Riuh ramai sorakan dari sekeliling area bermatras itu. Mataku berjaga di setiap gerakan yang dilepaskan setiap peserta. Tanpa terasa aku lelah dan menyandarkan tubuhku ke bangku tempatku kini. Kepalaku menunduk menatap tanganku yang kupangku diatas pahaku. Memilin sedikit bagian rok panjangku.
"Annyeong!" Seru seseorang dari depanku. Aku mendongak. Mataku membulat dan senyumku melebar. Ini kejutan.
"Jungkook-ah!" Aku langsung bangkit. Dia tersenyum manis. Mengacak rambutku. Aku langsung terdiam dan menatapnya dari atas hingga bawah dan kembali melihat wajahnya. Aku memicingkan mata.
"Apa yang kau pikirkan?" Tanyanya sambil mengernyitkan dahi. Aku menghela napas. Menatap mata jernihnya.
"Kau berbohong."
"Huh?" Aku membuang pandanganku. Kembali duduk ke kursiku. Dia masih melihatku dengan tatapan bingung.
"Kau bilang akan ke LA hari ini. Tapi malah ada disini. Dan..." aku berhenti menatapnya lamat-lamat. "Apa kau ikut turnamen taekwondo? " Lanjutku.
Wajahnya berubah datar. Entah apa yang dipikirkan lelaki ini. Tangan kekarnya menggenggam lenganku yang tertutup sweater tebal berwarna tosca. Wajahnya mendekat dan menyisakan jarak beberapa senti dari wajahku. Oh my! Ini membuat jantungku memompa lebih cepat. Tak bisa dipungkiri, hanya karena perbuatannya seperti ini sudah membuat wajahku memanas.
"He? Wajahmu kenapa? Bersemu" dia terkekeh seraya menjauhkan wajahnya. Aku hanya menunduk malu. Dasar pemuda sialan. Aku selalu tak berdaya jika dekat dengannya.
"Benar. Aku ikut. Dan sebentar lagi giliranku." Jawabnya santai. Genggamannya sudah terlepas sejak tadi.
"Huft. Tentu saja. Semangatlah! Fighting!" Ujarku mengepalkan tangan kananku. Dia juga melakukan hal yang sama. Tersenyum hingga menampakkan dereta giginya yang rapi dan gigi kelincinya, yang menggemaskan.
-
Dia -Jungkook- sudah berdiri tegap di tengah arena. Tubuhku menegang. Banyak kekhawatiran yang berkelebat di pikiranku. Aku tak sanggup melihatnya terluka. Tapi yang kulihat dia tersenyum ke arahku. Aku membalasnya dengan senyuman, lebih tepatnya fakesmile. Jika kutunjukkan kekhawatiranku justru akan membuatnya down.
Pertandingan pun dimulai. Kedua peserta memulai dengan memberi hormat satu sama lain dan mulai mengambil ancang-ancang. Jungkook begitu terlihat keren dengan judo yang membalut sempurna di tubuh atlestisnya. Aku hampir saja nosebleed saat pakaian putih itu memperlihatkan tubuh atasnya ketika meluncurkan sebuah tendangan. Oh My Lord! He look so, sexy! I can't!
Jungkook tidak hanya menangkis serangan dari lawannya, tetapi ia juga berbalik menyerang. Gerakannya cepat dan lincah. Dia juga memanfaatkan kekuatannya. Tiba-tiba ia terkena sebuah tendangan tinggi di leher nyaris mengenai dagunya. Aku terkejut dan membelalakkan mata. Itu kelemahanku. Melihatnya meringis menahan sakit. Itu sebuah pelanggaran untuk lawannya dan diskualifikasi setimpal untuk yang melanggar peraturan. Dan Jungkook dibawa menyingkir dari arena untuk memulihkan sakitnya. Aku tidak tahan dan langsung menghampirinya. Menatapnya khawatir.
"Jungkook-ah.." ucapku pelan. Menatapnya yang terduduk lesu sambil memegangi lehernya. Dia menatapku dan tersenyum. Dia masih tersenyum? Inilah kenapa aku sangat menyukainya. Menyukainya yang tetap berusaha tersenyum membuat orang yang disayangnya bahagia.
"Gwenchana. Aku kuat" Kata Jungkook sambil tersenyum hingga matanya bertambah sipit. Aku mencubit pelan pipinya. Sebenarnya berapa umurnya? Bisa seimut ini.
"Aku tau Jungkook itu kuat. Tapi ada sesuatu" aku terdiam. Mengelap pelipisnya yang berkeringat dengan jariku. Dia menatap mataku menungguku melanjutkan. "Kelemahanku adalah ketika melihat Jungkook-ku tersenyum dalam sakitnya"
Jungkook menyelipkan helai rambutku. Meraih tanganku dan menautkan tangannya dan tanganku satu sama lain.
