Aku berjalan beriringan dengan Kak Tio menuju ke luar gerbang sekolah, tempat mobilnya biasa terparkir. Kak Tio berniat hendak mengantarku pulang kali ini. Sebelumnya aku sudah menolaknya tapi dia yang memaksaku. Jadi ya sudahlah! Hitung-hitung menghemat ongkos pulang.
"Al, bisa kita bicara bentar?" pinta Hendra ketika aku berpapasan dengannya.
Tumben dia cuma seorang diri. Mana kembarannya yang ketemu gede itu? Sapa lagi kalo bukan si Ratno. Mereka berdua kan selalu sama-sama kemana aja.
Aku melihat ke arah Kak Tio meminta persetujuannya. Dan Kak Tio mengangguk.
"Biar nanti Alya aku yang anter pulang," kata Hendra datar pada Kak Tio.
Aku merasa ada yang tak beres dengan Hendra.
"Kak, aku pulang bareng Hendra aja gak pa-pa kan?" pintaku pada Kak Tio.
Kak Tio memandangku dan Hendra bergantian. Dia tampak berpikir. Aku segera memasang wajah memohonku. Sungguh hatiku tak enak melihat Hendra yang tidak seperti biasanya begini.
"Baiklah kalo gitu. Kamu hati-hati ya!" kata Kak Tio sembari mengacak rambutku pelan.
Aku pun mengangguk dan tersenyum padanya.
Setelah Kak Tio pergi, kini tinggal aku dan Hendra. Hendra hanya diam saja. Dia hanya berdiri sambil memandangi kepergian Kak Tio.
"Hen, tadi katanya mo ngomong ma aku?" kataku sembari menepuk pundaknya pelan.
Hendra menoleh padaku. Wajahnya terlihat masam. Tak seperti biasanya yang selalu tersenyum manis. Senyum manisnya itu lho yang bikin para cewek rela antri untuk jadi pacarnya. Tapi tentunya aku tidak termasuk di dalamnya. Senyum manis Hendra dah kebal buatku.
"Ikut aku Al," ajak Hendra seraya menarik tangan kananku untuk mengikutinya.
Aku menurut. Ternyata dia mengajakku ke tempat parkir sepeda motornya. Hendra memberikanku helm untuk ku pakai. Tanpa banyak bicara Hendra juga memakai helmnya.
"Ayo naik," suruh Hendra padaku.
"Kita mo kemana ini?" tanyaku.
"Udah buruan naik. Kau akan tau sendiri nanti."
Perintah Hendra terdengar kaku di telingaku. Baiklah aku mengikuti kemauannya. Aku segera naik ke boncengan sepeda motornya.
"Pegangan Alya," perintahnya lagi.
Aku menuruti lagi perintahnya. Aku segera memegang kedua sisi bajunya karna aku tahu Hendra pasti melajukan sepeda motornya dengan kencang.
Tak berapa lama Hendra menghentikan laju sepeda motornya di parkiran sebuah rumah sakit umum swasta yang terkenal di kota ini.
"Hen, sapa yang sakit sih?" tanyaku lagi pada Hendra.
Hendra tetap tidak mau menjawab pertanyaanku. Dia malah berjalan cepat meninggalkanku. Aku pun segera berlari kecil untuk menyusulnya. Sampai kami berdua tiba di depan sebuah kamar inap VVIP.
Hendra kemudian mengetuk pintunya pelan dan membukanya. Ruangan ini besar dan bersih tapi sepi. Hanya tampak seorang pasien yang terbaring di ranjang. Hendra berjalan mendekat ke sana. Aku pun mengikutinya.
"Ratno...?!" kataku tertahan tak percaya bahwa orang yang terbaring itu adalah Ratno, teman baikku.
"Rat, kami datang. Aku bawa Alya ke sini," kata Hendra yang berdiri di sampingku.
"Akhirnya kamu dateng juga Al," kata Ratno padaku sambil tersenyum lemah.
"Kamu kenapa Rat? Gimana bisa sakit kayak gini?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Siapa yang Kupilih?
Teen FictionKetika banyak cinta yang datang menyapa di saat hati ini masih merindu cintaNya, lalu cinta siapa yang kupilih?