Bab 14

138 5 12
                                        

Tak terasa hari Senin pun tiba. Setelah mengikuti upacara bendera, murid-murid segera menuju kelas masing-masing. Peluh masih ada di tubuhku karna sinar matahari yang cukup terik di lapangan tadi.

Teman-teman sekelasku pun juga tampak kegerahan. Banyak yang mengambil buku untuk dijadikan kipas dadakan. Murid cowok bahkan ada yang langsung membuka dasi dan melepas dua kancing teratas kemejanya.

Sehabis upacara, jadwal selanjutnya adalah pelajaran matematika. Ya, pelajaran yang menjadi salah satu momok sebagian besar murid-murid.

Tak lama kemudian, masuklah guru matematika ke dalam kelasku. Siapa lagi kalo bukan Bu Lusy. Tapi kali ini tampilannya berbeda. Bu Lusy memakai kaca mata hitam. Murid-murid tampak heran melihatnya. Kemudian dengan segera ketua kelasku memimpin berdoa bersama dan memberi salam pada guru.

"Kalian semua tidak usah heran melihat saya memakai kaca mata hitam. Saya sedang sakit mata sekarang. Sebaiknya segera kalian semua siapkan alat tulis dan kertas ulangan karna hari ini ada ulangan harian," perintah Bu Lusy pada kami semua.

Murid-murid sekelas mulai gaduh tak terima ada ulangan matematika dadakan seperti ini. Ulangan dengan pemberitahuan terlebih dulu saja bisa dapat nilai jelek apalagi kalau ulangan dadakan seperti ini.

"Sudah, kalian tidak usah protes atau waktu ulangan akan saya kurangi," ucap Bu Lusy yang membuat ngeri murid-murid sekelas.

Terpaksalah kami mengikuti perintah Bu Lusy. Duduk manis sambil berdoa semoga bisa mengerjakan soal ulangan dengan lancar.

"Untuk Alya, karna kamu murid terpandai sekelas maka soal ulangan saya tambah menjadi dua kali lipat dengan waktu ulangan yang sama," kata Bu Lusy.

Teman-temanku segera memandangku penuh iba mungkin. Tapi tentunya aku dan mereka tak bisa protes kan? Yang jadi guru siapa, jadi yang berkuasa siapa.

"Al, mungkin kamu mo diikutkan lomba matematika kali?" tanya Cindy padaku.

"Sudahlah Cin. Diemlah kalo masih ingin selamat kamu atau nasibmu bakalan sama denganku," kataku berbisik pada Cindy.

"Duh... si bulus lagi pms nih kayaknya. Bikin ulangan dadakan kayak gini," keluh Cindy.

Aku tak menjawab keluhan Cindy. Itu si Bu Lusy memang memakai kaca mata hitam. Tapi aku tahu, dia tetap mengawasi gerak-gerik kami. Akan tambah ribet urusannya kalau sampai dia tahu sedang jadi bahan omongan.

"Al, aku ada sepuluh soal nih. Aku gak bisa ngerjain semuanya," kata Cindy.

"Sudahlah, kerjain dulu sebisamu Cin. Aku ngerjaian separuh soalku dulu baru aku bantu ngerjain soalmu," kataku.

Bagaimana tidak senewen jika dalam waktu dua jam aku harus mengerjakan tiga puluh soal sekaligus. Dua puluh soal punyaku dan sepuluh soal punya Cindy. Karna ternyata soalku dan soal Cindy tidak ada yang sama.

Bu Lusy benar-benar mengerikan kalau sedang patah hati rupanya. Kekesalannya pada Mr. Nando dilimpahkan kepada kami, murid-muridnya. Aku tahu pasti Bu Lusy tidak sedang sakit mata. Tapi melainkan matanya bengkak karna habis menangis semalaman.

Ah... tapi tenang saja. Aku kan punya otak yang encer. Aku pasti bisa mengerjakan semua soal ini dengan sempurna.

*****

"Untung aku sebangku ma kamu Al. Kalo gak, gak tau deh nasib ulanganku tadi kayak gimana. Mungkin aku cuman bisa nulis ulang soalnya lagi tapi gak ada jawabannya," kata Cindy kemudian meminum es teh yang sudah dipesannya.

Aku hanya bisa tersenyum mendengar perkataan Cindy. Dan sekarang seperti biasanya sehabis aku mengerjakan soal ulangannya, aku akan ditraktirnya makan di kantin sekolah. Sekarang kami berdua sedang menikmati batagor dan es teh. Lumayanlah bisa menghemat uang jajanku.

Cinta Siapa yang Kupilih?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang