Bab 11

132 7 0
                                    

Setelah turun dari angkot, aku melewati jalan pintas untuk segera sampai rumah. Jalan paving yang tidak terlalu lebar. Sebelah kanan kiri jalan masih ada tanah kosong yang tidak terawat. Kalau malam menjelang, jalan ini memang terkenal rawan tindak kejahatan. Tapi kalau hari masih terang seperti ini, masih ada orang yang berani berlalu lalang di jalan ini.

Dari kejauhan tampak ku lihat ada keributan. Ada tiga sepeda motor sport yang terparkir sembarangan. Ternyata ada perkelahian yang tidak seimbang di sana. Satu lawan empat. Sepertinya orang yang dikeroyok itu sedikit kewalahan mengatasinya.

Tapi tunggu dulu. Sepertinya... aku pernah melihat orang yang dikeroyok itu. Ya tak salah lagi, dia Kak Tio. Kakak kelasku yang sekaligus sang kapten basket yang paling digandrungi cewek-cewek seantero sekolah.

Aku harus menolongnya sebelum terjadi hal yang buruk. Apalagi aku tidak mengenal keempat orang yang sedang menghajarnya dengan beringas itu.

Segera aku berlari secepat yang ku bisa mendekati mereka. Aku segera menendang pisau yang sedang dipegang oleh salah satu dari pengeroyok tersebut yang akan diarahkan ke Kak Tio.

TRCING!!!

Terdengar suara nyaring pisau yang jatuh berbenturan dengan paving.

"Sapa kau?! Jangan ikut campur urusan kami!" hardik salah satu pengeroyok yang ku tendang pisaunya tadi. Seorang cowok yang mungkin sepantaran denganku. Pakaian dan rambutnya lumayan rapi. Dia tak tampak seperti preman jalanan.

"Yang kalian keroyok itu temanku. Jadi ini juga menjadi urusanku!" teriakku balik.

"Lebih baik kau pulang! Sayang jika wajah cantikmu harus babak belur."

"Sapa takut?! Ayo maju!" kataku menantangnya sambil memasang kuda-kuda.

"Cuih! Cantik tapi liar. Aku suka itu."

Tangan cowok itu mulai memukulku tapi secepat mungkin aku menangkapnya dan memelintirnya ke belakang. Sebelah tanganku yang lain menyikut keras punggungnya.

"Aaakh!"

Ku lepaskan dia. Cowok itu kemudian berdiri dan mulai menendangku. Oke, ini seperti latihan silat Sabtu malam kemarin. Teknik bantingan. Kali ini aku tak kan segan-segan menggunakan seluruh tenagaku untuk membantingnya.

Ku tangkap sebelah kakinya yang menendangku dan ku jegal kakinya yang lain. Ku dorong dadanya ke belakang hingga ia jatuh berdebum ke paving. Ku pukul bertubi-tubi ke arah dada dan perutnya. Aku kemudian berdiri dan mengarahkan tendangan kerasku ke juniornya.

"Aauww....!", teriaknya keras sambil memegang juniornya.

Mendengar teriakan temannya maka ketiga orang lainnya yang sedang mengeroyok Kak Tio segera mengelilingiku.

"Wow! Seorang cewek bisa mengalahkan cowok sampe kesakitan seperti itu. Jangan salahkan kami jika kami membalasnya," kata seorang cowok dengan anting hitam besar di kedua telinganya sambil memasang ancang-ancang untuk menyerangku.

"Tunggu dulu!" tahan salah seorang temannya yang memakai kalung putih.

"Dia cantik juga Bro! Kita buat pingsan aja dia. Lalu tubuhnya bisa kita nikmati beramai-ramai," ucapnya lalu dengan menyeringai.

Ku lihat mereka bertiga tertawa dengan mata nyalang seperti ingin menelanjangiku. Kurang ajar! Mereka ingin memperkosaku bergiliran begitu? Mati saja kalian! Umpatku dalam hati. Oke, kita lihat saja siapa yang akan menyesal nanti?

Aku lepaskan tas ranselku. Ku buka jaket kulitku dan kusampirkan di pundak kananku. Kini mereka bisa melihat kulit lenganku yang mulus. Lihatlah! Mata mereka tampak berbinar seperti binatang buas dengan wajah mesumnya.

Cinta Siapa yang Kupilih?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang