa tidak salah, telah membongkar suatu keburukan. Meski semuanya terjadi karena ketidaksengajaan.
"Gue minta maaf, karena udah lancang. Dan karena ngasih tahu itu ke Kak Jackson," tutur Yugyeom. "Tapi apa yang terjadi kalau tetap diam? Apa selamanya lo bakal nyakitin Lisa?"
Kini, giliran Bambam yang terdiam. Matanya masih tak menatap Yugyeom, namun telinganya jelas mendengar.
Melihat Bambam hanya terdiam, Yugyeom kembali berkata. "Kita semua di sini, teman lo. Tapi bukan berarti seorang teman harus selalu ngebela temannya, bahkan saat dia salah."
"Gue gak ngerti lagi, kenapa lo bisa sia-siain cewek yang bahkan udah lo kenal seumur hidup lo ini yang sekarang," Yugyeom beranjak dari tempat tidur, berdiri menatap Bambam sebentar. "Lo sia-siain berlian demi batu."
Pemuda itu berjalan, sebelum mencapai ambang pintu ia berbalik. "Oh, apa ya namanya kalau bukan lancang? Saat lo ngambil handphone gue diam-diam buat ngechat Lisa?"
Usai berucap begitu, Yugyeom langsung keluar. Sedangkan Bambam hanya terdiam mematung di kamar.
Ia bagai mendapat rentetan tembakan yang tepat mengarah pada jantung, tak tahu lagi harus bagaimana. Merasa hampir mati.
Semuanya terlalu kacau.
***
Wado, bembem ama yugi yang berantem
P.s: aku gak hate siapa-siapa kok di sini. Cuma ya di sini, aku jelas lagi berimajinasi. Jadi jangan salahin imajinasi aku ea.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Bambam, Untuk Lisa
Fiksi Penggemar[Book 1: Dari Lisa, Untuk Bambam] [Book 2: Dari Bambam, Untuk Lisa] . . . Bersamamu adalah suatu kebahagian yang tak pernah terkira nilainya.