"Bukankah kau yang bilang untuk selalu tersenyum? Aku melakukannya" Ujarnya lembut. Aku mengangguk pelan.
"Tapi aku bisa membedakan senyummu. Jeon Jungkook " gumamku yang sudah pasti terdengar olehnya. Dia menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum miring. Aku melihatnya langsung mendorong wajahnya ke samping.
"Don't you dare to tease me, Jeon Jungkook. Kau terlihat sangat pervert" Omelku sambil memukul lengannya. Lawan bicaraku hanya memberikan cengiran khasnya.
"Benar. Kau bisa membedakan senyumku. Ne?" Dia menarikku. Sebelum ke dekapannya aku langsung buru-buru menjauhkan tubuhku. Menatapnya sebal.
"Apa yang mau kau lakukan?" Tanyaku sinis.
"Memelukmu?" Ia menampakkan tampang polosnya.
"Jeon Jungkook, aku tidak akan memeluk siapapun. Aku tidak nyaman untuk saat ini. Dan juga tubuhmu berkeringat seperti itu." Ujarku sambil menunjuk-nunjuk ke arahnya. Dia hanya ber-oh ria.
"Benar. Sepertinya aku tidak akan ikut lagi meski masih ingin. Aku akan pulang." Dia berkata seraya membuka pakaian putihnya yang tidak terbelit sabuk. Melihatkan bebas abs-nya yang kini sudah terbentuk sempurna. Dan dada bidangnya yang, berkeringat. Membuatku menelan payah saliva ku. Dia sepertinya mengerti tatapanku dan mengeluarkan smirk andalannya.
"Aku akan memelukmu ketika kita sudah menikah. Dan kau juga akan dapatkan ini juga. Sebagai bonusnya akan ada baby Jeon" pipiku merona untuk kesekian kalinya. Jungkook tersenyum jahil dan menyentuh hidungku.
"Ya! Jungkook-ah! Berhentilah" aku memukul keras tangannya. Aku langsung membalikkan tubuhku. Mencoba menyembunyikan semu ini. Lelaki yang kupunggungi tertawa lepas.
-
Hari mulai gelap. Sebenarnya masih ingin melihat Jungkook bertanding. Tapi, aku tak bisa memaksanya untuk meneruskan. Karena lehernya masih kebas karena tendangan keras tadi. Kuputuskan pulang bersamanya.
"Sudah malam. Pulang? Kajja" ajaknya dengan tas ransel yang sudah di punggungnya. Dia sudah memakai t-shirt putih polos. Tangan kekarnya menarik lembut pergelangan tanganku. Membawaku keluar dari GOR besar ini. Kami berjalan menuju parkir. Sambil berjalan, kutatap wajah Jungkook yang lebih tinggi dariku. Dia membalas tatapanku heran.
"Kuantar,oke? Aku tidak mau kalau kau pulang sendiri nanti tersandung kodok." Aku menatapnya aneh. Dia menahan tawanya keluar. Itu tidak lucu bagiku. Receh sekali dia.
"Silahkan masuk tuan Putri" katanya sambil membukakan pintu mobilnya. Aku bergegas masuk dan duduk.
"Terimakasih, pak sopir" aku lantas tertawa. Melihat wajahnya yang kesal seperti itu sangat menyenangkan.
-
"Bye~ good night my prince" kataku kepada Jungkook. Melayangkan sebuah flying kiss. Aku tahu ini agak menggelikan. Tapi itu sudah cukup membuat Jungkook blushing. Itu lucu sekali. Aku melambaikan tanganku. Mobil sport merah itu pun melaju halus. Aku hanya tersenyum sambil menatap perginya mobil itu.
Hari ini cukup menyenangkan. Berdua dengannya, melihatnya tersenyum. Dan juga.. ugh! lupakan tentang keringat. Hanya cukup untuk ingat senyum manisnya. Sial, Keringat dan senyum itu!
Aku terus memaki dalam hati. Menatap langit-langit kamarku. Berpikir tentang ini dan itu. Dari sekolah, hingga Jungkook, pemuda tampan berwajah imut dan tubuh yang tidak lucu. Kau tahu? Memikirkan keduanya tidak baik untuk jantung. Seketika kegelapan merenggutku. Semoga malam ini aku mimpi Jungkook. Ah tidak, mimpi Indah maksudku. Baiklah, tentang Jungkook.
------
Aha! Baper gak? Nge-feel gak?
Author-nim kejam yah.
Minta di tendang ke planet mars
Eh itu hidungnya berdarah huahahah! *evil laugh*Next chapter? Let's go!!
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAGINE BTS
Fiksi PenggemarTidak apa-apa jika ingin membaca, hanya saja diharapkan memperhatikan kondisi fisik dan mental. Imajinasi yang begitu tinggi dapat menyebabkan jantung berdebar kencang, timbul rasa ingin memiliki, serta pahitnya kenyataan yang tidak bisa dihindari...